Home / Romansa / JADI JANDA GARA-GARA JANDA / Bab 3 MOVEON ITU GAK NGAMPANG

Share

Bab 3 MOVEON ITU GAK NGAMPANG

Author: Azril
last update Last Updated: 2023-10-15 20:56:42

3 TAHUN BERLALU

POV DIANDRA.

Air mataku pecah ketika aku memandang gerobak cilok yang sering Mas Rendi pakai untuk berjualan cilok keliling. Ada rasa menyesal di benakku ketika saat itu aku tinggalkan dia sendirian. Mungkin kalau aku tak meninggalkannya kala itu, aku akan mati bersama Mas Rendi atau mungkin Mas Rendi akan selamat bersama ku kalau aku tidak meninggalkannya sendirian pada saat itu.

Mas, nyatanya sampai saat ini aku belum bisa melupakanmu, aku terlalu lemah tanpamu. Mas aku merindukanmu, apakah kau disana juga merindukanku.

Rasanya aku ingin secepatnya menyusulmu ke alam sana. Kalau saja bunuh diri itu tidak dosa, maka akan aku lakukan. Kau pergi meninggalkan sejuta luka, kesiapan ku belum sempurna untuk kau tinggalkan begitu saja.

Inilah yang membuatku hampir saja depresi, aku menyesali perkataan ku yang amat egois dan menyebalkan padamu. Ucapan yang keluar dari mulutku ini begitu kasar, kurang sopan bahkan tidak ada rasa hormat pada suami. Aku begitu menyasal Mas, dadaku rasanya sesak tatkala kini aku sadar pria yang menyayangiku dengan segenap jiwa harus pergi secepat ini.

Andai waktu bisa ku ulang, alangkah aku ingin berbakti pada suamiku, aku ingin mengulang semuanya.

"Dian, boleh Emak masuk?" sahut Mak Jamilah dari balik pintu membuyarkan lamunanku.

Aku langsung membuka pintu kamar yang telah tertutup rapat sejak tadi, semua itu ku lakukan agar Mak Jamilah tidak bawel, yang selalu memerintahku untuk makan.

"Ada apa Mak? Buka saja," kataku dengan wajah datar.

"Dian, tidak baik kamu terus berlarut dalam kesedihan, biarkan suamimu tenang di sana Nak, cukup kamu doakan dia, jangan sampai semua itu kamu jadikan beban dalam hidupmu Nak," tangis Mak Jamilah pecah ketika melihat Dian yang masih termenung memandangi gerobak cilok bekas sang suami dari balik jendela kamar.

"Mak, andai Mak tau, melupakan tak semudah membalikan telapak tangan. Bahkan aku sampai saat ini belum bisa melupakan Mas Rendi begitu saja, kisah cinta kami terlalu indah untuk dilupakan, bagiku Mas Rendi adalah nyawaku Mak," ungkapku menumpahkan isi hati ini.

"Tapi Nak, bukan harus begini caranya, kamu masih muda, masih banyak hal yang harus kamu lakukan. Waktumu di setiap menit, setiap detik, bahkan setiap nafasmu keluar itu sangat berharga. Apakah kamu tidak ingin menggunakan semua itu dengan lebih baik lagi."

Mak Jamilah menghampiriku yang masih duduk di tepi ranjang sambil memandangi gerobak yang masih terparkir di halaman.

"Bersandarlah Nak, di pundak Emak," kata Mak Jamilah mempersilahkan pundaknya untuk kepalaku.

"Nak, kamu harus semangat menjalani hidup yang penuh dengan rintangan dan ujian ini, kalau kamu terus begini, termenung tanpa adanya rasa semangat, bagaimana dengan Emak. Apa kamu tidak kasihan pada Emak? Emak sedih Nak, lihat kamu begini. Emak berharap kamu mulai buka lembaran baru lagi ya?" papar Mak Jamilah sambil tangannya mengelus kepalaku.

Sentuhan tangannya yang sudah keriput itu mampu memberiku kenyamanan, hingga aku pun tertidur pulas di bahu Mak Jamilah. Mataku terpejam seketika.

Mungkin semua kata per kata yang diucapkan oleh Mak Jamilah benar, kalau saja aku terus begini berarti aku telah menyia-nyiakan sisa waktuku yang paling berharga.

Maafkan aku Mak telah merepotkanmu selama ini, Maafkan aku juga dengan segala keegoisanku. Aku mencintai Mas Rendi bukan berarti aku harus memikirkan orang yang telah tiada.

Tangis Mak Jamilah semakin luruh saat melihat aku tertidur di sandaran pundaknya.

Mak Jamilah teringat bahwa Alina -sahabatku waktu SMA sudah menunggunya sejak tadi.

Mak Jamilah menyelipkan rambutku pada sela telingaku, sambil membangunkan ku dengan pelan dari sandaran bahunya.

"Nak, ada temanmu kesini, sejak tadi dia ingin bertemu katanya. Kamu temui dia ya, pasti dia rindu terhadapmu."

"Alina Mak?" tebakku.

Tiada sahabat yang paling baik dan selalu menemani saat duka maupun duka selain Alina sahabatku waktu SMA dulu.

Alina sosok wanita cerdik, pintar dan juga dari golongan orang berada, tapi walaupun Alina terlahir dari orang kaya raya dan terpandang di kampungnya tak sedikitpun ada rasa sombong dan angkuh pada wanita itu. Bahkan dia mau berteman denganku, padahal aku hanyalah orang miskin, bahkan hanya sekedar makan saja keluargaku terlalu kepayahan. Apalagi sejak kepergian suamiku untuk selamanya, aku semakin bingung dengan cara apa bisa membantu Emak.

Sejak aku menikah dengan Mas Rendi, aku dan Alina sempat tidak bertemu, lantaran Alina kuliah di dikota, dan kini kuliahnya telah usai. Ia telah kembali ke kampung lagi, walaupun ia telah lulus kuliah tapi tidak ada sikap sombong padanya, dia tetap menjadi wanita yang ramah dan sopan pada siapapun.

Dan kini Alina ke rumahku, pasti untuk mengucapkan bela sungkawa atas kepergian suamiku.

"Silahkan Nak masuk," perintah Mak Jamilah pada Alina yang masih mematung di balik pintu kamar.

"Terimakasih Mak," kata Alina sambil memutar knop pintu kamar.

Aku menoleh ke arah Alina, wanita yang saat ini berada di hadapanku, nasibnya amat beruntung sekali, dia tampak lebih cantik dan putih, rambut panjang terurai rapi.

Alina melemparkan senyuman padaku, akan tetapi bibirku terasa masih berat untuk melakukan hal itu.

"Boleh aku duduk di sampingmu?" tanya Alina.

"Boleh Al, duduklah." Aku mempersilahkan Alina duduk di tepi ranjang bersamaku.

Aku masih fokus terhadap gerobak cilok yang sering Mas Rendi pake untuk jualan cilok, gerobak itu kini terlihat kumuh dan berdebu.

"Katanya suamimu meninggal dulu gara-gara korban tabrak lari ya? Kok bisa sih, mungkin orang itu punya masalah dengan suamimu, atau gimana Dian?" tanya Alina penasaran dengan cerita terjadinya kecelakaan tragis Mas Rendi 3 tahun silam.

"Semuanya gara-gara aku Lin, andaikan aku waktu itu tidak cemburu terhadap Sari dan tidak berlari menyebrang jalan. Mungkin saat ini Mas Rendi masih bersamaku, semuanya salah aku Lin, semuanya aku yang salah, dan akhirnya Mas Rendi tertabrak mobil berwarna merah merona lantaran menyelamatkan diriku. Tapi kalau saja orang yang mempunyai mobil itu bertanggung jawab atas perbuatannya mungkin Mas Rendi akan tertolong, namun nyatanya dia malah kabur begitu saja, meninggalkan suamiku yang terbengkalai lemah," lirih Dian begitu menyesali diri.

"Apa! Mobil warna merah?" Alina terkejut kala aku menyebutkan mobil warna merah.

"Apa kamu tau yang punya mobil itu Al?" tanyaku heran.

Alina terdiam sesaat, saat aku sudah tak sabar menunggu jawaban yang keluar dari mulutnya.

"Ti-tidak Dian, lagipula mobil berwarna merah 'kan banyak di dunia ini," ungkap Alina.

"Aku pikir kamu tau," lirihku datar.

Memang benar ungkapan Kania, mobil berwarna merah di dunia ini banyak. Tapi plat nomornya sampai saat inipun aku masih ingat, dan aku tidak akan pernah melupakan kejadian pada saat itu, kejadian di mana hari-hariku telah dihancurkan olehnya. Dengan berat hati aku harus kehilangan separuh jiwaku.

"Makannya kamu harus sehat, harus semangat untuk hidup Dian, kalau kamu kuat, kamu cari siapa orang yang mempunyai mobil merah itu, lalu kamu balaskan dendammu kepadanya. Jangan biarkan hidupnya tenang di dunia ini, karena kamupun butuh waktu lama untuk memulihkan hatimu yang hancur itu," papar Alina mencoba menyemangati ku, bukan maksudnya untuk menghasut ku ke lobang yang salah, hanya saja agar aku kembali bersemangat.

"Kamu benar Al, aku harus sehat serta harus kuat, aku akan cari dia dimanapun berada, aku akan menghancurkan hidupnya kembali," sahutku sambil kedua tangan mengepal erat disisi.

Aku menghela nafasku dengan pelan. Hatiku terasa tenang saat aku tidak memendamnya dalam hati sendirian.

"Dian, kamu masih ingat 'kan dengan Intan yang tidak bisa bicara itu?" tanya Alina.

Aku hanya menganggukan kepala, "Masih, memangnya kenapa?"

"Dia tidak bisa bicara, tapi dia bisa menjalani hidup di dunia yang penuh derama dan lika-liku ini, walaupun hinaan serta cemoohan menghadang tapi Intan tidak pernah putus asa."

"Lalu? Apa hubungannya?"

"Maksudku apalagi kamu yang normal, hidup sempurna mempunyai organ tubuh yang komplit dan masih kuat dalam melakukan aktivitas, masa iya kamu mau termenung di dalam kamar sambil memikirkan suamimu yang telah pergi? Lihat Mak Jamilah, ia sudah tua, apa kamu tega membiarkan seorang nenek tua mencari nafkah untuk makan kamu yang jelas-jelas masih sehat," tutur Alina memberi motivasi.

Penuturan Alina ada benarnya. Mau sampai kapan aku terus begini, menjalani hidup tanpa arah tujuan.

"Ayolah semangat! Tunjukan pada Mak Jamilah bahwa kamu bisa membahagiakannya," kata Kania memberi semangat.

"Sebenarnya kamu beruntung Dian, kamu mempunyai Mak Jamilah yang menyayangimu lebih dari apapun. Kamu tatap aku." Aku dan Alina saling berpandangan, "Aku memang mempunyai harta banyak, bapakku seorang pengusaha, tapi apa? Dengan berat hati aku harus kehilangan ibu kandungku, dan kini aku tinggal bersama ibu tiriku yang jahat. Tak ada kasih sayang yang tulus yang mereka berikan untukku, mereka hanya fokus dengan adik yang terlahir dari rahim ibu tiriku. Bahkan papahku terkadang lupa bahwa dia mempunyai aku. Dulu aku sempat ingin menjadi kamu, karena apa? Karena kamu mempunyai Mak Jamilah, seorang nenek yang mengurusmu dengan penuh kasih sayang yang tulus. Kamu lebih beruntung dariku Dian," Alina menumpahkan isi hatinya yang paling dalam, wanita itu begitu sendu.

Ternyata bukan hanya aku yang terpuruk di dunia ini tapi Alina pun sama. Ya Allah maafkan aku selama ini menggunakan waktu sama sekali tidak ada gunanya.

Akhirnya aku dan Alina saling berpelukan, kami menumpahkan air mata sama-sama.

Terimakasih sahabat karena mu aku tau arti kehidupan ini, tidak ada hidup yang sempurna di dunia ini. Yang sempurna hanyalah milik Allah SWT.

Kami berdua menangis sejadi-jadinya, saling menumpahkan rasa sakit yang kami pendam. Ternyata berbagi kisah dengan sahabat itu bisa membuat hati merasa tenang dibanding kita memendamnya seorang diri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • JADI JANDA GARA-GARA JANDA   Bab 104

    Hati gelisah tak menentu, kemana lagi Jali harus mencari istrinya yang hingga kini belum pulang. Sedangkan setahu Jali, Dian tidak punya sahabat ataupun kerabat lagi selain emaknya sendiri, kalau ke rumah Alina mana mungkin, sudah lama mereka tidak akur disebabkan memperebutkan cinta seorang Rojali. "Dian, Dian Lo di mana?" gumam Jali sembari pikirannya terus mencari. Padahal diluar hujan amat deras ditambah suasana terang pun sebentar lagi akan menjadi gelap. Jali menunggu di teras rumah. Sesekali pria bertubuh tinggi itu melihat ponsel, dan menghubungi istrinya akan tetapi masih tidak ada jawaban."Percuma kamu menunggu wanita itu sampai kapanpun sebab dia tidak akan balik lagi kesini," kata Bu Janita yang hendak menemani Jali."Ma, apa Mama tau Dian kemana? Mana mungkin Mama tidak tau seharian ini Dian dirumah bersama Mama?" tanya Jali dengan tatapan kosong itu. "Mama tidak tau apapun Jali!" selalu itu yang terlontar dari jawaban sang Mama.Sebentar lagi adzan magrib akan berkum

  • JADI JANDA GARA-GARA JANDA   Bab 103

    Setelah kepulangan Jali dari kantor untuk menggantikan Bu Janita kerja. Lantaran Bu Janita hari ini tidak bisa masuk dikarenakan kepalanya yang terasa pening sebab terlalu memikirkan pernikahan sang anak.Jali melenggang gontai sembari matanya terus melirik ke arah ruangan kamar dan juga semua penjuru ruangan. Disisi lain dia mencari sang istri yang tak terlihat batang hidungnya sama sekali. Hatinya bertanya dimanakah istrinya. Akan tetapi pikirannya langsung menjawab positif bahwa sang istri sedang keluar atau memasak di dapur. Setelah beberapa saat rebahan di kamar, Jali pun merasa terheran. Biasanya kalau Jali baru pulang, jam segini paling istrinya ada di kamar. Akan tetapi kali ini tidak terlihat sama sekali.Dengan rasa penasaran yang memuncak pria berhidung mancung itu melenggang menuju lanttai bawah. Ia mencari di setiap penjuru ruangan dilihatnya secara saksama, namun tak ada sosok sang istri yang terlihat melainkan ada sang Mama yang sedang sibuk dengan ponsel di tangannya.

  • JADI JANDA GARA-GARA JANDA   Bab 102

    "Saya beri kamu 2 pilihan, kamu mau pergi dari rumah ini secara diam-diam tanpa sepengetahuan jali atau kamu mau bercerai dengan anak saya? Sebab saya tidak rela anak saya harus bersanding denganmu."Wanita setengah baya itu memberikan dua pilihan yang membuat nafas Diandra sesak. Awalnya Dian sangat enggan dan menolak untuk membuka mulut lantas pilihan tersebut sangat susah untuk dipilih. Bu Janita melangkah mengelilingi kediaman menantunya yang saat ini masih berdiri, mematung dengan pikiran yang melayang jauh entah kemana. "Cepat bicara?! Kesabaran saya sudah habis, saya benar-benar marah dan benci sama kamu Dian, andai saya tau kalau kamu itu wanita miskin yang memang matre mungkin saya tidak akan pernah mau menjodohkan kamu. Nyatanya saya hanya di bohongi oleh wajah polos yang kamu miliki!"Begitu geram Bu Janita memaksa Dian untuk memilih salah satu pilihan yang membuat Dian tidak sanggup untuk memilih. Dian terdiam mematung dengan deraian air mata yang terus saja berlinang mem

  • JADI JANDA GARA-GARA JANDA   Bab 101

    "Tadinya aku menikahi Dian atas di dasari karena paksaan Mama dan juga aku ingin membuat Haris cemburu, tapi nyatanya malah aku yang mulai menyukai Dian Ma, aku mohon jangan biarkan aku berpisah dengannya lagi Ma," ungkap Jali. Akan tetapi Bu Janita sangat kecewa dengan kedua pasangan itu terutama pada sang menantu yang tega membohonginya dan mau dibayar oleh Jali. Seharusnya Dian tidak harus melakukan itu demi sebuah uang."Tapi Mama sudah terlanjur kecewa sama kamu dan istri kamu! Jangan-jangan sekarang juga kamu membohongi Mama lagi kalau kamu mempunyai perasaan pada Dian. Pokoknya Mama tidak mau percaya dengan kamu Jali. Dan Mama tidak suka melihat Dian, terserah kamu, kalau kamu tidak mau pergi dari sini kamu ceraikan istri kamu yang murahan itu! Mama sangat eneg lihatnya. Masih banyak perempuan di luar sana yang lebih istimewa dan mempunyai harga diri," sahut Bu Janita dengan emosi yang meluap. Ia begitu kecewa saat tau bahwa pernikahan sang anak adalah pernikahan bayaran. Bah

  • JADI JANDA GARA-GARA JANDA   Bab 100

    "Sayang aku mau ke kamar duluan ya kalau kamu mau disini dulu."Jali melenggang ke lantas 2 menaiki tangga untuk menyimpan tas besar yang saat ini Dian bawa. Kali ini Dian membawa beberapa foto dan juga barang kesayangannya yang sempat ia simpan di rumah Emak.Padahal wanita muda berbulu mata lentik itu masih merasakan betah dirumah masa kecilnya dulu. Akan tetapi Jali memaksanya untuk pulang ikut bersamanya.Aku terpaku di ruangan utama, kaki Dian rasanya pegal sekali walaupun Dian baru saja menaiki mobil saat datang kesini."Berani juga ya kamu datang lagi kesini! Gak tau malah banget! Sudah menjadi pengganggu suami mertuanya, eh malah balik lagi. Kalau aku sih malas banget! Malu banget! Mau ditaruh dimana muka yang cantik ini, Dasar pengganggu suami orang. Eh bukan suami orang lebih tepatnya suami mertua sendiri! Menanti macam apa?!" Ledekan pedas itu sudah sering Dian dengan, dan suara yang meledek Dian pun tak lain adalah wanita yang pernah mewarnai kehidupan suaminya."Eh Rindu

  • JADI JANDA GARA-GARA JANDA   Bab 99

    "Jangan sebut istriku murahan Ma. Dian kamu yakin 'kan tidak bermaksud menggoda Haris? Sekarang kamu katakan di hadapan kami semua kalau kamu tidak bersalah," titah Jali sembari memandang sang istri penuh rasa bersalah sebab sebelumnya ia septa tak percaya."Iya, aku sama sekali tak mencintai siapapun terkecuali suamiku sendiri," ungkap Dian.Wanita muda cantik terkejut tatkala sang suami kini mulai mempercayainya, dengan senang hati Dian memeluk Jali di hadapan semua anggota keluarganya membuat Emak Jamilah seketika terharu melihat adegan sepasang sejoli yang tak ingin dipisahkan itu.Dian pun tak menyangka kalau akhirnya dia bisa lagi memeluk tubuh sang suami dengan erat setelah permasalahan yang hampir saja membuat dirinya dan Jali berpisah untuk selamanya.Mak Jamilah tersenyum penuh kebahagiaan yang tiada Tara, ia ikut senang dengan kehadiran Jali yang datang disaat waktu begitu tepat."Sayang pokoknya aku gak mau tau, Jali dan Dian harus bercerai, mereka tidak boleh disatukan, s

  • JADI JANDA GARA-GARA JANDA   Bab 98

    Pagi ini langit amatlah mendung ditemani rintikan hujan membasahi genting dan juga halaman semuanya nampak basah. Dian yang kala itu sedang termenung, berharap hadirnya kedatangan seseorang, tapi mungkin semuanya hanya bayangan semata. Mata mungkin suaminya datang kesini."Dian ayo makan," titah Mak Jamilah tatkala sang cucu malah tak bergeming sama sekali. Mak Jamilah pun mengambil tindakan dengan mengambilkan nasi pada piring kosong milik Dian. "Mak, gak usah repot-repot, Dian sedang malas makan, nanti saja makannya ya," sahut Dian sembari menolak sepiring nasi putih yang disodorkan Mak Jamilah."Dian kamu kemana?" seru Mak Jamilah pada sang cucu yang tiba-tiba saja gegas bangkit meninggalkan meja makan.Mak Jamilah pun nampak bingun dengan keadaan semua ini. Dian kembali duduk di ruang utama sembari matanya terus saja memandangi air hujan yang semakin siang semakin deras. Percikan kerinduan mulai terasa, nyatanya jauh dari sang suami membuatnya sangat terpuruk. Padahal baru saj

  • JADI JANDA GARA-GARA JANDA   Bab 97

    "Dian, kamu kenapa Nak, kenapa harus menangis? Apa yang sedang terjadi? Kenapa kamu kesini sendiri? Suamimu mana?" Pertanyaan demi pertanyaan keluar dari mulut nenek tua yang telah keriput dimakan usia. Emak Jamila begitu kaget saat melihat keadaan sang cucu yang telah menangis tersedu-sedu. Mata lentik Dian kini berubah menjadi bengkak disertai warna merah."Mak Dian di fitnah oleh Haris dan bude Meri, mereka menuduh Dian berselingkuh, padahal aku sama sekali tidak melakukan hal keji itu, apalagi saat ini statusku istri orang. Mana berani aku melakukan itu," tak hentinya wanita muda itu menangis.Dian memeluk tubuh sang nenek, walaupun air matanya tak henti terus saja luruh. Dengan perlahan Mak Jamilah mengelus bahu Dian dengan telapak tangan begitu lembut."Kita masuk Nak, bicarakan di dalam saja, tidak enak kalau orang lain melihat kamu sedang menangis begini," sahut Mak Jamilah sembari memapah tubuh Dian yang nampak lemas itu.Mak Jamila membawa cucunya masuk kedalam rumah dan me

  • JADI JANDA GARA-GARA JANDA   Bab 96

    "Apa maksud kalian dengan semua ini?!" tiba-tiba saja Bu Janita bersama Jali datang sembari melotot.Bagi Janita hari ini adalah hari yang terburuk, rasanya seperti si sambar gledek disiang bolong. Menantu kesayangannya berselingkuh dengan suami muda yang amat dicintainya.Janita memperlihatkan sebuah gambar, yang memang mambuat Dian dan Haris tentu saja terlonjak kaget, gambar yang di perlihatkan Janita, yakni gambar saat Haris mencium Diandra tadi.Mata Dian melirik bergantian pada kediaman bude Meri, wanita berparas cantik itu yakin bahwa Foto itu pemberian dari bude Meri, pantas saja ia merasa bahwa ada sinar Blige ponsel pada saat Haris hampir saja menodainya."Ma, tadi Haris mau melukai aku makannya dia menciumi secara paksa, tadi aku sudah coba melawan akan tetapi tanganku tak bisa melawan dan memberontak," ungkapku tergopoh menjelaskan pada sang mertua.Akan tetapi sepertinya Bu Janita tak percaya sama sekali sebab ia membaca pesan dari bude Meri bahwa Diandra menggoda Haris -

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status