Share

PAKET BERMASALAH

"Jadi daster itu bukan Ibu yang kirim?" Pertanyaan Mas Pras semakin membuatku gugup.

"Bukan, Pras!"

"Coba atuh Neng, dilihat lagi nama pengirimnya!" titah Teh Lina.

"Bagaimana ya Teh, mana plastiknya sudah Jani buang?" kataku beralasan. 

"Kalau paket nyasar, bisa bahaya Ma! Bagaimana kalau diminta ganti rugi karena sudah buka paket?"

Lagi-lagi Mas Pras bikin aku kesal. Udah tau aku lagi marah, tetap saja pelitnya keluar!

"Mama kan, nggak tahu, Pa!"

"Makanya Ma, jangan asal buka. Aplikasinya aja nggak punya!"

Ck, lihat aja, setelah Ibu pulang nanti. Akan ku tambah diamku selama sebulan, biar tau rasa! dengkusku kesal.

Gara-gara paket dari Aa Hadi, malam harinya, aku sampai tidak bisa tidur. Selain Mas Pras terlihat curiga, aku juga kepikiran karena belum bisa bicara mengenai Aa Hadi pada Ibu.

Dan Mas Pras, lelaki disampingku itu terus mewanti-wanti agar aku tidak menggunakan daster itu dulu, selama satu bulan.

Huh! Takut banget kena denda dan disuruh bayar sepertinya!

Kulirik jam di dinding yang menunjukan pukul satu malam. Arrgghh, kenapa jam berjalan lambat hari ini???

Aku ingin segera pagi, lalu Mas Pras berangkat kerja. Setelah itu, aku akan mengatakan semuanya pada Ibu dan aku bisa kembali bernafas lega.

Tapi sampai waktu yang direncanakan, aku belum juga bisa tidur. Ingin pergi ke kamar Ibu, tapi takut kalau Hamdi dan Nindy yang tidur disampingku ikut terbangun.

"Ma, bangun Ma!" 

Terasa sekali Mas Pras terus menepuk-nepuk punggunggku.

Aku terbangun dan melihat kedua anakku sudah tidak ada. Lalu mataku beralih ke Mas Pras yang sudah rapi. Saat kulihat jam, ternyata sudah jam tujuh pagi.

"Astaghfirullah, Pa, aku kesiangan, kenapa enggak bangunin?" tanyaku pada Mas Pras dengan kesal.

"Ya kan, Papa lihat kamu enggak tidur sampai pagi. Lagipula kamu juga sedang halangan. Jadi Papa rasa, sekali-kali bangun siang enggak apa-apa. Ibu juga udah masak dan mandiin Nindy sama Hamdi kok!"

"Ibu?"

"Iya Ibu!"

"Sekarang Ibu mana, Pa?"

"Tuh, di depan sama anak-anak!" 

Duh, jangan sampai Ibu di depan ketemu Aa Hadi!

Segera kususul Ibu yang tengah menyuapi kedua anakku di depan. Tak peduli belum cuci muka dan sikat gigi, aku meluncur sambil menarik mukena andalanku kala terburu-buru.

"Bu, masuk Bu!" kataku sambil mengambil Hamdi dari tangan Ibu.

"Kenapa Teh?" tanya Ibu penasaran.

"Jani nggak biasa suapin anak-anak di luar Bu," bohongku.

"Enggak apa-apa atuh Teh, nanggung ini sedikit lagi!"

Aku lalu teringat Aa Hadi yang biasa berangkat kerja sekitar jam delapan pagi. Mudah-mudahan saja dia tidak keburu ke luar dulu.

Segera ku gandeng Nindy, supaya tidak ada lagi penolakan dari Ibu. Bisa kulihat wajahnya yang penuh tanda tanya. Tapi sebelum Ibu mengekor di belakangku, pintu pagar rumah Teh Lina seperti dibuka.

Gegas aku kembali lagi ke depan dan menarik tangan Ibu dengan paksa.

Duh, Ibu maafkan anakmu ini ....

Setelah Ibu masuk, bersamaan dengan Mas Pras yang akan berangkat kerja.

Setelah kupastikan aman, buru-buru kukunci pintu dengan rapat, karena Teh Lina suka langsung nyelonong masuk ke dalam. Lalu setelah itu, kuajak Ibu bicara di kamar, dengan membawa kedua anakku serta.

"Teteh kenapa sih?" dengkus Ibu yang terdengar kesal dengan tindakanku sejak tadi. 

"Bu, sebenernya suami Teh Lina itu Aa Hadi, mantan pacar Jani dulu, inget nggak, Bu?"

Ibu terlihat mengernyitkan dahinya dan mencoba mengingat, lama sekali. Padahal, mantan pacarku kan cuma Aa Hadi. Duh Ibu!

"Hah? Hadi? Yang bener Teh?" serunya tak percaya.

"Iya Bu, bener ... makanya, Jani takut Ibu keceplosan. Ibu lihat kan, istrinya baik sama Jani? Jani merasa bersalah, Bu!"

"Kok bisa kebetulan begini ya Teh?"

"Enggak tau Bu, mana dia masih nyeleneh seperti dulu. Coba Bu, itu daster dia yang kirim atas nama Ibu Elvy Sukaesih!"

"Eleuh, si Aa ... masa iya dia masih suka sama kamu? Padahal istrinya cetar begitu!"

"Itu dia Bu, Jani enggak bisa tanya sama dia maksud sebenarnya. Waktu itu aja, dia kirim anggur hijau lewat Teh Lina. Jani semakin bersalah Bu, karena dia melibatkan istrinya buat kasih perhatian ke Jani .... " 

Ibu tampak sedang berpikir dan mencerna semua ucapanku.

"Ibu ngerti kan, bagaimana perasaan Jani sekarang?"

"Enggak!"

"Ih Ibu, kirain Jani, Ibu mikirin!"

"Mikirin sih mikirin Teh, tapi kalau diingat-ingat, Ibu kangen juga sama si Aa!"

"Dih Ibu, jangan sampai Mas Pras curiga. Teh Lina juga . Si Aa suka nggak mikirin orang!'

"Ibu kangen ngobrol sama dia Teh, nggak kaya suami kamu itu, baeud wae( cemberut aja)!"

Wajarlah Mas Pras yang pelit itu cemberut, karena setiap kali keluarga aku atau keluarganya datang, Mas Pras akan menambah jatah belanjaku dua kali lipat.

Aku sih enggak minta, hanya saja dia enggak mau terlihat sengsara di mata keluarga kami.

Apalagi, Ibu tinggal di sini agak lama, sekalian nunggu saudara di Jakarta hajatan. Jadi nanti Bapak dan Anjeli adikku, nyusul kesini menjemput Ibu sekalian kondangan.

Sikap Mas Pras yang jarang bicara selain dengan istrinya, membuat Ibu sungkan mengajaknya ngobrol. Karena itu, Ibu kurang akrab sama dia. Ditegur syukur, enggak ya sudah. Itu prinsip Mas Pras.

Sedangkan dulu, Ibu dan Aa Hadi memang sudah terlanjur dekat. Pokoknya, walau usia kami terpaut jauh, dia tetap terlihat sempurna di mata kami, kalau saja dia tidak berbohong dan sudah memiliki istri.

Aku juga enggak tahu sampai kapan harus menyimpan rahasia ini.

Bagaimana dengan Mas Pras dan Teh Lina? Apa mereka bisa bersikap biasa saja kalau mengetahui yang sebenarnya?

Duh, Gusti, aku enggak sanggup kehilangan orang sebaik Teh Lina. Dan marahnya Mas Pras ... tahulah marahnya orang diam itu seperti apa? Bisa dua kali lipat lebih ganas!

"Tapi Teh, si Hadi ternyata pintar juga cari uang ya? Rumahnya besar begitu?" tanya Ibu antusias. Sepertinya, Ibu benar-benar rindu sama mantanku itu!

"Kan dulu juga waktu sama Jani dia sudah mapan, Bu! Sudah ah, Jani cuma mau pesan begitu sama Ibu. Kalau bisa Ibu jangan keluar dulu, Jani enggak mau Ibu ketemu dia!"

"Tapi Teh?!"

"Apalagi Bu?"

"Ini kaya bau gosong!"

Kuhirup nafas sedalam mungkin, untuk mencari bau yang Ibu maksud. Lalu mengendus-endus. Tercium bau gosong kabel terbakar yang amat menyengat dan ....

Pet!

Listrik padam!

Ini mah, ada yang korslet pasti. 

Duh, bagaimana ini???

Mas Pras sudah berangkat, masa aku harus minta tolong sama suami Teh Lina?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status