POV TAMAHari berlalu, aku masih bingung gimana caranya untuk punya pegangan untuk lahiran. Aku tak mungkin pinjam bos karna aku kerja juga belum genap dua minggu. Aku pusing mana hari ini bos sangat sibuk menghadiri hari pernikahan mitra bisnisnya dia yaitu Hadi tak lain kekasih mantan istriku sekarang. Aku tak mungkin bicara dengan bos di waktu sibuk seperti ini. Hari ini pabrik hanya bekerja setengah hari di karenakan hari bahagia Hadi, pak Bos beri keringanan kerja hari ini. Tentunya agar karyawan bisa menghadiri pernikahan itu. Semua staf dan buruh pabrik juga ikut di undang."Tama gimana? Kamu Ikut pergi melihat pesta Bisnisman Hadi itu?" tanya salah seorang rekanku sontak aku menggeleng."Gak, aku mungkin langsung pulang," ujarku, sedikit Dino mengangguk."Baiklah, aku duluan ya?" pamitnya aku mengangguk.
POV ARUMMas Tama, apa maksudnya datang ke pesta pernikahanku dengan meminta belas kasihan seperti ini. Aku harus tetap menyambut tamu yang lain dengan baik, ini hari kebahagiaanku aku gak boleh berwajah gundah. Setelah semua selesai memberi selamat kami berdua duduk. Aku masih kepikiran bisikan mas Tama tadi. Sedikit aku lirik mas Tama masih memandangku dengan tatapan berkaca-kaca dipojokan, Sedikit aku berdesih."Apa yang terjadi, segitu frustasinya 'kah mas Tama hingga tak mau cari orang lain untuk dimintai tolong," batinku di hati."Sayang, ada apa?" tanya mas Hadi, sontak aku menoleh. Dengan Sedikit mas Hadi melirik Tama. Melihat mas Hadi melihat ke arahnya, mas Tama sedikit menjauh. Aku mendegup. Aku bingung mau jujur sama mas Hadi atau gimana tentang mas Tama mengatakan sesuatu padaku. Mas Hadi bisa saja salah paham.Segerapun aku
POV RESTIMalam ini aku sisir jalanan yang sudah mulai sepi. Dadaku terasa sesak dan tersayat. Aku menangis tersedu-sedu sembari tetap harus berjalan mencari angkot untuk menuju rumah sakit."Hiks.... Apa aku beneran jalang?" lirihku dengan air mata yang mengucur deras. Dadaku terasa sakit sekali saat membayangkan setengah jam yang lalu. Seorang pelacur hina melayani tamu prianya, aku berdesih kesal saat mengingat semua itu."Hiks.... Arrrrrgggh..!" teriakku dimalam sunyi, tubuhku melemah tulangku seakan tak bisa menopang seluruh tubuhku. Aku bersimpuh dan menangis tersedu-sedu."Irfan...," bisikku tertunduk. Kembali air mataku mengucur deras saat mengingat orang yang aku cintai itu. Berkali-kali aku jatuh bangun dengan tertatihku coba berjalan hingga akhirnya aku sampai juga di rumah sakit, aku masuk ke dalam ruangan ICU dimana ib
POV ARUMBulan yang membahagiakan, satu bulan ini kami menghabiskan bulan madu bersama mas Hadi berduan ke Bali. Sengaja pilih yang dekat saja karna aku masih trauma akan peristiwa perjalanan keluar negri waktu itu. Satu bulan sudah sangat cukup karna mas Hadi harus kembali mengurus bisinisnya, dan tentunya Caca dia tidak mau berpisah denganku terlalu lama. Kami disambut oleh papa mama dengan wajah berseri keduanya saat di bandara. Sontak saja hatiku hangat."Selamat datang kembali pengantin baru, semoga setelah ini mama dapat kabar baik dari kalian ya?" ujarnya, aku sedikit menyunggingkan senyum hangat pada kedua mertuaku itu."Ayo sini Rum, mama bantu." sigap mama menyambat koperku."Gak usah ma, biar Arum aja ya?" sahutku, wanita paruh baya itu hanya tersenyum hangat menuntunku ke mobil.Sesaat sampa
POV RESTI.Pagi ini di dalam ruangan salah satu kamar club ini, aku menyandar lemah sembari nanar membayangkan kemarahan mas Aldi kemaren. Mataku terasa basah saat aku mengingat tamparannya melayang ke pipiku yang begitu keras. Membuat aku tersadar. Bahwa memang aku sangat rendah.Aku tak ada harga lagi dimata siapapun."Hiks...," tangisku pecah kembali membayangkan betapa hinanya diri ini. Dari pintu kamar terdengar knop pintu terbuka sontak aku menoleh. Teman yang membawa aku ke limbah hina. Celine. Begitu nama malamnya. Nama aslinya ia lah habibah. Aku tidak habis fikir kenapa dia sangat senang dan nyaman melakoni karir esek-esek ini. Sedikit aku menyunggingkan senyum melihatnya mendekat."Bagaima kabarmu hari ini?" tanyanya, aku sedikit membuang muka dengan tertunduk."Begitulah...,"lirihku.&n
POV TAMA.Hari yang malang, aku di pecat dari kantornya pak Broto hanya karna sering salah gunakan mobil kantor untuk keperluan pribadiku. Tentu saja sekarang aku sangat bingung bagaimana caranya mendapatkan pekerjaan. Pekerjaan yang ini saja aku dapatkan susah payah aku harus nunggu beberapa bulan waktu konfirmasi dari perusahaan ini dan malah sekarang aku di pecat.*****Siang ini Luna menyambutku datang dari kantor dan dia terheran melihat aku turun dari ojek."Mas? Ada apa? Kenapa? Mobilmu mana?" tanyanya, aku menghela nafas dan coba menghenyak di teras."Mas di pecat Na?" ucapku pelan. Luna juga ikut menghenyak dan reflek menautkan alis."Kok bisa mas? Ada apa?" tanyanya tak habis pikir. Aku menghela nafas dan berkata."Kat
POV TAMATuuuuuuut...!Bunyi panggilan tersambun. Butuh waktu cukup lama untuk Aldi baru mengangkat telfonku."Halo.." ucapnya terdengar lemas. Sontak aku menautkan alis."Gue sekeluarga sudah berada di resto cabangmu. Dan hari ini sudah mulai buka, antusias warga sini lumayan Al, kamu beruntung sekali mendapat pelanggan sebanyak ini," jelasku, Aldi terdengar bungkam tidak menyahut."Lo baik-baik aja kan?" tanyaku, terdengar Aldi berdesih."Lo urus aja semua ya Ma, gue lagi butuh sendiri," singkatnya, sontak gue menautkan alis panggilan itu terputus."Ada apa dengan ni orang, kadang happy kadang muram. Bunglon kali yak?" bisikku sendiri."Geby, jangan lari-lari nak. Nanti semua pecah," ujar Luna mengejar anaknya. Dengan sen
POV LUNAAku sudah bisa kembali hidup dengan enak dan layak di rumah pemberian Tuan Aldi, tak lain bos dari mas Tama sendiri. Pria tampan berkelas dan sangat sukses itu. Mungkin dia lupa padaku. Tapi aku tau dulu waktu jaman-jaman aku sering main di Club bersama Dion ia sering datangi Club walau hanya sekedar bersenang-senang atau bahkan Jajan wanita malam. Haaah Mudah-mudahan saja dia tak mengenaliku. Tapi sekarang itu bukan urusanku. Selama dia mau memberi kami pekerjaan masalah urusan pribadinya aku tidak mau ikut campur aku salut sama mas Tama punya teman setampan dan sesukses itu juga ternyata, sempat berfikir kenapa aku terlalu bucin pada mas Tama waktu itu. Padahal andai aku bisa memanfaatkan pria sekelas mas Aldi aku pasti untung banyak. Tapi tak dipungkiri mas Tama juga pria yang baik mau membantuku keluar dari penjara. Dan membiayai kedua anak-anakku. Tapi bagaimana ya naluri kecil sekarang seakan tak temukan keb