Hide menyusul karena menyadari Ayu belum pulang. Kemarahan Hide yang selama beberapa hari kebelakang sedikit mengendur, kembali lagi karena Ayu kembali melanggar perintahnya.Hide mengatakan dengan jelas jika Ayu tidak boleh bekerja lembur. Dia mengizinkan Ayu bekerja, tapi tidak dengan lembur.Tapi saat hari pertama bekerja, Ayu dengan mudahnya melanggar perintah,“Cepat sekali kau datang jika tentang urusan Ayumi.”Ryu menyambutnya di depan lift lantai dua. Dia tentu tahu tentang kedatangan Hide dari security yang mengenalinya. “Jangan berkomentar hal yang tidak perlu, aku malas mendengar.” Hide mendesis.Tidak ingin menerima sindiran, dan langsung berjalan menuju tempat ruangan Ayu berada.“Dia masih di dalam bukan?” tanya Hide.“Ya.” Begitu mendengar security melapor tentang kedatangan Hide, Ryu langsung memastikan Ayu belum keluar dari kantor.“Aku sudah meminta Mori untuk tidak membebankan lembur pada semua tim di bawahnya. Heran, tapi Mori… Oh, tidak!”Ryu membekap mulutnya, k
“Apa kau sadar?” tanya Ayu.Tapi Kyoko hanya berdiri sempoyongan sementara menunjuk Ayu yang kebingungan, lalu Kyoko tertawa berderai. Cara tertawa yang belum pernah didengar oleh Ayu. Saat mabuk, Kyoko benar-benar menjadi orang yang sangat jauh berbeda.“Tenang sedikit. Aku tidak bisa membawamu ke dalam taksi.” Ayu mencoba untuk menyadarkan Kyoko dengan menepuk lengannya. Tapi Kyoko sudah benar-benar mabuk.Mereka tadi makan malam bersama—Mori dan kedua timnya, dan diakhiri dengan minum. Ayu tentu saja tidak minum sama sekali. Perasaan Ayu tentang kandungannya masih tidak bisa dijelaskan, tapi Ayu tidak akan melakukan sesuatu yang membahayakan seperti minum alkohol.Sudah cukup sekali beberapa minggu lalu Ayu mabuk saat tidak mengetahui dirinya hamil. Ayu sedikit bergidik saat mengingat dirinya pernah mabuk dalam keadaan hamil. Jelas Ayu tidak akan mengulang kebodohan itu.Ayu tadi berhasil menghindar dengan berbagai macam alasan—paling akhir Ayu berbohong dengan mengatakan tidak se
Kaito menatap Ayu yang terlihat mengelus perutnya. Gerakan yang tidak berarti apapun untuk Kaito.Tapi pikiran Ayu kembali ke kandungannya. Jika saja penawaran dari Kaito itu datang sebelum Ayu mengetahui soal kehamilannya, mungkin Ayu langsung akan menerimanya.Tapi semua terlambat, dan tidak akan bisa diperbaiki lagi. Ayu tidak mungkin kembali kerumah Kaito dalam keadaan hamil—mustahil. Satu hal yang pasti, Kaede tidak akan menyambutnya dengan sukarela maupun dengan senyum bahagia.“Apa ibumu mengetahui apa yang kau lakukan saat ini?” tanya Ayu.Ia sedikit berharap, tapi pandangan mata Kaito yang layu cukup untuk memberitahu Ayu jika apa yang diharapkan adalah kemustahilan.Banyak hal yang berubah dari dirinya saat ini, tapi tidak dengan Kaito. Dia masih menjadi Kaito yang manis dan ingin membuat ibunya puas dengan selalu bersikap sopan tanpa bantahan.“Sakit. Aku merasa sangat sakit,” gumam Ayu, sambil memasukkan gelas kertas miliknya yang sudah kosong ke dalam saku mantelnya. Tida
Keberanian dan amarah karena Ayu memang benar-benar jengkel dengan apa yang dilakukan Hide. Kaito mengecewakan, tapi menurutnya Hide juga telah bertindak terlalu jauh dengan mengancam Kaito tadi.“Bagaimana mungkin aku tidak ikut campur? Saat ini kau membawa anakku, dan kau akan membawanya ke rumah yang terkutuk itu. Dengan begini kau bisa melihat bukan? Pria idamanmu itu tidak lebih dari betina yang menyamar jadi jantan!” cela Hide dengan seringai ejekan.“Aku sudah berjanji akan menjaga anak ini, dan aku akan menjaganya. Aku tidak akan dengan bodoh membawanya ke keluarga Nakamura! Tapi apa yang aku lakukan setelah itu adalah terserah aku! Terserah aku ingin hidup dengan siapa dan dengan cara apa…”“Kau berpikir untuk kembali bersama dengan Sampah itu setelah melahirkan anakku?!” Desisan Hide semakin rendah. Setelah paham apa keinginan Ayu yang terpendam.“Ya!” Ayu menjawab, tapi mengalihkan pandangan dengan berpura-pura menyibak rambutnya. Ayu tidak yakin dengan rencana itu, tapi me
Ayu tidak bisa menahan senyum, saat menatap benda yang sudah lama diinginkannya. Barang yang sejak kemarin ditunda kepemilikannya, tapi Ayu tidak bisa menundanya lagi, karena Kyoko selalu mendesaknya untuk membeli. Maka Kyoko akan menjadi orang pertama yang melihat benda itu—selain dirinya.Ayu keluar dari lift dan tersenyum semakin lebar, saat melihat Kyoko sudah datang dan sedang menunggu komputernya menyala.“Kyoko-chan…” Ayu memanggil dengan nada manis, dan Kyoko langsung terlihat waspada. Bersiap menghadapi serangan Ayu yang manis manja itu.“Apa yang membuatmu sangat bahagia hari ini? Sudah beberapa lama ini kau biasanya muram.”Kyoko menatap curiga, tapi Ayu malah tertawa geli. Meski pertanyaan tadi terdengar seperti ejekan, Ayu hanya melihat jika Kyoko sebenarnya sangat perhatian, sampai memperhatikan detail emosinya setiap hari.Tentu dengan semua masalah yang dihadapi Ayu, memang tidak akan membuatnya selalu terlihat ceria setiap hari.“Aku membeli ini, dan kau yang pertama
“Apa maksudmu masih suami Ayumi? Aku sudah menyuruhmu untuk menceraikan Ayumi semenjak dia pergi dari rumah ini, dan tidur dengan pamannya. Kau masih ingin mempertahankan wanita seperti itu?” Kaede yang biasanya menghindari menyebut Ayumi dan apa yang dilakukannya, kini memuntahkan amarah dengan mata melotot memandang Kaito. Kejengkelannya tidak terbendung karena ini adalah pertama kalinya Kaito melawannya. “Tapi itu kesalahan, Ayumi…” “Kau berani membela gadis murahan itu dihadapanku? Gadis mandul yang sampai sekarang tidak bisa memberimu keturunan? Kau masih berani membelanya dihadapanku? Dia tidak berharga!” Hinaan Kaede semakin kasar. “Oka-san! Dia istriku, dan selama ada disini selalu patuh padamu. Aku memilihnya karena mencintainya.” “Tolol! Cinta itu membuatmu buta atau bagaimana? Sudah jelas dia menghianatimu. Dia tidak pantas untuk menjadi anggota keluarga Nakamura! Menjijikkan!” Kaede mendekati Kaito yang berdiri dan menusuk dadanya dengan telunjuk. “Apa kau sudah gila
“Ada apa dengan kau 'membeli tiket pesawat biasa'?”Ryu menghubungi Hide dengan kebingungan, karena ada yang menyebut Hide meminta untuk pemesanan tiket pesawat. Bukan kebiasaan Hide pergi memakai penerbangan komersil meski bukan kelas ekonomi.“Aku hanya tidak ingin membuat kejutan berlebihan.”Hide beralasan sambil memandang Ayu yang kini berdiri di depan kaca untuk memandang kegelapan runaway. Ada beberapa pesawat yang mondar-mandir, dan meski di luar sudah gelap, Ayu masih bisa melihat dengan cukup jelas karena bantuan lampu.“Maksudmu untuk Ayumi? Hmm… Kau aneh. Merepotkan diri sendiri.” Ryu mencela.“Aku hanya ingin hati-hati. Aku tidak ingin Ayu bertanya-tanya tentang Hayato setelahnya. Dan kau tahu bagaimana jika dia sudah bertanya tentang orang tuanya. Aku sudah mengatakannya padamu kemarin.” Hide mendesis, dan Ryu segera mengeluarkan keluhan penyesalan.“Oke…oke. Aku mengerti. Maaf.”Hide tidak akan mengulangi kebodohannya untuk menyebut tentang orang tua Ayu lagi.“Apa aku
Masalahnya, keanehan yang ditunjukkan oleh Hide datang bertubi-tubi. Mulai dari melon Yubari yang berharga, sampai kedatangannya ke toko ini. Hide hanya menyerahkan kartu nama dan pelayan toko tadi langsung memberi perlakuan khusus.Tentu saja Ayu ingin tahu kartu nama apa yang ditunjukkan oleh Hide kepada mereka. Kartu sakti macam apa yang bisa membuat mereka mendapatkan mochi dalam waktu singkat—tidak harus menunggu seminggu. Ayu kembali merasa sedikit konyol karena mochi. Mereka pergi sejauh ini hanya untuk mochi, dan jelas harus meminta perlakuan khusus hanya untuk mochi.“Apa kau bertanya aku siapa?” Hide berpaling menatapnya dan mengernyit.“Aku merawatmu semenjak 12 tahun yang lalu.” Hide mengingatkan.“Maksudku…”“Kau ingin memilih atau tidak?” Hide mengalihkan perhatian Ayu, menunjuk etalase.Ayu mengangguk meneruskan niatnya datang ke toko ini. Ayu tadinya masih ingin bertanya, tapi konsentrasi Ayu dengan cepat berpindah setelah menatap aneka warna kue mochi yang tersaji di