Ayu membungkuk, melepaskan sepatunya dan melangkah ke dalam rumah, dengan kaki nyaris berjingkat agar tidak menimbulkan suara. Ayu harus hati-hati, karena dia pulang sangat terlambat. Restoran tempatnya melamar, ternyata hanya mau memberi kesempatan untuk wawancara setelah malam tiba—menunggu pemiliknya datang. Tentu saja Ayu dengan nekat menunggu, karena hanya restoran itu yang tersisa. Untung saja yang dilakukannya tidak sia-sia. Restoran itu juga memberinya pekerjaan. Dengan begitu, Ayu resmi mempunyai dua pekerjaan. Pekerjaan di pasar swalayan, dan juga sebagai pelayan di restoran.
Meski keduanya pekerjaan kasar, tapi paling tidak, dengan bekerja di dua tempat sekaligus, Ayu memiliki harapan untuk bisa mengumpulkan uang dengan lebih cepat. Ayu sudah menghitung pendapatannya dengan sangat detail saat perjalanan pulang tadi, dan bisa membuat perkiraan jika dalam waktu tiga atau empat bulan ke depan, dia sudah bisa mengumpulkan uang untuk menyewa apartemen sederhana da
“AAGHH!” Ayu menjerit, menutupi wajahnya dengan tangan, dan menggelengkan kepala, tidak ingin menerima ciuman itu, tapi Hide menangkap kedua tangan Ayu dan menurunkannya dari wajah.“Apa lagi yang kau inginkan dari keluarga itu? Aku sudah menyuruhmu untuk tinggal di sini, dan lupakan mereka! Apa aku tidak cukup?” Suara Hide lebih lirih, tapi Ayu sudah telanjur ketakutan dan tubuhnya semakin gemetar.Dengan kenekatan yang terakhir, Ayu mengibaskan kedua tangan Hide, dan berhasil melepaskan diri. Cengkeraman itu tidak terlalu kuat karena Hide mabuk. Dan dengan mudah Ayu mendorong tubuh Hide ke samping.Tanpa menoleh lagi, Ayu berlari sekencang mungkin menuju ke kamarnya dan menutup pintu.Diiringi napas tersengal, Ayu kembali luruh. Terduduk memeluk tubuhnya sendiri. Untuk menenangkan gemetar, sekaligus menahan isakan yang sudah nyaris keluar dari bibirnya. “Kenapa…” Isakan itu akhirnya tetap datang seiring air mata.
“Shokuji o tanoshinde.” (Selamat Menikmati)Ayu membungkuk lalu mundur dengan wajah penuh senyum, sambil merapikan kimono yang dipakainya. Pakaian itu sedikit merepotkan pastinya—karena Ayu tidak terbiasa, tapi kimono itu adalah keharusan saat bekerja di restoran. Kimono itu adalah seragam karena restoran tempatnya bekerja bertema klasik. Menyajikan masakan tradisional asli Jepang dengan dekorasi yang juga kental dengan nuansa Jepang kuno.Ayu awalnya ragu bisa melakukan pekerjaan itu, karena pengalamannya memakai kimono hanya saat pergi ke festival musim panas bersama Rie beberapa kali, tapi setelah dua hari dan mendapat tips dari pramusaji lain yang ada di restoran itu, Ayu dengan mudah beradaptasi dan kini bisa dengan lancar melakukan pekerjaan—bahkan berlari memakai kimono itu tanpa merusak bentuknya. Ayu juga menyukai lingkungan kerja di restoran itu. Karena sangat sibuk, membuatnya cepat lupa dengan segala kehidupan mengenaskan di dunia ny
“Apa yang terjadi dengan tanganmu?” tanya Hide saat melihat telunjuk Ayu yang tertutup perban, saat mereka berpapasan di dekat dapur.“Tergores pecahan cangkir.” Ayu menjawab sesingkat mungkin, lalu membungkuk dan berlari keluar. Berangkat menuju ke stasiun untuk bekerja. Tentu saja Ayu tergesa keluar, mencegah Hide bertanya lebih lanjut, maupun mempunyai ide untuk melarangnya. Ayu sudah cukup menyesal dengan bangun terlambat tadi. Tentu saja karena menangis cukup lama semalam. Kehilangan salah satu pekerjaan nyaris membuat Ayu kembali pada titik yang membuatnya putus asa.Tapi kini Ayu sudah kembali mendapatkan tekadnya hari ini. Dia sengaja mengambil shift pagi di swalayan, jadi nanti akan punya waktu luang untuk mencari pekerjaan lain. Ayu akan mencoba bertanya di restoran lain, atau mungkin swalayan yang lain. Ayu tidak akan menyerah dengan satu pekerjaan saja. Dia tidak ingin memperpanjang masa tinggalnya di tempat Hide. Ayu mempunyai tujua
Hide yang duduk pada kursi kulit mengilat berwarna gelap, menatap dua orang yang membungkuk di depannya, dengan pandangan datar. Tapi diamnya Hide itu justru membuat dua orang itu terlihat gelisah.Mereka tahu jika Hide yang diam, lebih berbahaya daripada Hide yang bicara.“Siapa di antara kalian yang melukai tangannya?” tanya Hide. Setelah beberapa lama, pertanyaan akhirnya datang. Dua orang yang ada di depannya terlihat semakin gugup, saling menatap. Pernyataan itu menyiramkan ketakutan pada kegelisahan mereka yang menumpuk.“S...saya, Sandaime." (Ketua Generasi Ketiga)Pria dengan tato di pipinya menjawab terbata, sambil kembali membungkuk.“Yamada? Apa yang kau lakukan padanya?” Hide menyandarkan kepalanya, kini hanya menatap Yamada.“Saya menendang pecahan cangkir, tapi gadis itu memegangnya. Tangannya tergores karena itu.” Yamada bercerita dengan tubuh membungkuk semakin dalam, lebih dari s
Ayu mengelus pakaiannya untuk merapikan diri. Sudah beberapa kali Ayu melakukannya, semenjak dia melihat bagaimana wujud dari kantor Shingi Fusaya Real Estate. Ayu merasa penampilannya mungkin sedikit kurang rapi, saat menyadari jika perusahaan itu lebih besar dari bayangannya. Informasi yang tertulis di internet kemarin tidak lengkap.Perusahaan itu menempati gedung lima lantai yang berada di daerah perkantoran utama kota Tokyo. Yang mana, sudah pasti harga tanah dan juga properti di situ sangat mahal. Bisa menempati satu gedung di situ berarti Shingi benar-benar kuat. Lingkungan pekerjaan yang ini akan sangat jauh berbeda daripada sekadar swalayan maupun restoran yang kemarin. Ayu merasa salah tempat saat pertama datang tadi.Tapi saat menunjukkan surat panggilan di lobi tadi, sudah dipastikan Ayu tidak salah tempat. Surat itu disambut, dan Ayu dengan cepat diantar ke ke area HRD yang ada di lantai tiga untuk menjalani wawancara. Bahkan wawancara itu juga tidak
“Bukankah kemarin kau memasukkan datanya di sini? Rumah yang ini tidak termasuk berharga mahal.” Ayu menunjuk folder lain, membantu Riko karena terlihat kebingungan.“Aaahh…” Riko mendesah panjang, lalu membuka folder yang dimaksudkan oleh Ayu, dan tentu akhirnya menemukan data rumah yang ada di depan mereka.“Hebat. Kau cepat sekali belajar rupanya,” puji Riko. Ayu hanya tersenyum malu, tapi gembira mendengarnya.“Aku tadi berpikir rumah ini akan termasuk yang mahal melihat ukurannya,” kata Riko, sambil membuka data dari tab di tangannya.Ayu sudah meninggalkannya, mulai mengukur lebar gerbang. Menunduk dan mencatat dengan teliti hasil pengukuran itu. Kerja lapangan memang termasuk bagian dari pekerjaan barunya. Untung saja, untuk kegiatan luar seperti ini, Shinigi menyediakan celana panjang hitam sebagai seragam. Ayu dulu sempat heran saat membayangkan dia harus bekerja di luar memakai rok pendek it
“Maaf, tapi apa maksud Anda mengatakan itu?” Ayu berdiri dan menatap Mori. Tentu saja Ayu sangat mengerti apa yang dimaksud Mori. Ini bukan pertama kalinya Mori mengatakan hal sejenis itu. Ayu masih ingat percakapan antara Mori dan wanita dari HRD kemarin. Keberadaannya mencurigakan. Tapi Ayu tidak akan menerima hinaan, karena memang dia tidak melakukan hal aneh apapun. Dia kesini karena panggilan. Entah bagaimana dan oleh siapa. Dan yang jelas, Ayu sudah merasa berusaha sangat keras untuk mengejar ketinggalan dan belajar. Kerja keras itu tidaklah mudah.“Kau sudah dengar apa yang aku bicarakan, bukan? Kau tidak cocok…”“Maaf, tapi kenapa Anda menganggap saya tidak cocok? Apa selama beberapa minggu ini saya melakukan kesalahan? Apa ada kinerja buruk dalam catatan saya?”Ayu berani karena tahu kerjanya nyaris sempurna. Mungkin dia melakukan kesalahan, tapi itu hanya terjadi antara minggu pertama dia bekerja&m
“Tidak! Aku akan tetap bekerja, dan kau tidak boleh ikut campur!” Ayu membalas tidak kalah tegas, lalu berpaling dan berjalan lebih cepat menuju kamarnya. Ayu tidak ingin berdebat lagi. Ayu tidak ingin pujian atas segala kerja kerasnya, tapi jelas, ia tidak ingin mendengar teguran lagi. Ayu ingin memutuskan sendiri kehidupannya saat ini.“Yumi!” Hide membentak. Jelas balasan Ayu tadi terhitung terlalu berani.“Pulang lebih cepat atau…” Hide tidak melengkapi kalimatnya karena Ayu tidak lagi terlihat.Hide juga tidak menyusul, tapi masih jengkel karena mendengar suara cawan beradu dengan meja kayu yang terdengar cukup nyaring setelahnya. Hide mendengus lalu mengambil ponsel, menghubungi Ryu.“Ada apa ini? Sejak kapan kau menghubungiku dari ponsel saat di rumah?” Ryu menyahut dengan terkejut. Dia tahu persis, biasanya Hide selalu memakai telepon biasa untuk menghubunginya saat di rumah.“Rus