Beranda / Romansa / JANGAN PERGI BUNDA / BAB 1 Pertengkaran

Share

JANGAN PERGI BUNDA
JANGAN PERGI BUNDA
Penulis: Malica

BAB 1 Pertengkaran

Penulis: Malica
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-20 21:03:04

Pagi pagi Miranti sudah bangun,dia melihat kesebelahnya yang biasa ditempati suaminya kini kosong kemudian dia turun dari ranjang pelan pelan, melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekaligus mengambil air wudhu untuk sholat subuh.

Walaupun keadaan perutnya yang semakin membuncit membuat geraknya sedikit kesulitan tapi tidak menyurutkan niat Miranti untuk tetap beribadah.

Setelah selesai sholat dan melipat sajadahnya kemudian menaruhnya diatas nakas, dia bergegas ke dapur untuk membuat sarapan.

“Kamu sudah bangun nak?” tanya ibu mertuanya yang sudah lebih dulu berada didapur.

“Iya bu maaf miranti bangun kesiangan”, jawab Miranti lirih sambil meringis memegangi perutnya.

“Ngga apa apa, kamu duduk saja biar ibu yang bikin sarapan”, jawab ibu mertunya dengan lemah lembut. Miranti merasa bersyukur mempunyai ibu mertua yang baik, tidak seperti yang selama ini dia lihat di sinetron sinetron. Walaupun kehidupan yang dia jalani selama berumah tangga dengan Radit ekonominya pas pasan bahkan cenderung kekurangan tapi Miranti merasa bersyukur memiliki ibu mertua yang baik yang memperlakukan dirinya seperti anak sendiri.

‘Oh ya bu, mas Radite pulang jam berapa?” tanya Miranti . Bu Ismi orang tua Radite hanya mendesah sambil menundukkan kepala. Raut mukanya mendadak sendu.

“Dia pulang pagi, dan sekarang masih tidur di sofa, maafkan Radite ya nak?” kata bu Ismi sambil memeluk tubuhku. Tubuh tuanya bergetar dalam pelukanku. Dia menangis memikirkan keadaan anak satu satunya. Aku tahu apa yang beliau rasakan saat ini. Ku elus punggungnya untuk memberinya semangat.Walaupun kondisiku saat ini tidak jauh berbeda dengan nya. Bahkan mungkin aku lebih terpuruk, Sebentar lagi akan melahirkan jangankan untuk persiapan biaya kelahiran untuk makan sehari hari saja sudah sulit. Tabungan yang ku miliki selama kuliah habis untuk kebutuhan sehari hari. Kini tinggal beberapa perhiasan yang ku miliki, yang rencananya akan aku jual untuk biaya lahiran nanti.

“Bu bau apa ini ?” tanyaku pada ibu mertua sambil mengendus bau yang mulai menguar.

“Ya Allah gosong masakannya”, teriak ibu mertuaku sambil bergegas mematikan kompor.

Telor dadar yang diharapkan bisa menjadi lauk sarapan pagi gosong.

“Gimana ini?, gumam ibu dengan raut wajah kecewa.

“Udahlah bu, buang aja telornya masih ada tiga mending digoreng lagi”, kataku sambil beranjak mengambil telor yang masih tersisa di kulkas.

“Tapi persediaan makanan kita tinggal ini aja, biar deh ibu yang makan telor ini, sayang kalau dibuang”, kata ibu memindahkan telor gosong itu dari meja kemudian mengoreng telor yang baru.

“Bu, buang aja, makanan gosong bisa memicu penyakit kalau di makan, nanti siang aku coba ke pasar untuk cari rejeki”, kataku sambil mengambil telor gosong itu dan membuangnya di tempat sampah. Saat kami sedang menikmati sarapan pagi tiba tiba mas Radite datang dengan rambut yang berantakan dan muka lusuh.

“Kalian ribut apa berisik banget,Mira bikinkan aku kopi cepat!”, kata Radite dengan suara lantang. Aku langsung menghentikan makanku dan cepat cepat membuka lemari tempat menyimpan kopi dan gula. Kemudian mengambil gelas dan menjerang air.

“Biar ibu saja nanti perutmu kena air panas”, kata ibu mertuaku merebut kelas dan tempat air panas. Aku mengalah kemudian mengambil kopi dan gula kemudian menyerahkannya pada ibu.

“Ini mas kopinya”, ucapku sambil menaruh kopi di meja di hadapan suamiku yang masih ngantuk ngantuk. Mas Radite langsung menyeruput kopinya.

Tiba tiba Buuur… kopi itu disemburkan lagi sampai meja dan lantainya kotor oleh tumpahan kopi.

“Aku minta bikinkan kopi manis bukan kopi pahit, dasar anak manja bikin kopi saja tidak bisa”, bentak suamiku. Aku langsung menunduk dan berusaha mati matian untuk menahan air mata agar jangan sampai tumpah.Rasanya sakit sekali hatiku dibentak suami secara kasar begitu.

“Gulanya habis mas”, kataku lirih.

“Beli dong, tuh warung bu Yuni dekat”, kata suamiku lagi.

“Uangnya ngga ada”, mendengar jawabanku mata suamiku melotot dan menatap tajam ke arahku.

“Hanya untuk beli gula saja kalian ngga bisa, kalau ngga ada duit kan bisa ngutang dulu”.

Aku mendongak menatap tajam ke arah suamiku, rasanya batas kesabaranku sudah habis.

“Mas, sejak kita berumah tangga kamu ngga kerja, tiap hari Cuma luntang lantung saja bahkan sering pulang pagi, sedangkan kebutuhan sehari hari harus ada, kita butuh makan. Untuk makan saja kita sudah susah apalagi sebentar lagi aku mau lahiran mau uang dari mana kalau kerjamu begitu terus”, kataku dengan nada tinggi. Aku sudah tidak perduli lagi dengan keberadaan mertuaku disana.

“Oh kau sekarang berani ya menentangku, aku sudah berusaha cari kerja tapi dasar nasibku sedang sial jadi sampai sekarang belum ada orang yang mau menerimaku kerja, dan itu karena kamu. Kamu pembawa sial dalam kehidupanku!”, benak suamiku. Tak kuasa lagi aku menahan air mata yang luruh membasahi pipi.

“Radite jaga ucapanmu!”, bentak ibu Ismi pada anaknya.

“Oh ibu mau belain dia, itu kenyataan bu sejak aku menikah dengannya kehidupanku bukan tambah enak malah semaki sial”, telunjuk suamiku mengarah kewajahku.

“Oh kalau begitu, kenapa tidak ibu saja yang cari uang untuk kebutuhan kita”, kata Suamiku santai. Aku tak kuat lagi menahan rasa sakit yang mengerogoti hatiku, aku berlalu masuk kamar.

Menangis sepuasnya sambil membenamkan wajahku di bantal sehingga suara tangisanku tidak terdengar. Rasanya aku sudah tidak kuat lagi untuk terus bertahan, suamiku sudah berubah.

Sosok Radit yang penuh kasih sayang dan perhatian tidak ada lagi kini yang ada hanya sosok Radite yang pemalas dan tidak bertanggung jawab. Aku kecewa kecewa sekali.

“Mami maafkan Ranti yang tidak mendengar kata mami”, gumamku lirih disela isak tangis. Setelah capek aku menangis aku terlelap. Bangun saat mendengar suara pitu dibanting keras.

Braak

Aku kaget kemudian bergegas bangun dan melihat jam yang terpasang di dinding.

“Astaghfirullah jam sepuluh”, aku bergegas keluar kamar dan mencari keberadaan ibu mertuaku. Rasa khawatir akan keselamatan ibu membuat aku berjalan tertatih tatih ke dapur dengan mata sembab.

“Di dapur tidak ada, di halaman belakang tidak ada kemana ibu?” aku gelisah memikirkan mertuaku. Wanita yang sangat baik dan menyayangi aku layaknya anak sendiri.

“ Mas ibu kemana?”tanyaku pada suamiku yang sedang asyik bermain ponse diruang tamu.

“ Ibu kerja cari duit buat kebutuhan kita”, jawabnya tanpa melihat ke arahku tatapannya masih fokus pada layar ponsel.

“Apa?, kerja ibu kerja?” tanyaku tak percaya. Mendengar jawabanku baru suamiku menatapku sambil tersenyum sinis.

“Seharusnya kamu yang kerja bukan ibu”, jawabnya dengan raut muka tidak bersalah.

“Kamu gila ya,semua ini tanggung jawabmu, kenapa malah ibu yang disuruh kerja, otakmu ditaruh dimana mas?” tanyaku penuh emosi.

“Apa kau bilang, aku gila?. Aku sudah berusaha cari kerja tapi hasilnya nihil sekarang giliran kalian yang usaha cari kerja” kata suamiku tertawa.

“Dasar anak durhaka, menyesal aku mengikuti kemauanmu mas”, jawabku sambil berbalik untuk pergi namun tiba tiba tanganku ditarik.

“Apa menyesal?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 45 Masa lalu bu Miranti

    “Iya bi, memangnya ada apa kok bi Idah kaget,” tanya suster Lina heran. “Oh ngga, sudah sana di tidurkan dulu non Desy nya nanti kita ngobrol lagi,” kata bi Idah kemudian meneruskan menyapu halaman. Suster Lina bergegas membawa Desy ke kamarnya setelah memastikan keadaan anak majikannya aman suster Lina keluar lagi menemui bi Idah. “Ada apa bi Idah bikin penasaran saja,” tanya suster Lina sambil menepuk bahu bi Idah yang sedang menyapu. Bi Idah tidak menjawab melainkan meneruskan pekerjaannya setelah selesai baru menarik tangan suster Lina menuju bangku di taman samping rumah. “Sini ada yang ingin aku sampaikan,” Suster Lina menurut saja kemudian duduk di samping bi Idah. ‘Cepetan dong bi nanti keburu Desy bangun,” gerutu suster Lina tak sabar. Bi Idah menarik napas dalam dalam kemudian baru memulai ceritanya. “Kata bu Ismi, Desy itu bukan anak pak Ricard, tapi anak dari Radit anaknya bu Ismi. Entah gimana ceritanya saya kurang tahu tapi bu Ismi ingin sekali bi

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 44 Pertanyaan mengejutkan dari Desy

    “Pertanyaan Desy sontak membuat Miranti gelagapan. Ricard juga kaget dengan apa yang ditanyakan anaknya itu.Miranti dan Ricard tidak menyangka Desy akan memberikan pertanyaan yang sangat mengejutkan. “Sayang dari mana kau tahu itu semua. Nenek Desy itu omah Yuli,” jawab Miranti berusaha untuk menyembunyikan permasalahan yang sebenarnya. Belum waktunya anak sekecil Desy tahu kemelut rumah tangga orang tuanya. “Tapi Bun, beliau ngaku neneknya Desy bahkan nunjukin fotonya sama bunda dan dede bayi, kata nenek itu Desy waktu masih bayi. Apa bener Bun Desy yang merawat nenek Ismi,” cerocos Desy. Alih alih menjawab pertanyaan anaknya Miranti langsung muntah muntah lagi.Kepalanya pusing dan napasnya tersengal sengal.Melihat keadaan istrinya Ricard panik dan langsung menghubungi dokter. “Non Desy kita keluar dulu yuk, jalan jalan ke taman, kasihan bunda muntah muntah lagi,” suster Lina menggandeng tangan mungil Desy keluar dari ruangan. Melihat keadaan bundanya Desy diam dan

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 43 Pak syukur bebas

    “Tentang bapakmu?” tebak bu Ismi. “Ya salah satu di antaranya, ada lagi yang ngga kalah penting dari itu bu,” jelas Radit menatap ibunya. “Apa, jangan bikin teka teki Radit, ibu lagi pusing,” Tegas bu Ismi, dirinya kecewa atas sikap Radit yang tidak bisa merayu anaknya untuk bisa lebih dekat dengannya. “Bahrudin tertangkap, dan semua harta miliknya jatuh pada saya, Radit,” ucap Radit bangga sambil membusungkan dada. “Ibu ngga percaya, bukannya kamu selalu bikin kecewa ibu?, sudahlah jangan berhalu,” Ibu beranjak dari tempat duduknya , tapi Radit menarik tangan bu Ismi untuk duduk kembali. “Apalagi ibu memanggilmu ke sini agar bisa bertemu dengan anakmu dan kalian bisa lebih dekat tapi nyatanya apa?, kau hanya diam saja,dan tak berbuat apa apa. Sudah lah Radit ibu masih banyak pekerjaan,”ucap ibu kesal. “Bu dengerin Radit dulu. Aku mau mengajak ibu menemui bapak karena hari ini bapak bebas.” “Benarkah bapak bisa bebas?, alhamdulillah akhirnya kita bis

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 42 Nenek?

    “Assalamualaikum,” salam yang diucapkan oleh bi Idah saat memasuki gerbang rumah bu Hilda. “Waalaikumsalam, eh Saidah, sama siapa?” tanya bu Ismi yang berjalan tergopoh gopoh membukakan pintu. Desy yang sedang asyik makan es cream cuek saja mendengar sapaan dari bu Ismi.Bu Ismi melihat keberadaan cucu yang di rindukannya di depan mata, beliau tidak menyangka akan di pertemukan kembali. “Desy!.. cucu nenek, apa kabar sayang?” tanya Bu Ismi berjongkok dihadapan cucunya itu. Namun Desy bukannya menyambut sapaan neneknya malah bersembunyi di belakang tubuh bi Idah. “Bi dia siapa,kenapa panggil Desy cucu?, Desy ngga kenal Desy takut bi,” rengek Desy sambil menarik tangan bi Idah minta pulang. “Sebentar kita kan baru sampai lagian Bunda juga ngga ada di rumah, nanti Desy sendirian”.Melihat tamunya ngambek bu Ismi yang tidak lain adalah nenek Desy mengajaknya duduk di sofa. “Dah ajak Desy duduk dulu,” kemudian Bu Ismi masuk ke dalam dan mengambilkan puding coklat dari

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 41 Miranti ngidam

    Waktu terus berjalan hari pun terus berganti kini sudah dua bulan sejak kepulangan Ricard dan Miranti dari bulan madu. Semua kembali ke aktivitas semula. Ricard pergi ke Mini market dan Miranti pergi ke butik setelah sekian lama di handle oleh orang kepercayaannya. Mami Yuliana juga sudah kembali ke rumahnya setelah lama menemani cucunya juga mendaftarkan cucunya sekolah.Saat ini Desy sudah sekolah di taman kanak kanan. Setiap pagi pergi ke sekolah di antar oleh pengasuhnya.Hari sudah menunjukkan pukul tujuh tapi Miranti belum juga bangun, dia masih meringkuk di bawah selimut. Ricard yang baru pulang olah raga pagi kaget karena ngga biasanya istrinya masih bermalas malasan. “Sayang, kok belum bangun, katanya mau ke butik sana mandi dulu nanti kita sarapan bareng, kasihan Desy sudah nungguin di meja makan,” kata Ricard sambil mengoyang goyangkan tubuh istrinya. “Aku lagi kurang enak badan, kelapa ku pusing dan perutku mual,” jawab Miranti kemudian menarik selimut menutupi s

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 40 Titipan Bahrudin pada Pardi

    Pardi menatap Radit tak berkedip, dengan pandangan menyelidik membuat Radit merasa risih. “Benar pak, saya menikah dengan Suharti anak satu satunya pak Bahrudin, karena dia sedang hamil jadi Suharti tidak ikit ke sini,” jawab Radit meyakinkan Pardi. “Begini pak, pak Bahrudin memberikan kunci cadangan pada saya karena setiap hari saya yang di tugaskan untuk merawat dan membersihkan villa ini. Apalagi pak Bahrudin jarang sekali ke sini. “Saat ini bapak ada masih ada di villa kan, bisa antar saya ke dalam villa menemui bapak?,”tanya Radit. Pardi geleng geleng kepala sabil kebingungan. “Lho bukannya bapak dari kemarin berada di villa itu?” tanya Radit dengan dahi mengernyit. “Bapak sudah pergi dengan dua orang anggota polisi yang menangkapnya kemarin,sebelum bapak pergi bapak menitipkan amplop coklat berukuran besar dan tebal.” “Isinya apa pak, dan mana amplop itu?,” berondong Radit penasaran. “Kalau isinya saya tidak tahu, tapi sebentar saya ambilkam amplopn

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 39 Rahasia yang terpendam

    “Harti, ada apa dia menelpon?” gumam Radit sambil berjalan keluar dari ruang ATM, kemudian menggeser tombol hijau untuk menerima telpon. “Halo dek, ada apa ?” tanya Radit pura pura tidak tahu padahal dia sudah menduga kalau istrinya menanyakan keberadaannya. “Kamu di mana mas, udah sampai?” jawab Harti dengan nada cemas. “Aku belum sampai di kota Tegal, mobil yang ku pakai tiba tiba mogok padahal baru saja aku isi bahan bakar full,” ucap Radit mencari alasan. “Gawat mas, bapak ke tangkap polisi .” kata Harti panik. “Kok bisa lha wong saya saja belum ketemu bapak,ini saya sedang ke Tegal setelah memperbaiki mobil di bengkel,”ujar Radit lagi. “Terus gimana ini, apa mas Radit balik lagi aja lagian percuma kalau di teruskan ke Tegal bapak sudah di bawa ke Jakarta.” Kata Harti nada putus asa. “Ngga dek, mas lanjutkan ke Tegal ke villa, kamu jangan percaya berita itu dulu siapa tahu hoax,sebelum mas tahu kenyataannya di villa,” jawab Radit kemudian mematikan sam

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 38 Tertangkapnya Bahrudin

    Bapak… ,” Suharti tidak melanjutkan ucapannya dia ragu untuk menyebut di mana keberadaan bapaknya padahal dia tahu persis di mana bapaknya bersembunyi. “Dek, kenapa ragu dan bingung, kalau dek Harti mengatakan di mana keberadaan bapak siapa tahu mas bisa membantu melindungi bapak dari kejaran polisi,” ucap Radit sambil mengelus rambut panjang istrinya. Sejenak Harti menatap suaminya meminta kepastian. “Iya apa kamu ngga percaya sama suamimu sendiri?” ucap Radit untuk meyakinkan istrinya. Padahal dalam hati dia bersorak gembira karena tanpa bersusah payah mencari keberadaan Bahrudin mertuanya ,Suharti sudah menunjukkan persembunyiannya dan Radit tinggal lapor polisi. “Bapak ada di vila di Guci,” jawab Harti tanpa rasa curiga sedikitpun mengatakan yang sejujurnya dia berharap suaminya bisa menolong menyelamatkan bapaknya dari kejaran polisi. “Hah di villa, alamatnya?, biar aku kesana besok.,” Radit menyakinkan kembali pada istrinya. “Villa ASRI mas, itu Vila mili

  • JANGAN PERGI BUNDA   BAB 37 Penyelidikan polisi

    “Halo apa?...” Radit panik dan langsung berganti baju kemudian mengambil kunci mobil kembali. “Mas mau kemana, katanya mau makan?” tanya Suharti bingung melihat suaminya panik setelah menerima telpon. “Mas makannya nanti saja ada hal urgent yang harus di tangani, Mas pergi dulu ya,” Radit bergegas keluar kemudian membuka mobil dan melajukan mobilnya dengan cepat. “Ada apa sebenarnya suamiku itu, telepon dari siapa ya?” gumam Suharti penasaran.Setelah menerima telepon dari kepolisian bahwa pak syukur keracunan makanan, Radit langsung meluncur menuju Rumah sakit . Sampai di sana banyak polisi yang berjaga jaga. “Selamat siang pak, bagaimana keadaan bapak saya?” tanya Radite pada polisi yang berjaga. “Bapak anda selamat dan sudah melewati masa kritisnya, sekarang sedang beristirahat dengan penjagaan yang ketat.” Kata polisi yang berjaga di depan pintu. “ Oh ya pak Radit, dari hasil penyelidikan ada orang yang sengaja menitipkan makanan pada pak Syukur dan set

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status