Share

Cilok Rasa Gulai?

JANIN YANG KAU SURUH GUGURKAN

Bab 5

"Yaaa, siapa tau kamu mau nambah istri atau ganti istri gitu"

Deg, ucapan ibu membuatku mematung. Sebenarnya apa yang diinginkan ibu mertuaku itu? Tak habis pikir ku dibuatnya. Aku yang kesal hanya bisa melampiaskan kekesalanku pada adonan cilok yang tak bersalah ini.

"Huss ibu ngomongnya tolong di jaga. Istri Alan ada di sini loh bu tolong jaga perasaannya" ucap mas Alan.

Ibu menatapku tak suka dan mendelikkan matanya lalu ia pergi meninggalkan kami masuk ke kamarnya lagi.

"Dek, jangan dimasukin hati ya omongan ibu" ucap mas Alan yang sudah berada di belakangku lalu memegang kedua bahuku.

"Tenang saja mas, hatiku terbuat dari baja" ucapku tersenyum tipis.

"Yaudah ayo kita makan ini, tolong ambilkan mangkuk nya mas udah mateng nih" mas Alan pun mengambilkan satu mangkuk sedang.

"Nih dek" ia pun menyodorkan mangkuk tersebut.

"Kok cuman satu sih mas, ara juga kan mau" ucapki sembari cemberut.

"Semangkuk berdua aja, lagian itu sunah loh dek kita dapet pahala plus bisa romantis romantisan" ucapnya yang membuat perasaan yang tadi ancur semrawut kini menjadi mood kembali.

"Semoga mas Alan terus seperti ini, jangan tergoda wanita lain di luaran sana ya allah" batinku berdoa.

Kami pun memakan cilok kuah yang kami buat itu. Tak lupa kami pun saling menyuapi satu sama lain. Setelah habis 2 mangkuk, kami pun merasa kenyang.

"Ini ada setengah wajan lagi dek, mau di habiskan lagi?" Tanya mas Alan yang membuatku cepat menggelengkan kepala.

"Ngga mas, ara kenyang banget liat nih perut ara udah gede gini" ucapku sambil menunjukkan perut yang terisi penuh dengan cilok kuah.

"Dituang ke mangkuk aja ya mas, masukkin ke kulkas?" Saranku, kemudian mas Alan menuangkan cilok kuah itu ke dalam mangkuk. Sementara aku mencuci peralatan bekas membuat dan memasak cilok tadi.

Mungkin karena aroma bumbu yang menyeruak dan mengugah selera, ibu keluar dari kamar lagi.

"Bikin apa?" Tanya ibu ketus.

"Cilok kuah bu. Ibu mau? Mumpung belum dimasukin kulkas. Cilok kuah buatan Tiara enak banget loh." Ucap mas Alan menawarkan cilok yang kubuat pada ibu.

"Makanan apaan itu, makanan kampung. Bisa bisa ibu sakit perut kalo makan itu" ucap ibu sambil bergidik.

Aku menghiraukan ibu dan melanjutkan mencuci piring. Mas Alan pun kembali memasukkan cilok itu ke dalam kulkas. Sementara ibu pergi ke ruang tengah menonton televisi. Padahal di jam jam segini ibu biasanya sudah terlelap tidur.

"Selesai dek? Yuk kita ke kamar. Waktunya kita bikin bayi" ucapnya sambil menjawil dagu ku.

Mas Alan pun menggandengku masuk ke dalam kamar. Saat hendak berbaring, aku lupa kalau keran wastafel belum aku matikan.

"Mas bentar ya, aku kayak nya lupa belum matikan keran air wastafel deh" ucap ku.

"Ya udah mas anter ya" aku tidak menolak, mas Alan pun mengikutiku di belakang.

Saat sampai di dapur, kami terkejut. Ada seseorang yang duduk di meja makan dengan keadaan lampu yang sudah padam. Aku menahan tangan mas Alan yang hendak memukul orang tersebut dengan sapu.

"Nyalain lampu mas, kalo kamu langsung gebukin dia yang ada kita nanti yang jadi tersangka" ucapku berbisik.

1

2

3

Trek

Mas Alan menekan saklar lampu dapur. Kami lebih terkejut karena orang yang duduk di meja makan adalah ibu. Dan apakah kalian tahu apa yang sedang ibu lakukan?

Dia sedang makan cilok kuah yang tadi sempat ia bilang makanan kampung dan bakalan membuat ia sakit perut.

Ibu kaget melihat lampu yang menyala dan menoleh ke belakang melihat kami berdua.

" Nanti sakit perut loh bu, kalo makan makanan kampung" ucapku menggoda ibu.

"Eh ibu ngga sengaja makan ini kirain ibu ini gulai ayam ternyata cilok buatan kamu. Maklum lah dapurnya kan lagi gelap, wajar ibu salah ambil." Ucap ibu mengelak.

Astaga, apakah lidah ibu sudah tidak berfungsi ya? Masa gulai di samain sama cilok. Ada ada saja ibu mertuaku ini.

Ibu pun kembali ke kamarnya sambil menghentak hentakan kakinya. Aku dan mas Alan hanya menggeleng gelengkan kepala. Mas Alan pun memasukkan kembali cilok yang tinggal beberapa biji itu.

Aku lupa dengan tujuan awalku untuk mengecek apakah keran air sudah ditutup atau belum.

Saat ku lihat keran sudah ditutup. Entah aku yang sudah menutup keran itu, atau ibu yang menutupnya.

Kami pun kembali ke kamar, sesampainya disana kami tak langsung tidur. Mas Alan tiba tiba berbicara.

"Dek, maafin mas ya. Mungkin mas belum percaya sepenuhnya ucapanmu tentang ibu" ucap mas Alan yang membuatku tersenyum tipis. Aku pun mengerti perasaan mas Alan, aku tidak memaksa mas Alan untuk mempercayaiku. Biarlah dia melihatnya sendiri perlakuan ibunya pada istrinya ini.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status