JANIN YANG KAU SURUH GUGURKAN
Bab 4 Karena mas Alan tak kunjung bersuara, aku memutuskan untuk pergi ke kamar mandi berhubung adzan Maghrib sudah berkumandang.Dan saat melewati kamar tidur ibu, aku sedikit mendengar pembicaraan ibu. Mungkin ia sedang menelepon anaknya."Iya Sri dia kerjaannya cuman makan sama tidur aja. Mana pernah ia pegang pekerjaan rumah" hanya itu saja yang aku dengar. Sri itu adik bungsu mas Alan.Aku mencoba berhusnudzon, mungkin ibu tidak sedang membicarakanku.Aku pun mengabaikan perasaan yang mengambang ini. Aku memutuskan untuk melanjutkan mengambil wudhu. Saat melewati dapur, meja makan masih penuh dengan hidangan makanan tadi sore."Ibu lupa menyimpannya atau karena mas Alan ada di rumah ya?" Batinku bertanya tanya. Sibuk dengan pikiranku, ternyata mas Alan mengikutiku, bahkan ia sudah berwudhu."Kenapa masih disitu? Cepet wudhu, kita solat berjamaah" ucapnya. Tanpa menjawab perkataan mas Alan, aku pun bergegas masuk kamar mandi dan mengambil wudhu lalu menyusul mas Alan yang sudah menungguku di atas sajadah.Kami pun solat berjamaah dengan khusyuk. Setelah salam, mas Alan pun menyodorkan tangannya untuk kucium, ia pun mencium pucuk kepala yang terbungkus mukena ini.Ia menempelkan tangannya diatas kepalaku sambil berdoa dan aku aamiin kan. Selesai solat, kami melanjutkan untuk membaca al quran dan tanya jawab seputar tajwid.Tak terasa, adzan Isya pun berkumandang dan kami menyudahi membaca al quran lalu melanjutkan solat Isya yang tentunya berjamaah lagi bersama mas Alan."Mas mau makan lagi?" Tanyaku saat sudah selesai membereskan peralatan solat."Ngga ah dek, kayaknya mas mau ngemil aja deh. Kamu bikinkan ya!" Titahnya."Boleh, mau yang manis apa yang gurih gurih?""Mau yang gurih pedas berkuah, dek" ujarnya.Saat hendak keluar kamar, aku baru teringat kita berada di rumah ibu. Bukan di kontrakan yang dulu suka menyetok bahan bahan untuk membuat camilan."Mmm mas, apa ibu nyetok bahan bahannya ga ya?""Oh iya, kita beli dulu bahannya yuk ke warung depan"Aku dan mas Alan pun keluar untuk pergi ke warung. Saat hendak keluar, ternyata ibu berada di ruang tengah sedang menonton tv."Mau kemana kalian malem malem gini?" Tanya sedikit ketus. Tak se ketus saat aku tengah sendiri."Mau ke warung bu, beli bahan buat bikin cemilan" ujar mas Alan menjawab pertanyaan ibu nya."Oh" hanya itu saja jawaban ibu.Kami pun meneruskan rencana kami pergi ke warung depan.Sampai di sana, aku menyebutkan bahan bahan yang dibutuhkan untuk membuat cilok kuah. Ya, aku memutuskan untuk membuat cilok kuah karena mas Alan ingin makanan yang gurih pedas serta berkuah.Saat bu Wita -pemilik warung- sedang menghitung belanjaan, datang seorang wanita cantik berkulit kuning langsat."Bu Wit, mau beli telur sekilo" ucapnya."Eh Indri, udah pulang toh. Cie ketemu mantan terindah nih" ucap bu Wita."Eh bu Wit, udah ah jangan gitu" ucapnya dengan nada yang ahh tak bisa ku jelaskan. Inti nya suara yang menggoda. Kulihat mas Alan melirik kearah wanita itu. Tapi saat aku melihatnya, ia memalingkan pandangannya melihat layar ponsel. Sebenarnya percakapan mereka membuatku ambigu. Sebenarnya ia sedang menyindir kalau wanita yang baru ku lihat itu mantan nya mas Alan, atau ia sedang menceritakan kejadian sebelumnya? Entah lah aku tak tahu, toh aku gak kenal sama perempuan tadi."Semuanya jadi 16.000 ya mbak" ucap bu Wita. Aku menyodorkan uang selembar 20.000 dan ia pun menyerahkan kembalian uang pecahan 2000 an dua lembar.Saat di perjalanan pulang, aku menanyakan soal wanita di warung tadi."Mas, mas kenal sama wanita tadi?" Tanyaku."Kenal, dia orang kampung sini juga" ucap mas Alan. Aku hanya ber-oh ria.Sesampainya di rumah, aku segera mengeksekusi bahan bahan untuk membuat cilok yang tentunya di bantu oleh mas Alan.Saat sedang merebus cilok itu, ibu mertua datang ke dapur dan duduk di hadapan mas Alan."Lan, si Indri udah pulang dari jakarta nya loh" ucap ibu mertua yang membuatku teringat dengan wanita di warung tadi." Indri? Bukan kah wanita tadi bernama Indri?" Batinku bertanya tanya."Iya, tadi ketemu di warung" ucapan mas Alan membuatku menoleh ke arahnya."Kata nya semenjak putus dari kamu dia gak berhubungan lagi sama cowok lain" ucap ibu.Oh berarti yang di ucapkan bu Wita tadi ternyata mas Alan. Mas Alan yang di maksud mantan terindah si Indri Indri itu. Pantas saja mas Alan tadi sempat mencuri curi pandang.Aku yang sedang kesal mendengar percakapan mereka memasak dengan penuh semangat.SrengSrengSrengSuara sutil dan wajan yang beradu sengaja ku keraskan supaya mereka berhenti membicarakan si Indri Indri itu dan menghargai aku sebagai istrinya mas Alan."Ya udah sih, terus apa hubungannya dengan Alan bu?" Tanya mas Alan santai."Yaaa, siapa tau kamu mau nambah istri atau ganti istri gitu"Deg, ucapan ibu membuatku mematung. Sebenarnya apa yang diinginkan ibu mertuaku itu? Tak habis pikir ku dibuatnya.JANIN YANG KAU SURUH GUGURKANBab 5"Yaaa, siapa tau kamu mau nambah istri atau ganti istri gitu" Deg, ucapan ibu membuatku mematung. Sebenarnya apa yang diinginkan ibu mertuaku itu? Tak habis pikir ku dibuatnya. Aku yang kesal hanya bisa melampiaskan kekesalanku pada adonan cilok yang tak bersalah ini."Huss ibu ngomongnya tolong di jaga. Istri Alan ada di sini loh bu tolong jaga perasaannya" ucap mas Alan.Ibu menatapku tak suka dan mendelikkan matanya lalu ia pergi meninggalkan kami masuk ke kamarnya lagi."Dek, jangan dimasukin hati ya omongan ibu" ucap mas Alan yang sudah berada di belakangku lalu memegang kedua bahuku."Tenang saja mas, hatiku terbuat dari baja" ucapku tersenyum tipis."Yaudah ayo kita makan ini, tolong ambilkan mangkuk nya mas udah mateng nih" mas Alan pun mengambilkan satu mangkuk sedang."Nih dek" ia pun menyodorkan mangkuk tersebut."Kok cuman satu sih mas, ara juga kan mau" ucapki sembari cemberut."Semangkuk berdua aja, lagian itu sunah loh dek kita dapet
JANIN YANG KAU SURUH GUGURKANBab 6Pov AlanAku terbangun tepat pukul 03.00 karena suara alarm yang berasal dari ponsel Tiara. Rupanya dia benar akan berpuasa, melihat alarm yang disetelnya dan rice cooker yang menyala.Tadinya aku mau membangunkan Tiara, tapi aku teringat perkataan Tiara kalau ibu selalu membatasinya makan. Berhubung aku besok libur kerja dan tidak diketahui oleh ibu maupun Tiara, aku akan merencanakan sesuatu untuk melihat secara langsung dengan mata kepala sendiri apa yang dikatakan Tiara itu benar atau hanya omong kosong belaka.Aku pun memutuskan untuk tidak membangunkan Tiara dan beranjak ke kamar mandi untuk mandi, mengambil wudhu dan melaksanakan solat malam.Ku kerjakan ibadah yang satu ini dengan sangat khusyuk. Selesai solat tak lupa aku berdoa agar istri dan ibuku selalu rukun. Dan aku pun berdoa supaya kebenaran segera terlihat olehku agar aku bisa menegur salah seorang yang bersalah.Semoga aku pun bisa menjadi suami dan anak yang bisa menjaga keutuhan
JANIN YANG KAU SURUH GUGURKAN, KINI JADI ANAK SUKSES 7"Mas, kurang apa aku dibandingkan istrimu yang kampungan itu" ucapnya dengan nada menggoda. Aku berusaha menepiskan tangannya tetapi nihil, ia pun berusaha untuk terus menggandeng lenganku. Seketika kami terkesiap mendengar teriakan seseorang."Alaaaaaannnnnn" ibu berteriak tat kala melihat anaknya yang sedang digandeng oleh wanita lain selain istrinya. Indri pun refleks melepaskan tangannya dari lenganku.Saat tiba di depan kami, wajah ibu yang semula merah padam karena emosi, langsung tersenyum seketika melihat Indri yang berada disebelahku.Aku sampai lupa, setiap pagi ibu memang suka belanja bahan masakan di warung bu Wita ini."Eh Indri, kirain ibu tadi yang sama Alan siapa. Ternyata kamu toh. Kapan pulang nya nduk?" Tanya ibu langsung duduk disebelah Indri."Kemarin lusa bu hehe" ucap Indri sambil membenarkan rok pendeknya yang tersingkap."Eh aku ada oleh oleh buat ibu, kita ke rumah Indri yuk bu" ajak Indri. Ibu terlihat
JANIN YANG KAU SURUH GUGURKAN, KINI JADI ANAK SUKSES 8Sepeninggal nya ibu, Tiara tak henti menyorotiku dengan tatapan tajamnya. Tak banyak bicara, ia masuk ke rumah meninggalkanku seorang diri dengan perasaan bersalah.Aku pun mengikuti Tiara, masuk ke dalam kamar. Disana, Tiara sedang duduk diujung ranjang sambil memainkan ujung jilbabnya. Mukanya memerah, air matanya menganak sungai yang siap ditumpahkan kapan saja.Aku tahu, Tiara pasti sangat kecewa denganku. Tapi, Tiara adalah tipe istri yang tidak pernah membangkang pada suami. Kalau sedang marah, paling paling dia hanya mendiamkanku.Tapi aku tak ambil pusing, sebab walaupun ia sedang marah tapi dia tetap mengerjakan tugas istri dengan baik. Ya cuman gak banyak ngomong seperti biasanya aja."Ara" aku memanggilnya. Sedangkan yang dipanggil tak menyahut sedikitpun."Jangan dengarkan ucapan ibu, iya memang tadi mas pergi ke rumah Indri sama ibu. Tapi soal ucapan ibu yang mas berduaan sama Indri itu tidak benar" "Sebenarnya, mas
JANIN YANG KAU SURUH GUGURKAN, KINI JADI ANAK SUKSES 9"Hahaha, iya aku ingat" sayup sayup ku dengar mas Alan sedang tertawa didalam kamar. Pikiranku semakin negatif saja."Apa mas Alan dan Indri ada di dalam?" Gumamku.BrakAku membuka pintu dengan keras sehingga mas Alan terperanjat."Dimana? Dimana wanita itu mas?" Ucapku berteriak."Siapa? Indri? Dia pulang dulu katanya" jawab mas Alan santai."Kamu gak umpetin dia di dalam kamar ini kan mas?" Selidikku."Ngomong apa sih dek. Mas gak mungkin lah masukkin cewe lain ke dalam kamar mas" ucap mas Alan sedikit emosi.Tiba tiba ibu datang ke kamar kami."Ada apa sih teriak teriak" ucap ibu marah marah."Gak ada apa apa bu" elak mas Alan.Tanpa berkata apapun lagi ibu pergi dari kamar kami."Terus tadi kamu ngomong sama siapa?" Tanyaku penasaran."Ini aku lagi telponan sama teman SMA aku dulu, itu pun temen cowok. Kamu kenapa sih yang kok jadi cemburuan gitu?" Tanya nya sambil menjawil dagu ku."Tadi ibu bilang kamu bakal nikahin Indri,
JANIN YANG KAU SURUH GUGURKAN, KINI JADI ANAK SUKSES 10Aku seperti pernah melihatnya.Siapa ya? Aku mencoba mengingat ingat.Oh iya, mereka adalah......."Tante Bella, Om Gio?" Sapaku. Mereka mengerutkan kening, Mungkin mereka tak mengingatku karena waktu itu aku masih kecil."Aku Tiara om, tante, anaknya almarhum bapak Hendra" jelasku."Ohh ya ampun Tiara, kamu udah besar nak" ia memelukku begitu aku memberitahunya bahwa aku anak pak Hendra, orang yang telah menolongnya ketika ia sedang gulung tikar. Dulu usahanya bangkrut, dan bapak meminjamkan modal yang lumayan cukup besar sehingga mereka bisa mendirikan lagi usaha."Eh tunggu, kamu bilang almarhum? Pak Hendra sudah meninggal?" Tanya nya seraya melepas pelukannya.Aku hanya mengangguk lemas "Iya tante, tak lama setelah aku menikah, bapak menghembuskan nafas terakhirnya" ucapku. Sedih rasanya kalo mengingat kini aku sudah tak punya orang tua."Innalilahi. Kamu pun sudah menikah pula? Yah telat berarti tante" Aku mengerutkan kenin
"Aku akan kirim video ini sama mas Alan, biar kamu beneran dicerein. Dan mas Alan nikahin akuuuu" Mendengar penuturan Indri aku biasa saja dan tetap melanjutkan ngobrol dengan Andi. Sementara Indri yang merasa diabaikan olehku pergi begitu saja dengan menghentak hentakan kakinya."Ibu masih mau disini? Sini kita ngopi bareng bu" ajakku."Eleehhh ngapain juga aku disini, mending aku kejar tuh calon mantuku. Kamu siap siap, bakalan dicerein sama Alan" ucapnya lalu pergi menyusul Indri yang katanya calon menantunya itu."Di, maaf ya. Kelakuan yang tak mengenakkan dari mertua aku sama mantannya suamiku itu" ucapku."Mantan Alan? Kenapa mertuamu ngomongnya calon menantu. Apa dia punya anak laki laki yang belum nikah?" Tanyanya."Ngga, dia terobsesi mau jadi istrinya mas Alan. Kalo ibu, dulu dia gak seperti itu. Tapi semenjak aku di phk di kantor terus tinggal di rumahnya, aku dianggap seolah olah beban baginya" tanpa sadar aku menceritakan keburukan mertuaku."Astagfirullah, maaf ya. Aku
Setelah dirasa cukup lama berada di kamar mandi aku pun mengendap endap keluar mengintip apakah Indri masih ada di sana atau tidak. Ternyata Indri sudah pergi dari sana. Aku pun keluar dengan perasaan lega dan menghampiri Mela yang masih menunggu di kasir."Mel, kamu balik ke dapur lagi aja" titah ku."Iya bu, kenapa tumben ibu ninggalin kasir. Biasanya juga mau BAB pun ibu tahan hehe" canda Mela. Bukan ia tak sopan berbicara seperti itu padaku selaku pemilik usaha ini. Tapi aku sendiri yang menginginkan kita selayaknya teman aja, biar tidak kaku. Tapi mereka masih tahu batasan."Aku harus pulang cepet nih takut Indri udah liat aku disini terus kasih tahu ibu kan berabe" gumamku."Mel, Rani. Saya pulang duluan ya, ada urusan" ucapku."Terus, kasirnya bu?" Tanya Rani."Kalian gantian aja, aku harus buru buru pulang" pamitku seraya melambaikan tangan dan berjalan cepat keluar kedai.Karena aku tak membawa motor, aku pun menghentikan angkutan umum dan menaikinya.Setelah 13 menit perjal