Share

Part 7. Dokter Zafriel

“Iya. Temen main waktu kecil. Lucu deh dia tuh dulu. Kalau ngomongin Zafriel yang aku inget tuh, waktu kita di kejar-kejar anjing tetangga sampe kita naik ke pohon mangga orang, terus malah di kira maling buah!” Friska tertawa teringat masa-masa kecil dengan pria itu.

Faris tertawa kecil, lalu kembali bertanya, “Sampe dewasa temenannya?”

“Hm ... sampe kita kelas satu SMA sih tepatnya. Karena kan waktu itu Papa sama Mama pindah ke Jakarta. Aku pindah sekolah, terus kuliah dan kerja pun di kota yang sama.” Friska menghela napas, lalu kembali melanjutkan, “Dari situ kita gak pernah ketemu lagi dan lost contact lah ceritanya.”

Faris mengangguk, ia memang sudah tahu perjalanan hidup istrinya sejak pindah dari Jogjakarta. Namun, selama lebih dari satu dekade mengenal istrinya, ia belum pernah mendengar tentang teman kecil Friska yang bernama Zafriel itu. Apalagi pria itu yang saat ini juga menjadi dokter konsultan kehamilan mereka.

“Lucu juga ya, kalian dipertemukan lagi sekarang. Dia yang jadi dokter kita!” Faris terkekeh, “Pinter emang orangnya? atau ... dari kecil emang cita-citanya mau jadi dokter?”

Friska menerawang ingatan.

“Kalau pinter sih iya, sering juara satu di kelas, ganti-gantian. Kalau gak aku ya dia yang ada di peringkat pertama, haha!” kata Friska. “Tapi kalau cita-cita jadi dokter ... aku kurang tau sih ya, dari SD gak pernah saling cerita soal masa depan atau cita-cita juga kalau sama temen laki-laki, kalau sama temen perempuan sih iya, karena kan dulu kita suka tukar-tukaran biodata gitu di kertas binder! hahaha!”

Apa itu kertas binder?

Di generasi saat ini, mungkin sudah berbeda pola kebiasaan dan cara bertemannya.

Pada zaman Friska kecil sekitar tahun 2000-an, memang anak-anak seusianya senang sekali mengoleksi kertas binder dengan berbagai warna dan karakter. Bersama teman-teman lainnya terutama untuk perempuan, mereka selalu saling bertukar puisi, biodata plus hobi dan cita-cita, bahkan untuk sekedar makanan dan minuman favorit pun tertulis di sana. Hal yang sangat mengasyikan pada jamannya.

“Unik ya. Aku inget juga deh kayaknya, temen-temen cewek emang banyak yang koleksi begituan!” ujar Faris. Sedangkan Friska masih terkekeh jika teringat masa itu.

“Eh! tapi aku inget sesuatu deh. Dulu jaman SMP kan pernah ada acara kenaikan kelas, terus kita tuh di suruh buat drama teater gitu lah buat hiburan doang, mengusung tema ‘Jiwa Anak Muda’ kayaknya si Zafriel yang jadi salah satu pemerannya deh, jadi anak SMA bandel gitu deh ceritanya, yang suka bolos, tawuran pokoknya bad boy lah. Keren loh aktingnya!” Friska melebarkan mata karena antusias.

“Sampe abis acara teater itu, si Zafriel mendadak terkenal di sekolah. Banyak fans-nya!” sambung Friska.

So ...?” Faris menaikkan kedua alis, seolah memberikan ide bagus untuk istrinya. Friska pun tersenyum penuh inspirasi di kepalanya.

Sepertinya ini akan sangat mudah sekaligus sarana menyambung silaturahmi menurutnya.

***

Di lain tempat, di waktu yang bersamaan.

Dokter tampan itu melepas pakaian dinasnya, setelah mencuci tangan dan serangkaian mensterilkan diri di ruangan itu, ia kemudian duduk di kursi sembari mengecek ulang dokumen-dokumen pasiennya hari ini di layar komputer. Ada 30 pasien sejak siang tadi. Dan terakhir ia menggulir satu nama pasien dan berhenti di sana, menatap lamat nama seorang wanita yang menjadi pasien terakhirnya hari itu.

Pintu terbuka, memperlihatkan seorang dokter perempuan berambut hitam ikal dengan senyuman manis di wajahnya. Dua asisten Zafriel pun langsung berpamitan setelah seluruh pekerjaannya selesai. Perempuan itu menoleh pada dokter lelaki yang tampaknya sangat serius menatap layar komputer.

“Masih ada kerjaan?” sapa dokter perempuan itu.

Zafriel masih diam tanpa ekspresi menatap layar komputer, mungkin tak sadar kalau ada orang lain di ruangannya.

“Kak Zaf ....” panggilnya sekali lagi.

Dokter lelaki itu mengerjapkan mata, lalu menoleh. “Eh! sorry, aku lagi cek ulang data pasien aja.”

Dokter perempuan itu langsung menarik kursi dan duduk di berseberangan dengan pria itu.

“Kamu udah selesai?” tanya Zafriel saat kemudian mengklik tombol off di komputernya.

“Udah sekitar satu jam yang lalu. Tapi malam ini aku lembur, sekaligus besok langsung pindah ke bangsal bedah!” keluh perempuan cantik itu. Wajahnya mungil dengan bibir yang tipis tengah mengerucut dihadapan Zafriel.

“Wah, semangat dong! bentar lagi juga kelar coas-nya. Terus, wisuda deh! waktu tuh gak berasa, cepet banget.” Zafriel tersenyum lebar. Perempuan itu pun terkekeh.

“Oh ya, lusa kamu libur kan? Kak Gladis ngundang acara tujuh bulanan anak keduanya, nih. “Dia ngundang kamu, Kak. Bisa datang kan?”

“Hm ... harusnya sih bisa ya. Nanti aku kabarin kamu ya, Yoa.”

“Oke deh. Ya udah, aku ... mau balik ke ruangan dulu ya. Kamu mau langsung pulang kan? Hati-hati di jalan, Kak Zaf!” Perempuan itu tersenyum manis setelah berdiri dan menggeser kursinya.

Zafriel tersenyum dan turut beranjak. Ia membuka laci di sebelah meja kerjanya, lalu meraih sebuah paper bag berisi dessert yang tampak lezat.

“Yoana, this is for you! buat nemenin dinas malam kamu.” Zafriel memberikan paper bag itu pada perempuan dihadapannya.

Matanya berbinar dengan senyuman merekah dan antusias mengambil paper bag merah jambu yang berisi dessert.

“Pasti dari pasien lagi kan?” Perempuan bernama Yoana itu bertanya dengan ekspresi meledek.

“Iya, dari adiknya pasien.” Zafriel tertawa kecil.

“Waw, makin banyak aja fans-nya! niat banget sampe ikut kontrol segala tuh keluarga pasien.” Yoana terkekeh geli. Sepertinya ia cukup dekat dengan Zafriel sehingga sudah hafal betul apa saja yang terjadi dengan dokter itu jika sedang praktik.

Wajah yang menawan tak jarang seperti kisah di novel-novel. Dokter tampan yang mempunyai banyak penggemar dari pasien-pasiennya. Kalau saja Zafriel bukan dokter kandungan, melainkan dokter umum, mungkin pasien dengan sariawan atau keseleo saja sudah mengantre ingin berobat dengannya. Bukan ingin mendapatkan obat, tetapi hanya ingin melihat dari dekat dan berlama-lama manja bersama dokter tampan itu.

Namun, karena ia adalah dokter kandungan, tak jarang para wanita yang hendak melahirkan pasti merequest sendiri ingin didampingi oleh dokter siapa. Lucunya, di antara mereka bahkan ada yang memberikan nama yang sama dengan Zafriel pada bayinya. Berharap bisa setampan dan sesukses pria itu.

Ada banyak percakapan para ibu-ibu hamil yang terkadang sengaja mengajak keluarga perempuan dan keluarga selain suaminya selama kontrol dengan dokter itu, yang membuat ia tak bisa berkutik dan berkata-kata, seperti:

“Anak saya pasti laki-laki nih, semoga gantengnya sama kayak dokternya!”

“Cewe apa cowo, Dok? kalau cowok saya izin kasih nama yang sama ya kayak dokter!”

“Udah punya calon, Dok? kalau belum, sama anak bungsu saya aja ya!”

“Dok, foto dulu yuk! nanti saya tag di sosmed!”

“Dok, kakak saya baru cerai. Kasian galau terus, kalau besok-besok saya ajak ke sini pasti langsung bisa move on!”

Dan masih banyak lagi, percakapan aneh menurut Zafriel yang sebenarnya hanya membuang-buang waktu saja. Sementara Yoana yang selalu menjadi tempatnya untuk berkeluh kesah dengan segala drama pasien dan keluarganya hanya bisa terkekeh geli sampai wajahnya memerah dan mata yang berair.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status