"Berikan aku sedikit waktu untuk bisa melakukannya," pinta Alesha dengan cepat. "Sampai aku benar-benar siap untuk menjadi istrimu."
~Alesha Syaqueena***"Istri?" Wanita bergamis hitam itu menatap Alesha. "Bagaimana kamu bisa menikah tanpa memberitahu?""Kakak bilang ada urusan pekerjaan di luar kota, kenapa tiba-tiba menikah?" tanya adik Abizar bernama Zahrah."Istrimu ...?" tatapan sinis Alesha dapat dari kakak ipar Abizar. Arum namanya.Abizar sendiri memiliki dua saudara, kakak pertamanya laki-laki bernama Ansyar, sudah menikah dengan Arum dan memiliki seorang putri berumur lima tahun. Zahrah adik bungsu Abizar yang masih duduk di kelas tiga SMA. Sementara Abizar sendiri anak kedua.Namun, kisah rumah tangganya tak berjalan dengan baik. Ia kehilangan sang istri saat mengalami kecelakaan dan istrinya meninggal dunia.Alesha mendekat dan mencium takzim ibu mertuanya. Sebisa mungkin ia tersenyum manis."Kamu sudah makan, Nak?" tanya ummi Abizar.Alesha mengangguk. Waktu perjalanan ke sini tadi dia memang memakan satu potong roti."Jika masih lapar, kita bisa makan bersama," ucap Ummi lagi."Maaf, Ummi, sebenarnya Alesha sudah kenyang," jawabnya lembut."Abizar, coba nasehati istrimu itu. Tutup rambutnya. Di sini kan, ada Mas Ansyar," ujar Arum yang memakai jilbab hitam segi empat panjang itu menatap tak suka ke arah Alesha."Arum, kamu ini. Alesha akan menyesuaikan dirinya nanti dengan sendirinya," ucap Ummi lalu meminta Abizar untuk membawa Alesha ke kamarnya.Abizar mengangguk. Pasangan pengantin baru itu kini telah semakin menjauh dari tempat makan untuk menuju ke kamar."Mi, kenapa sih, dibiarkan saja Abizar menikah dengan gadis itu?" protes Arum."Emang apa yang harus Ummi lakukan? Mereka juga sudah menikah.""Iya, tapi kita bahkan, tidak tahu mereka menikah di mana? Siapa gadis itu? Apa latar belakangnya?" Arum terus berkomentar."Ummi percaya pada Abizar, pasti ada alasan kenapa ia menikah diam-diam dan mendadak seperti itu.""Ummi ini gimana sih? Harusnya pertanyakan dulu pernikahan mereka." Arum terlihat kesal."Kamu ini apa-apaan, sih? Kamu kenapa malah mendebat, Ummi?" Ansyar akhirnya menegur sang istri. "Abizar itu pihak laki-laki, dia gak butuh wali seperti pihak wanita."Arum langsung terdiam. Wanita berusia 29 tahun itu tak berkata lagi jika sang suami sudah angkat bicara."Zahrah, Arum, Ansyar, Ummi minta biarkan saja Abizar dan istrinya, jangan banyak bertanya-tanya dulu. Setelah kematian Fatimah, Ummi baru kali ini melihat Abizar seperti hidup lagi.""Baik, Ummi," ucap Zahra.Sementara Ansyar hanya mengangguk dan Arum hanya diam saja."Dan untuk Abi, biar Ummi dan Abizar saja yang akan mengatakan semua ini."***Alesha yang baru saja selesai mandi dan masih mengenakan handuk, terkejut saat melihat Abizar yang baru masuk kamar sembari membawa ceret kaca kecil berisi air minum."Astaghfirullah," ucap Abizar sambil berusaha menutup matanya.Sementara Alesha kembali lagi masuk ke kamar mandi dan menutup pintu."Maaf, aku gak tahu kalau kamu ...." ucap Abizar."Gak papa, aku yang salah harusnya aku memakai baju di kamar mandi saja," jawab Alesha.Sebenarnya, apa yang tengah dua insan ini lakukan. Bukankah mereka pasangan suami istri.Namun, anehnya justru mereka tampak seperti dua orang asing."Kamu bisa menolongku mengambilkan bajuku di dalam koper?" tanya Alesha yang masih berada di dalam kamar mandi."Baiklah, akan aku ambilkan," ucap Abizar sambil membuka koper bewarna ungu itu."Tolong ambilkan aku baju tidur, ya. Celananya panjang warna putih dan bajunya juga panjang warna putih dengan bunga-bunga kecil bewarna merah muda." Alesha memberikan petunjuk.Abizar mulai membongkar isi koper untuk mencari baju yang Alesha inginkan. Namun, kini tatapan Abizar terpaku pada sepasang celana dalam dan BH bewarna hitam.Ya, Allah, kenapa melihat begini saja membuat tanganku bergetar? batin Abizar."Apakah kamu juga membutuhkan celana dalam?" tanya Abizar karena melihat dalaman hitam itu.Alesha yang berada di dalam kamar mandi, menutup mulutnya rapat dengan kedua tangan.Sungguh sangat memalukan. Haruskah ia bertanya seperti itu? Batinnya berbicara sendiri.Gadis cantik berambut panjang itu menarik napasnya berkali-kali. Ini kali pertama ada pria lain yang melihat dalaman yang ia miliki. Jantung Alesha berdebar cukup kencang merasakan adrenalin ini."Haruskah aku juga membawakannya?" tanya Abizar lagi untuk memastikan.Alesha menghela napas berat lalu berkata, "Bisakah kamu tutup mata saat meraihnya?""Apa? Bagaimana bisa aku meraihnya jika tutup mata?" protes Abizar."Baiklah, bawa sini. Tapi jangan coba-coba mengintipku." Ancam Alesha."Tenang saja, aku tak akan macam-macam."Abizar mengetuk pintu, ia segera memejamkan mata dan menyodorkan pakaian Alesha. Gadis itu segera menutup pintu kembali saat sudah mendapatkan bajunya.Sungguh pasangan yang aneh.***Mata Abizar seakan-akan enggan terpejam menatap langit-langit kamar. Ia bingung dengan apa yang ada dipikirannya saat ini dan apa yang ingin ia lakukan sekarang.Sementara Alesha yang kini tidur di samping Abizar juga tak dapat memejamkan mata. Ia benar-benar takut jika akan terjadi sesuatu di antara mereka.Abizar dan Alesha kini justru berbalik bersamaan, membuat mata mereka tak sengaja saling beradu."Aku ...," ucap mereka lagi-lagi berbarengan."Kamu duluan," ucap Abizar mengalah."Aku ... apakah kamu? Maksudku ... apakah kita akan?" Perkataan Alesha membuat Abizar bingung."Kamu mencoba mengatakan apa?" Laki-laki itu mengerutkan keningnya."Maksudku ... aku belum siap untuk ...." Alesha berkata lirih sambil menggigit bibir bawahnya.Abizar menatap mata Alesha, gadis yang selalu saja menangis saat bertemu dengannya itu kini berada di sisinya. Sejujurnya, jiwa laki-lakinya pasti ingin memeluk dan melakukan malam pertamanya saat ini. Setelah dua hari mereka tinggal di kamar rumah sakit."Berikan aku sedikit waktu untuk bisa melakukannya," pinta Alesha dengan cepat. "Sampai aku benar-benar siap untuk menjadi istrimu."Abizar hanya bisa diam memandangi wajah sang istri yang terlihat cemas. Sebenarnya, Abizar sendiri pun tak bisa menahan detak jantungnya yang terus memompa aliran darah begitu cepat. Sehingga menciptakan debaran yang semakin tak terkendali."Apakah menurutmu aku akan memaksamu?" tanya Abizar berusaha menahan dirinya sendiri saat ini."Apakah kamu tidak akan ... maksudku, hal itu ...." Alesha benar-benar gugup. "Apakah, tidak apa-apa, jika kamu harus menunggu kesiapanku?""Tenanglah, lebih baik saat ini pejamkan matamu dan tidur." Abizar lalu membalik tubuhnya membelakangi Alesha. Laki-laki berkaos putih itu menggigit kepalan jarinya sendiri karena menahan rasa yang tak terkendali."Kamu marah?" tanya Alesha lagi tak enak.Abizar hanya menggeleng tak menjawab."Jika kamu tak marah, kenapa membelakangiku?"Abizar menggeleng lagi tanpa bersuara.Sejujurnya Alesha merasa bersalah. Namun, ia juga tak bisa memaksakan dirinya."Aku mohon tidurlah," ucap Abizar akhirnya.Namun, kali ini justru tak ada jawaban dari Alesha. Membuat Abizar segera membalikkan tubuh dan melihat sang istri telah tidur dengan manisnya.Entah mengapa, Abizar memilih mendekat dan meletakkan lengannya di bawah kepala Alesha dengan perlahan. Ia lalu memandangi wajah sang istri dan menyelipkan rambut yang jatuh di wajah putih Alesha.Abizar dengan takut-takut mengecup pucuk kepala gadis yang kini telah resmi menjadi istrinya, ia takut gadis itu terganggu dan terbangun. Ia lalu memejamkan mata. Tanpa sepengetahuan Abizar sebenarnya Alesha belum tertidur.Alesha kini membuka matanya dan menatap seorang pria yang baru ia kenal memperlakukan dirinya dengan begitu baik sebagai seorang wanita dan juga istri.'Kenapa Excel tak bisa memperlakukanku dengan baik?'Bersambung.Pagi ini semua orang bangun sebelum Subuh, Alesha yang ikut terbangun saat Abizar akan berangkat ke masjid, juga bersiap-siapa mengambil air wudhu."Sha, setelah pakai mukena nanti shalat berjamaah sama Ummi, Zahrah dan Mba Arum, ya," pesan Abizar.Alesha hanya mengangguk.Alesha menatap dirinya di depan cermin. Rasanya begitu nyaman dalam balutan mukenah. Ia bahkan, terlalu lama tak merasakan hal seperti itu lagi.Suara ketukan di pintu kamarnya membuat Alesha tersadar. Ia segera membuka pintu dan melihat Zahra tersenyum padanya."Mba Alesha, sudah siap ternyata," ucap Zahra sambil tersenyum.Alesha membalas senyuman itu dan bergegas keluar dari kamar.Zahrah membawa Alesha ke sebuah ruangan ukuran 3×3 meter, mushola mini yang ada di rumah ini memang khusus untuk shalat berjamaah dan juga shalat Sunnah.Ummi Abizar sudah ada di Mushola bersama Arum dan putrinya. Sementara Zahrah dan Alesha baru masuk dan segera menggelar sajadah.Setelah selesai shalat dan berdoa, Zahrah dengan cepat
Jatah Sebelum Pernikahanmu (9)Sepasang mata Arum menatap tajam ke arah Alesha yang masih berdiri mematung menatap cangkir yang pecah di lantai keramik putih itu."Lancang sekali kamu, ya!" teriaknya lagi."Maaf, Mba, aku terkejut karena teriakan Mba tadi," jawab Alesha lalu berjongkok."Kamu gak tahu seberapa berharganya gelas itu untuk Abizar, kalau dia tahu kamu akan merasakan akibatnya," ucap Arum sambil menunjuk Alesha.Alesha memilih terdiam, memunguti pecahan cangkir ke tangannya. Dalam pikirannya hanya memikirkan Abizar, mungkin ia akan marah padanya saat ini seperti perkataan Arum."Makanya kalau bukan milikmu jangan pernah berani mengambilnya," cetus Arum sinis.Alesha merasa apa kesalahannya pada Arum, sehingga ia merasa perempuan itu tak menyukainya sejak awal kedatangannya."Ada apa ini?" tanya Abizar yang masuk ke dapur untuk makan pagi.Alesha yang tergesa-gesa tak sengaja terkena pecahan cangkir dan mengakibatkan jari telunjuknya berdarah seketika. Ia mencoba menekan a
"Cinta itu bukan hanya sekedar nafsu untuk memiliki, memaksanya tak akan pernah membuat kisahmu bahagia."♡Layla Mumtazah***Selesai sarapan bersama Alesha membantu Arum membersihkan meja, ia juga mencuci piring. Syukurlah, walau Alesha tak pandai memasak setidaknya gadis itu bisa melakukan yang lainnya."Dengar baik-baik, bukan berarti Abizar sudah melupakan almarhumah istrinya hanya karena dia bersikap baik seperti tadi. Adik ipar memang selalu bersikap baik dengan siapa pun," ucap Arum saat membasuh gelas.Alesha menoleh, entah mengapa Arum selalu saja mengeluarkan kata-kata tajamnya."Benarkah? Kalau dia melupakan mantan istrinya dan mencintaiku memangnya, kenapa? Untuk saat ini aku adalah istrinya."Arum tak percaya dengan apa yang ia dengar. Perempuan yang terlihat diam ini, ternyata bisa melawan perkataannya."Tapi tidak ada satu pun orang yang bisa memahami Abizar seperti diriku." Arum mencuci tangannya, mematikan keran dan keluar dari dapur.Meninggalkan Alesha yang masih te
Abizar masih sibuk dengan ponselnya hingga ia tak melihat sang istri tengah dalam gangguan Excel."Diam saja dan dengarkan ini baik-baik," ucap Excel di telinga Alesha "Apakah kamu sudah menghubungi Mama?"Alesha merasa ada hal yang Excel pasti lakukan pada sang Mama. "Apa yang kamu lakukan pada mamaku?" tanya Alesha."Jika kamu ingin mengetahuinya, segera hubungi aku." Excel tersenyum puas lalu pergi begitu saja setelah menutup kepalanya dengan jaket hoodie hitam yang ia kenakan.Excel memakai masker hitamnya, di saat bersamaan Abizar bangun dari kursi dan berjalan ke arah toko yang Alesha katakan.Excel yang menyadari bahwa saat ini Abizar berjalan ke arahnya, dengan sengaja menabrak bahu Abizar. Excel tersenyum sinis di dalam masker, lalu mengangguk dan terus berjalan lagi meninggalkan Abizar. Sementara Abizar yang tak mengenali Excel hanya memandang punggung laki-laki berjaket hitam itu dan mengabaikannya.Alesha yang melihat Abizar, segera masuk ke toko setelah menenangkan piki
Jatah Sebelum Pernikahanmu (12)***Alesha tak suka mendengar suara Excel memanggilnya sayang. Entah mengapa ucapan yang dulu begitu tersa indah di telinga, kini berubah menjijikan bagi Alesha."Temui aku nanti malam, akan aku beri tahu padamu, bagaimana?" Tawaran dari Excel."Kamu kira aku bodoh, kamu pasti hanya ingin menculikku lagi, bukan?" tegas Alesha."Jangan bodoh, Sayang. Untuk apa aku menculik dirimu? Apakah kamu pikir aku mau berurusan dengan polisi lagi?"Alesha terdiam, ia hanya ingin mengetahui soal mamanya saat ini. Jika memang bertemu dengan Excel bisa membuat bertemu dengan mamanya kenapa tidak."Tunggulah nanti malam aku akan menjemputmu."Seketika Alesha mengerenyitkan dahi."Apa kamu tahu di mana aku tinggal saat ini?" tanya Alesha bingung, sementara di seberang sana suara Excel terdengar nyaring tertawa."Tentu saja! Mudah bagiku untuk menemukan kamu. Walau kamu berada di lubang semut sekali pun."Alesha mengumpat di dalam hati. Kenapa ia harus bertemu dengan mons
Jatah Sebelum Pernikahanmu (13)***Pagi ini seperti biasa setelah lepas shalat Subuh Alesha membantu ibu mertuanya di dapur."Kamu bisa masak, Alesha?" tanya Ummi.Alesha menggeleng. "Alesha gak jago masak, Ummi," jawabnya sambil mencuci sayuran yang telah di potong-potong."Sudah aku duga, lalu kamu bisanya apa?" timpal Arum tiba-tiba."Tidak apa-apa Alesha, kamu bisa belajar masak dari Arum nanti. Saat Fatimah dulu masih ada, ia juga awalnya tidak bisa memasak," ujar Ummi.Setelah tiga cangkir kopi yang Ummi buat selesai, wanita bergamis hitam itu segera keluar dari dapur. Meninggalkan Alesha dan Arum bersama.Alesha yang telah selesai mencuci sayuran memberikannya pada Arum."Apakah yang kamu bisa hanya menggoda pria?" Perkataan Arum sukses membuat Alesha menatapnya tajam."Maksud kamu apa?" Alesha membuka suara."Aneh, aja. Tiba-tiba kamu menikah dengan Abizar." Arum memasukan sayuran ke wajan dan mengaduknya."Sepertinya dari awal kamu melihatku, kamu sudah tak menyukaiku bukan?
Jatah Sebelum Pernikahanmu (14)***Abizar menatap layar ponselnya, ia tersenyum perih melihat foto Fatimah. Masih teringat jelas bagaimana kecelakaan itu terjadi di depan matanya kala itu.Sebuah mobil hilang kendali dan menabrak tubuh wanita berjilbab hitam itu begitu saja, hingga terpental dan darah mengalir di jalan raya. Abizar yang kala itu membawa dua es krim berlari untuk menyelamatkan sang istri, tetapi terlambat. Wanita itu tewas seketika di tempat.Usut punya usut, kecelakaan itu karena sang sopir dalam keadaan mabuk. Sopir yang tak dikenali identitasnya itu segera di bawa ke kantor polisi untuk diproses.Abizar lalu mengalihkan pandangannya ke foto bingkai yang ada di meja kerjanya. Foto pernikahannya dengan Fatimah, anak sahabat sang ayah di pesantren tempat ia menimba ilmu dulu.Fatimah gadis yang pemalu, tak berani mengutarakan isi hatinya. Sampai suatu hari Fatimah dan Arum tak sengaja berpapasan. Membuat keduanya saling menunduk dan tersenyum dalam diam.***Arum menc
"Semua rasa sakit yang selama ini aku derita, pasti akan kamu rasakan juga."Pernikahan KeduaEpisode 15Happy Reading 💞***Abizar mendapatkan telepon dari anak buahnya, ia sudah mengetahui di mana keberadaan Excel kali ini. Tentu saja laki-laki itu sudah menunggu waktu lama untuk melakukan semua itu.Abizar tersenyum dingin sambil melipat ke arah kaca kecil di dalam mobil. "Tunggu dan lihat bagaimana rasa sakit itu akan menggerogoti hatimu," gumam Abizar.Mobil kini melaju menuju di mana Excel dan Alesha berada. ***Sementara itu di rumah mewah itu, Alesha tengah dalam masalah. Excel terus saja mendekati dirinya, hingga ia kini tersudut di pojok kamar. Tante Mutiara yang mencoba menggedor pintu untuk masuk harus berurusan dengan anak buah Excel."Kenapa kamu lakukan ini padaku?" tanya Alesha tak mengerti."Kamu tahu dengan jelas aku sangat mencintaimu, Alesha." Excel mendekat dan menatap wajah Alesha."Cinta kamu bilang!" teriak Alesha. "Jika kamu mencintai kamu tidak akan pernah