Share

BAB 2. Apa Yang Kamu Mau?

“Aku di rumah temanku, Clay. Aku masih agak tipsy, aku rehat dulu yah,” jawab Felisha berusaha setenang mungkin.

“Syukurlah kalau begitu. Nanti malam jadi ke Penthousenya Bang Kevin yah, sekalian temanin aku untuk ngasih lay out Gedung buat acara pernikahan kita nanti,” ucap Clay.

DEG!

Jantung Felisha seperti dihantam bongkahan balok, ia melirik Kevin yang masih menatapnya tajam dengan seulas senyuman di bibirnya sambil melilpat kedua tangannya di dada.

“Lihat nanti yah, aku lanjut tidur lagi Clay, bye …,” pamit Felisha berusaha menyudahi panggilan telepon dari tunangannya.

“Hem, selamat beristirahat calon istriku. I love you, Felisha Gantari,” ucap Clay dengan mesra.

“I love you too,” jawab Felisha lalu buru-buru memutuskan sambungan teleponnya.

Felisha tak kuasa menahan tangis, ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Nafasnya tersengal-sengal, apa yang sudah terjadi pada dirinya adalah sebuah bencana dan aib.

“Ternyata, kamu pinter bohong juga yah?” kekeh Kevin tidak beranjak dari tempatnya.

Mendengar ejekan dari Kevin, Felisha langsung mengangkat wajahnya, tanpa pikir panjang Feli langsung bangun dari tempat tidur dan langsung terjatuh di lantai. Sangking sakit, perih dan ngilunya, Feli masih tidak bisa berjalan dengan baik.

“Feli!” Kevin spontan menolong Feli dan kesempatan itu digunakan sebaik mungkin oleh Felisha yang sedang marah.

“Sialan kamu, Kev! Kurang aja! Pemerkosa! Aku ini calon adik iparmu sendiri, bisanya kamu menghancurkan kehidupanku dan kehidupan adik kandungmu sendiri! Kamu bejat, Kevin! Pria Bejat!” teriak Felisha membabi buta sambil memukul tubuh Kevin sebisanya.

Tidak memperdulikan amukan yang meledak-ledak itu, Kevin langsung mengunci tubuh Felisha dan mengangkatnya ke atas tempat tidur. Kedua kaki Feli didudukinya agar tidak bisa menendang ke sana ke mari, kembali ia mengunci tangan Felisa dengan memegang erat pergelangan tangannya.

“Stop Felisha! Stop!”

“Cuih!” Felisha langsung meludahi Kevin pas di wajahnya.

Tidak perduli dengan perlakuan Felisha. Kevin tetap menatap tajam Felisha dengan wajah yang mengeras. Dia juga semakin mengeratkan cengkeraman tangannya hingga membuat pergelangan tangan Felisha terasa sakit, membuat Felisha meringis dan mata yang sudah berkaca-kaca.

“Kamu bilang, aku menghancurkan hidup kalian berdua?! Kalian berdua yang sudah menghancurkan hidup aku! Berkali-kali aku bilang sama Clay kalau aku suka sama kamu dan aku juga pernah menyatakan perasaanku kepadamu. Tapi kalian justru mengejek dan menghina aku dengan memilih berpacaran, bahkan kalian berencana untuk menikah. Itu namanya apa, bajingan!” teriak Kevin marah.

Felisha kembali menangis dan ketakutan saat melihat Kevin seperti ini. “Kamu pikir aku merencanakan semuanya, Kevin?! Aku jatuh cinta sama Clay! Aku cinta sama dia dan aku tidak pernah mencintai kamu! Kenapa kamu malah menghancurkan aku seperti ini!” jawab Felisha penuh dengan air mata.

“Agar kamu menjadi milik aku! Sudahlah, pulanglah. Kalau kamu disini terus, aku tidak bisa menjamin keamananmu, bisa saja aku melakukan seperti yang semalam aku lakukan kepadamu.” Kevin lalu melepaskan Felisha dan kembali ke kamar mandi, mencuci mukanya.

Melihat Kevin pergi, Felisha lalu memunguti pakaiannya. Ia masih sesenggukan dan memakai pakaian semalam, dia juga langsung memesan taksi online dan segera turun dari penthouse milik Kevin. “Apartemen Lotus yah, Non?” tanya supir taksi tersebut.

“Iya, Pak,” sahut Felisha singkat sambil sesekali menyeka air matanya.

Tak jauh berbeda dengan Felisha, Kevin pun diliputi dengan perasaan bersalah dalam dirinya. Ia meninju tembok kamarnya berkali-kali hingga membuat punggung tangannya terluka. Mata Kevin mengembun saat mengingat tangisan pilu Felisha di bawah kungkungannya.

“Maafin aku, Feli. Hanya dengan cara ini aku harus menyelamatkan sekaligus memilikimu. Aku berjanji akan bertanggung jawab,” gumam Kevin lalu bersiap menuju ke kantor.

Sesampai di kantornya, Kevin bekerja seperti biasa. Ia melihat kembali sketsa bangunan yang akan dikerjakannya. Merombak bangun ruangnya, dan menambahkan beberapa detail kecil pada ukiran tembok yang akan dikerjakan oleh kontraktor.

Saat dirinya sedang serius memandang layar komputer, tiba-tiba saja pintu kantornya terbuka lebar. Terlihat Felisha datang dengan nafas terengah menggunakan kaca mata hitam. “Tuan, maaf … saya sudah bilang sama Nona ini kalau Tuan lagi tidak mau diganggu. Tapi, Nona ini malah menerobos masuk,” lapor sekretaris Kevin dengan nafas terengah ketakutan.

“Tidak apa-apa, pergilah, tinggalkan kami,” titah Kevin lalu menutup pintu ruangannya dengan rapat dan menutup semua gorden di dalam ruangan tersebut.

Ruangan Kevin yang memang dirancang menggunakan bahan material Polyethylene Terephthalate, membuat mereka dengan leluasa berbicara dan berteriak sepuasnya. Siapa pun di luar sana tidak akan mendengar apa-apa, karena ruangan tersebut memang dibuat kedap suara.

“Apa, kamu sudah merindukanku? Jalannya sudah tidak sakit lagi? Uda bisa lari-lari juga?” olok Kevin sambil bersandar di kursi kebesarannya.

“Harus yah? Kamu, bersikap sebrengsek ini dan tidak merasa bersalah sama sekali?” geram Felisha membuat Kevin tertawa kecil.

“Lalu kamu sampai menerobos kantorku ini untuk apa?” tanya Kevin santai.

“Aku minta kejadian semalam dirahasiakan. Aku tidak mau ada yang tau dan aku minta jangan kacaukan rencana pernikahanku lagi. Apa pun yang terjadi, aku tetap akan menikah dengan Clay. Tolong, jangan buat keluargaku malu. Aku tidak mau pernikahan ini justru membuat hubungan keluargaku dengan keluarga besar Sanjaya hancur berantakan, Kevin.” Felisha lalu menyeka air matanya.

“Berapa uang yang dipinjam sama Papa kamu ke perusahaan keluargaku?” tanya Kevin to the point.

Felisha langsung mendongakkan wajahnya. Ia menggeleng lemah. “Aku, tidak tau. Yang jelas, tolong untuk kali ini saja, jangan rusak penikahan ini. Demi Tuhan, aku sangat mencintai Clay, Kev. Aku tidak akan bisa hidup tanpanya. Ku mohon, jangan pisahkan aku dengannya. Terlepas keluargaku memiliki urusan bisnis dengan keluargamu tapi urusan pernikahan ini murni didasari atas nama cinta,” pinta Felisha sesenggukkan.

“Kalau kamu tau, siapa sebenarnya Clay, aku tidak yakin jika kamu masih mencintai adikku itu,” batin Kevin dalam hati.

“Aku akan merahasiakannya, jika kamu tidak mengandung anakku. Tapi, jika kamu mengandung anakku, maka kamu harus menikah denganku,” ucap Kevin.

“Aku tidak mau! Aku akan gugurkan anak haram ini!” pekik Felisha marah, ia menggeleng kuat. Membayangkannya saja membuatnya mual dan pusing seketika.

“Baiklah, maka rekaman kita semalam akan aku kirimkan ke ponsel Clay dan seluruh keluargamu juga ke mamaku. Aku, tidak yakin jika papamu sanggup membayar utangnya ke keluargaku secepat ini. Baru dua bulan kan? Dia pinjam uangnya?” kekeh Kevin melihat wajah Felisha yang semakin frustasi.

“Mau kamu apa sebenarnya, hah?! Biabad kamu!” Felisha tidak berhenti terus memaki Kevin sambil menghentakkan kakinya berkali-kali di lantai.

Kevin tidak perduli sama sekali. “Pokoknya, kalau kamu hamil maka kamu sendiri yang harus membatalkan pernikahanmu dengan Clay. Aku akan menikahimu, dengan begitu hubungan bisnis papamu dengan keluargaku tetap terjalin dengan baik. Aku dan Clay kami sama-sama putra Sanjaya, jadi sebenarnya tidak ada yang dirugikan di sini, benarkan?” terang Kevin dengan smirk menyebalkannya.

“Kalau begitu aku lebih baik mati dari pada menikah denganmu!” Pikiran Feli sudah kacau hingga dirinya nekat mengancam Kevin seperti itu.

“Kalau mau mati yah mati saja. Toh, kalau kamu mati maka papamu akan tetap terlilit hutang dengan keluargaku, aku pun yang akan menagihnya sendiri. Lalu adikmu, juga akan mati karena akan batal mendapatkan transplantasi jantung, aku sendiri juga yang akan mengambil deposito uang dari rumah sakit. Uang itu juga uang keluargaku dan yang terakhir mamamu pasti akan cepat menyusul kamu ke neraka, dia tidak akan bisa hidup nyaman lagi seperti ini.” Kevin semakin menunjukkan senyuman sinisnya.

Membayangkan keluarganya akan hancur, Felisha terengah hebat. Ia tidak ingin hal buruk seperti itu terjadi, apalagi sampai terjadi hal buruk terhadap adik dan papanya. Sementara dia berpikir, kembali terdengar suara yang menyebalkan di telinganya.

“Bagaimana? Masih mau niat bunuh diri?” ejek Kevin sambil melipat kedua tangan dan tersenyum manis kepada Felisha.

“Katakan, apa yang kamu mau sebenarnya?” Felisha sudah habis akal menghadapi Kevin.

“Yang aku mau adalah …”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status