“Felisha, Clay! Selamat yah. Kami tunggu undangan pernikahan kalian,” ucap salah seorang sahabat kantor mereka.
“Eh, Makasi yah. Sana makan dulu, acaranya buat anak-anak muda sampai pagi, santai aja.” Clay terlihat sangat bahagia begitu juga dengan Felisha.
Semakin malam acara mereka semakin ramai dihadiri oleh teman-temannya. Bukan hanya teman-teman Clay, tetapi juga ada juga banyak temannya Kevin yang saat ini sedang meneguk minuman alkohol termahal.
“Clay! Selamat atas pertunangan kamu, adikku! Sini dong, kita minum bareng,” panggil Kevin sambil tersenyum miring.
“Kev! Aku nggak bisa minum banyak, nanti nggak ada yang ngantarin Felisha pulang,” kekeh Clay lalu mengambil satu sloki yang sudah dituang penuh minuman berwarna coklat oleh kakaknya.
“Santai aja. Ada, banyak orang di sini yang bisa ngantar tunangan kamu pulang, ada aku juga kan. Masa, kamu nggak percaya sama aku, kakak kandungmu sendiri. Ayolah, dua bulan lagi, kamu bakal ngelangkahi aku nih. Jadi malam ini, kamu harus temani aku minum sampai pagi,” pinta Kevin sambil merangkul adiknya.
Clay pun terbahak dan langsung dengan riang meneguk beberapa sloki minuman keras, lagi dan lagi. Hingga tepat pukul satu malam, dia sudah tidak sanggup berdiri lagi. Clay sudah mabuk berat, Kevin menyeringai saat melihat adiknya tidak sadarkan diri. Dia juga melihat Felisha yang masih asik berjoget di depan bersama teman-temannya.
“Fel, itu Clay mabuk berat, nanti biar Clay diantar sama supir. Kamu, pulang sama aku aja.” Felisha tertawa melihat Clay yang sudah tergeletak tidak berdaya.
“Iya, Bang. Clay ini, kalau sudah senang selalu nggak pernah ngukur kemampuannya. Tapi, Felisha pulangnya masih lama loh Bang Kev, mau nungguin Feli?” tanya calon adik iparnya ini.
“Hem, nggak apa-apa. Abang, juga masih mau minum kok. Kamu, mau apa? Long island atau civas?” tanya Kevin bersiap memesankan minuman untuk Feli ke bartender yang merupakan temannya sendiri.
“Long Island boleh deh, Bang. Biar malam tidurnya nyenyak,” kekeh Feli.
“Okay!” Kevin lalu memesankan minuman tersebut sesuai pilihan Felisha.
Sedangkan Felisha kembali asik berjoget dan tertawa riang gembira bersama para sahabatnya. “Gila kamu yah, punya calon suami seganteng itu, anak baik-baik, kaya pula. Uda gitu, dapat kakak ipar tampan dan macho abis, kenalin dong, Fel!” goda salah satu sahabatnya.
Menanggapinya Feli hanya tertawa. “Kenapa kamu nggak sama abangnya aja?” tanya salah satu temannya yang lain.
“Yah, aku cintanya sama adiknya. Lagian, Abang Kevin itu susah ditebak pikirannya. Nggak kayak Clay, yang seperti ilmu pasti. Nggak penuh dengan teka teki,” kikih Feli, lalu menerima segelas long island dari Kevin yang datang mengantar minuman tersebut lalu membopong Clay untuk dititipkan ke supir pribadinya.
Entah kenapa, saat asik berjoget, Feli tiba-tiba saja merasa pusing dan meminta ijin kepada temannya untuk duduk di kursi sofa. Ia lalu bersandar dengan nafas yang tersengal, tubuhnya juga penuh keringat dingin. Pandangannya lantas menjadi kabur.
“Fel, kamu kenapa?”
“Abang Kevin?” panggil Felisha dengan mendesah dan wajahnya terlihat memerah.
“Kita balik yah? Aku antarin,” ajak Kevin.
“Iya, Bang. Kok panas yah, Bang?” tanya Feli masih memegang kepalanya dan mengibas-ngibaskan kedua tangan di lehernya.
Kevin hanya menanggapinya dengan tersenyum tipis. Dia lalu membantu Feli untuk masuk ke dalam mobilnya. Felisha semakin kepanasan di dalam mobil walau pendingin ruangan sudah dinyalahkan. “Clay?” racau Feli sesekali memanggil nama tunangannya.
“Ini Kevin, bukan Clay.” Kevin menyahut dan masuk ke dalam parkiran eksekutif pada sebuah gedung apartemen mewah yang ada di Jakarta Selatan.
“Oh, Abang Kevin, hem … aku kepanasan, Bang,” racau Felisha mulai kehilangan kesadarannya dan akal sehatnya.
Kevin tidak menghiraukannya dan segera menuntun Feli untuk naik ke lift, menuju ke Penthouse miliknya yang berada di paling atas Gedung mewah ini. Sesampai di dalamnya, barulah Kevin mulai bereaksi.
“Kenapa, dulu kamu nolak aku, Fel? Padahal, kamu tau kan? Kalau aku lebih mapan dari adikku dan aku sudah suka sama kamu dari jaman kuliah. Kamu menolak aku tapi kamu malah pacaran sama adikku. Kamu, tau nggak rasanya itu, sangat menjengkelkan,” desis Kevin.
Feli masih tidak sadar, yang dirasakan olehnya hanya pusing, kepalanya berputar dan hanya mendengar sedikit potongan-potongan suara Kevin. Sangking kepanasannya Feli langsung membuka gaun panjang dipakainya.
“Malam ini, aku akan merebut kamu dari Clay, Feli. Aku, sudah cukup muak melihat Clay menyentuh bibir ini,” desis Kevin seraya melumat bibir Feli dengan rakus.
“Aku juga kesal, setiap kali aku melihat dia memeluk tubuhmu, melingkarkan tangannya di pinggangmu, aku tidak suka!” kembali Kevin meluapkan emosinya dengan menyentuh seluruh tubuh Feli yang hampir polos.
“Bang, jangan Bang,” lirih Feli sesaat mencegah tangan Kevin ketika kesadarannya hinggap walau sebentar.
“Jangan, kamu bilang?! Kenapa, kamu nggak tunangan sama orang lain? Kenapa harus sama adik kandungku, hah?! Kamu sengaja, buat aku cemburu?! Kamu sengaja buat aku selalu nggak bisa move on, iya?!” Kevin yang dikuasai oleh sedikitnya minuman keras juga mulai kalap dan meluapkan emosinya tanpa terkontrol.
Dengan tenaganya Kevin lantas mencengkeram kedua pergelangan tangan Felisha hanya dengan satu tangannya. “Malam ini juga kamu harus jadi milikku,” geram Kevin mulai gelap mata.
Pandangannya telah diselimuti oleh kabut birahi yang tak tertahankan. Rencananya untuk memperkosa Felisha malam ini, berhasil dilaksanakannya. Sesekali Kevin mengeram saat merasakan sensasi bercinta dengan perlawanan yang tidak berarti baginya. Mata Kevin terbelalak, tidak menyangka jika wanita dalam kungkungannya ini belum pernah tersentuh.
“Hentikan, Bang! Ini sakit! Jangan, Bang!” tangis Felisha lebih terdengar seperti racauan pilu di telinga Kevin.
Tapi, Kevin sama sekali tidak menghiraukannya. Dia memang sudah berniat untuk menghamili Felisha. Entah berapa kali, Kevin menggauli Felisha malam itu. Hingga, saat pagi hari, Felisha mengerjabkan matanya, dia merasakan tubuhnya sakit semua apalagi pada bagian pinggang ke bawah.
“Perih sekali, ssstt … Oh Tuhan,” lirih Felisha sambil memegang kepalanya yang masih berputar.
Ia lalu melihat ke kiri dan ke kanan, tidak ada orang di sana. Lalu, Felisha membuka selimut dan mendapati tubuhnya polos tanpa sehelai benang pun. Felisha terkejut, matanya terbelalak, buru-buru ia tutup kembali tubuhnya. Diliriknya seprai ranjang tersebut, ia melihat ada bercak darah yang cukup banyak.
“Ya Tuhan! Apa yang terjadi semalam?” gumam Felisha menahan tangis.
Lalu pintu kamar mandi terbuka lebar, terlihat seorang pria yang dikenalnya keluar dengan handuk terlilit di pinggangnya.
“Apa yang terjadi?!” tanya Felisha panik. “APA YANG SUDAH TERJADI, BANG?!” teriak Felisha semakin panik. Berbarengan dengan suara ponselnya berdering, nama Clay tertera pada layar ponsel tersebut.
Dengan tangan gemetar, Felisha menerima panggilan masuk tersebut. “Felisha?! Feli, kamu di mana? Dari tadi aku hubungi kamu, tapi kamu tidak menjawab. Kamu di mana biar aku jemput.” Suara Clay terdengar khawatir.
“Aku di …”
"Clear!" teriak salah satu polisi.Sedang polisi yang lain berteriak dengan panik. "Medis! Medis!" Lalu bergegas tim medis yang sudah menunggu di belakang pun berlari.Mereka menolong, Jelly yang juga tampak tidak baik-baik saja. Lalu beralih pada Felly yang juga dalam kondisi yang sangat memprihatinkan."Tuan, bisakah anda ikut dengan kami untuk ke kantor polisi memberikan keterangan?" tanya salah seorang detektif dan Kevin menganggukkan kepalanyaa.Dia memastikan terlebih dahuku, Felly masuk ke dalam rumah sakit dan meminta Zayn untuk menemani Felly. Lalu memberikan kabar secara berkala."Pergilah, aku akan mengabarimu. Kau juga kabari aku, jika ada kesulitan di kantor polisi, okay?" ucap Zayn, mengingatkan Kevin, selama dia berada dekat dengan Zayn, semua masalah pasti akan teratasi.Beberapa jam kemudian, kabar meninggalnya Clay menjadi kabar nasional di London. Betapa terkejutnya Garini saat mendengarkan berita tersebut. Air matanya tumpah, dia menangis histeris dan segera memin
Tubuh Felly membeku mendengar betapa di setiap kata yang diucapkan oleh Clay mengandung jutaan rasa kebencian. "Aku hanya seorang, Jalang?" lirih Felly tidak tahan mendengar perkataan tersebut.Dia menangis, dia bukan seorang jalang, dia adalah wanita baik-baik yang ingin mengejar cintanya, cinta sejati yang ditawarkan oleh Clay saat dia ikut ke London. Mengira akan memperoleh kehidupan baru yang mapan dan sederhana. Felly justru menciptakan neraka dari keputusan salahnya."Jelly, lucuti pakaiannya!" perintah Clay pada Jelly dan tidak mau banyak bertanya. Jelly dengan tangan gemetar pun segera mendekati Felly."Tolong, bekerja samalah dengan aku. Suamimu sangat mengerikan, dia akan memukulku seperti dia memukulmu jika kau tidak mau mengikuti perintahnya," bisik Jelly yang sudah melihat kekalutan serta kemarahan yang tidak normal pada sikap Clay.Benar saja, beberapa saat kemudian tampak Clay yang tidak sabaran dengan kedua wanita d
Saat pintu penthouse seketika dibuka kasar oleh Clay. Tampak, Felly sedang mengangkat sebuah kantung sampah, tidak terlalu besar di salah satu tangannya.Felly menatap Clay terpaku, saat ada seorang wanita seksi sedang bergelanyut manja di dalam pelukannya. Senyum kemenangan tercetak jelas di wajah jalang yang bernama Jelly tersebut. "Clay, dia pembantu atau istrimu? Seorang Nyonya tidak akan membawa kantung sampah seperti itu, Sayang," ucap Jelly sambil mengusap dada Clay yang kemejanya sudah dia buka bagian kancing atasnya.Clay menoleh melihat wajah Felly dengan muak, padahal wanita itu sudah diakui olehnya sebagai istri. Walau sampai saat ini, mereka berdua sama sekali belum terikat dalam sebuah pernikahan."Apa yang kau lakukan?" tanya Clay dengan nada suara yang kasar, dia jijik melihat tubuh Felly yang penuh dengan luka memarnya, lihatlah wanita cantik ini justru menggunakan piama yang tidak seksi sama sekali.Gezan me
Wanita itu berpikir jika Clay akan memberikan sebuah percintaan gila yang sangat hebat di atas ranjang. Wanita jalang ini, tidak tau kegilaan apa yang akan Clay lakukan. Dengan bodohnya dia justru kembali merayu Clay yang sudah paanas.“Kalau begitu, aku juga mau dihukum olehmu, Clay. Aku suka dihukum, aku suka mendesah dan merintih sambil menangis karena kenikmatan yang akan kau berikan padaku. Oh, aku sangat tidak tahan membayangkannya,” jawab jalang itu dan Clay kembali terbahak.“Kau bisa mati di tanganku, kalau kau memintanya,” tawa Clay, dikira adalah sebuah tawa menggoda bagi wanita tersebut yang akhirnya juga ikut tertawa sambil meraup kasar bibirnya Clay.Keduanya tampak tidak tau malu, dia meraup dan meremas dada wanita itu tersebut di hadapanya Kevin dan Zayn. Dia bahkan masih dengan nafsu gilanya meraba kasar bagian inti wanita tersebut."Aku tidak sabar untuk bertemu istrimu, Clay."
"Kalau begitu, tunjukkan foto orang yang ingin kau cari," ucap Zayn menatap Kevin dengan serius.Kevin dengan perlahan mengambil dompet. Ia buka dan ia pandangi sebuah foto yang membuat matanya menyendu. Sebuah tarikan nafas yang menyesakkan didengar oleh Zayn saat Kevin sedang mengeluarkan sesuatu dari dalam sana.Tidak ada senyuman, hanya tatapan sendu yang menyimpan segudang kerinduan yang tak terucap dan seribu bahasa kesakitan yang tidak terucap. Dengan senyuman yang tampak sangat memprihatinkan, Kevin mengangkat wajahnya dan memberikan apa yang diminta oleh sahabatnya itu.“Zayn, ini adalah wanita yang aku cari.” Kevin memberikan foto pengantinnya dan Zayn menerimanya dengan sambil menatap prihatin sahabatnya.“Dia, istrimu?” tanya Zayn suara terdengar tercekat di tenggorokkan.“Ibu dari anakku. Dia bukan istri, tapi mantan istri,” ucap Kevin, menghela nafas sejenak.Zayn tidak percaya. “Mantan istrimu, Kevin? Jangan, katakan jika Clay merebutnya darimu?” tampak kebencian tergam
Sesilia tampak tidak main-main untuk ancamannya kali ini. Dia masih sangat dendam dengan Clay, bagaimana cara Clay menghancurkan hubungannya dengan Damian adalah cara paling buruk sepanjang masa dan paling hina baginya.Kevin menyadari kepedulian sepupunya itu, ia tersenyum ramah. “Sesil, aku sangat bahagia mendengar rencana pernikahanmu dengan Damian.”“Alangkah baiknya, kau tetap fokus pada datangnya hari bahagiamu. Aku, kesana bukan untuk mengganggu kehidupannya Fely, Sesil. Aku ingin memastikan kalau ibu dari anakku saat ini baik-baik saja,” terangnya lalu mengelus rambut Sesil.“Tapi, Kev-““Beib! Come on, jangan menghalanginya. Bagaimana pun Mira masih butuh mommy-nya kan? Jika aku menjadi Kevin, aku juga akan melakukan hal yang sama. Kevin, bukannya mau mengemis cinta dan membuat Fely besar kepala, pikiranmu itu terlalu jauh.” Damian tersenyum singkat lalu mencium pipi Sesil untuk menenangkan wanitanya.Wajah Sesil tampak tidak bahagia, tapi isi hati dirinya sudah terbaca oleh
Ia usap wajahnya dengan kasar dan membanting pintu kamarnya. “Aku memang mencintaimu, Fely. Tapi, entah mengapa, pada saat aku mendapatkanmu. Rasanya, justru aku sangat membencimu.'' "Jika kau saja dengan mudahnya dapat meninggalkan Kevin dan anakmu. Maka suatu saat, kau tidak akan ragu meninggalkan aku ketika tau, bahwa aku adalah seorang masokis,” desis Clay lalu keluar meninggalkan apartemennya. Satu bulan sudah berlalu. Sejak Clay membanting ponselnya Felisha dan membuatnya hancur berkeping-keping, Feli sudah tidak diijinkan lagi olehnya memiliki ponsel. Jika Feli merindukan kedua orang tuanya, maka Clay akan mengijinkan Feli untuk menghubungi Hadi dan Betari melalui ponselnya. Dan, semua percakapan di bawah pengawasan Clay. "Clay, kenapa kau melakukan ini padaku? Aku hanya ingin sedikit privasi dengan menghubungi mamaku. Tidak bisakah, kau tinggalkan aku sebentar saat berbicara dengan mamaku?" tanya Feli dengan polosnya dan menahan getaran pada suaranya. Suara tawa sini
Felysha pun kembali menangis dengan bibir yang bergetar. Ia memaksakan diri untuk dapat mengucapkan kalimat yang hendak diucapkannya dengan hati yang sudah remuk berkeping-keping.“Bukankah, kau mengatakan kau mencintaiku?” tangis Felysha dengan manatap kedua manik gelapnya Clay.Spontan Clay segera melepaskan leher Fely. Ia menatap Fely dengan tatapan yang berbeda, seolah sadar akan sesuatu yang telah salah.Mata Clay pun mengembun, ia ingin meminta maaf. Tapi, bibirnya segera terkatup rapat dan Clay memilih untuk segera keluar, meninggalkan Felysha.Pada saat itu juga, pecah sudah tangis Felisha. Ingin mengejar cintanya tapi justru hatinya dihancur sedemikian rupa. Fely langsung memeluk kedua lutut yang dirapatkannya di dadanya.“A-apa yang sudah aku lakukan?! Selama ini, seharusnya aku sudah bersyukur. Oh Tuhan, aku telah salah jalan … maafkan aku, Tuhan,” lirih Felysha dalam hatinya.“Maafkan aku juga
“Itulah maksudku, Fely. Aku hanya merasa puas jika lawan main ku merasa kesakitan dan aku memang menginginkannya.” Clay menatap Fely dengan tajam dan terkesan berwajah bengis.“Apa kau sudah gila?” pekik Fely sembari membelalakkan kedua matanya, tidak percaya mendengar apa yang baru Clay ucapkan.Spontan saja sebuah tamparan mendarat di pipinya Felysha dengan keras, sangat keras hingga membuat Fely menangis. Ia ingin meminta Clay berhenti menyiksanya seperti ini. Tapi, Clay sama sekali tidak memberikan kesempatan untuk Fely berkata-kata.“Apa kau bilang?” desis Clay kejam.“Kau katakan, aku gila? Hem? Itu yang baru kau katakan?!” tuntut Clay menatap lekat Felysha dan menatap tepat di wajahnya Fely.Namun, Fely sama sekali tidak berani menjawab apapun. Ia justru menangis dan gemetar ketakutan. Lalu Clay seketika berteriak histeris, hingga mmebuat tubuh Fely terjingkat dari tempatnya.“Kau