MasukMalam itu, setelah Arman pulang, Bagas tertidur dengan senyum di wajahnya. Ibu Murni juga mengungkapkan kesan baiknya pada Arman.
"Sungguh, dia baik dan tulus. Bagus sekali perilakunya," kata ibu Murni pada Wandira.
Wandira merenung sejenak. "Tapi, ibu, bagaimana kalau semua ini hanya tipuan? Bagaimana jika dia hanya ingin memanfaatkan keadaan?"
Ibu Murni memegang tangan Wandira dengan lembut. "Anakku, janganlah terlalu skeptis. Kadang-kadang, kita perlu memberi kesempatan pada orang lain untuk membuktikan niat baiknya. Arman sepertinya pria yang baik."
Wandira merenung, masih bingung antara kehati-hatian dan kemungkinan bahagia yang baru. Beberapa hari kemudian, Arman kembali datang, membantu Bagas dengan tugas sekolahnya, dan meluangkan waktu bersama keluarga Wandira. Perlahan tapi pasti, Arman mengukir tempat di hati mereka.
Suasana sore itu di kampung Wandira masih terasa han
Yanto pun kembali mencium lembut bibir Susi, membiarkan gairah yang membara merambat di antara mereka. Mereka saling memandang dengan mata penuh keinginan, merasakan getaran keintiman yang memenuhi udara di sekitar mereka. Yanto menarik Susi ke dalam dekapannya dengan lembut, merasakan kehangatan tubuhnya menyatu dengan kehangatan tubuh Susi.Mereka berdua terus berpelukan, merasakan denyutan gairah yang memenuhi setiap sentimeter kulit mereka. Yanto meraba-raba tubuh Susi dengan lembut, menjelajahi setiap lekukannya dengan penuh kelembutan."Bersamamu, aku merasa lengkap," ucap Yanto dengan suara rendah, matanya terpaku pada wajah Susi yang indah.Susi tersenyum dan mencium bibir Yanto dengan penuh cinta. "Aku juga merasa sama, Yanto. Kau membuatku merasa seperti tak ada tempat yang lebih baik untuk berada selain di sini, denganmu."Mereka terus saling memeluk dan meraba
Yanto duduk di pinggir tempat tidur kecilnya, memandangi sudut kamar yang suram. Dari jendela yang terbuka sedikit, cahaya bulan menyusup masuk, menerangi setiap sudut ruangan yang sempit itu. Dia meraba-raba saku celananya, mencari-cari sesuatu yang bisa menghibur dirinya. Ponselnya sudah mati sejak tiga hari yang lalu. Hidupnya terasa monoton. Hanya bekerja di pabrik plastik sehari-hari, tanpa harapan besar untuk masa depan yang lebih baik.Di sebelah kamarnya, terdengar suara-suara bergemuruh dari kamar tetangga yang dipisahkan oleh dinding tipis. Suara Tati dan Agus, sepasang pengantin baru yang baru saja pindah ke kontrakan di sebelahnya. Mereka terus saja bersemangat untuk bercinta setiap malam, meskipun Yanto bisa merasakan kegembiraan mereka kadang membuatnya merasa iri. Sudah sebulan sejak mereka pindah, namun Yanto masih belum terbiasa dengan suara-suara desahan dan erangan halus dari kamar sebelah tersebut, terutama saat malam tiba.
Suasana malam yang tenang di depan rumah Arya tiba-tiba terganggu oleh kedatangan dua wanita yang sama-sama memiliki perasaan terhadap pria itu. Sinta dan Bebi, tanpa sengaja, berdiri berdampingan di depan pintu rumah Arya, terkejut saat menyadari kehadiran satu sama lain.Langit malam yang cerah memancarkan cahaya redup, menciptakan siluet mereka yang tegang di bawah cahaya rembulan. Ketegangan terasa di udara, seolah-olah berderu di antara mereka dengan kekuatan yang tak terbantahkan.Sinta, dengan wajah tegang, menatap tajam ke arah Bebi. "Apa yang kamu lakukan di sini, Bebi?" tanyanya dengan suara tajam yang memotong udara malam.Bebi, terkejut namun tak kalah tegar, menatap kembali Sinta. "Apa yang kamu tanyakan, Sinta? Sama seperti kamu, aku diundang oleh Arya," jawabnya dengan suara yang tetap mantap.Arya, yang mendengar kebisingan di luar, keluar dari rumah dengan wajah yang penuh kecemasan.
Arya melangkah dengan langkah percaya diri ke dalam restoran mewah di pusat kota. Di dalam, lampu-lampu redup menciptakan suasana yang romantis, sementara aroma makanan yang menggugah selera memenuhi udara. Dia telah diundang oleh Bebi, seorang wanita cantik dan sukses yang telah lama menyimpan perasaan terhadapnya.Saat Arya memasuki restoran, dia segera melihat Bebi duduk di meja yang paling terang, senyum manisnya memancarkan kegembiraan. Arya menyambut senyumnya dengan senyuman hangat."Bebi," sapa Arya sambil mencium pipi wanita itu. "Kamu terlihat cantik seperti biasa."Bebi tersenyum malu-malu, merasa tersanjung oleh pujian Arya. "Terima kasih, Arya. Kamu juga terlihat tampan seperti biasa."Mereka duduk di meja yang telah disiapkan, dan mulai menikmati hidangan yang telah dipesan Bebi. Obrolan mereka mengalir dengan lancar, dipenuhi tawa dan canda yang membuat suasana semakin menyenangkan.
Arya berdiri tegak di panggung, sorot mata penuh semangat dan senyumnya memancarkan keyakinan yang menggerakkan massa yang hadir. Sebagai seorang calon legislatif di kota besar ini, dia telah menghabiskan berbulan-bulan untuk mempersiapkan kampanyenya. Di usianya yang ke-45, Arya adalah contoh sempurna dari seorang politisi yang karismatik; tajir, ganteng, dan mampu memukau siapapun yang bertemu dengannya."Pemilihan kali ini bukan hanya tentang kita sebagai individu, tetapi tentang masa depan kota kita yang kita cintai bersama!" serunya, disambut sorak-sorai riuh dari para pendukungnya yang memenuhi lapangan terbuka.Sinta, seorang wanita cantik dan seksi berusia 35 tahun, tersenyum bangga dari barisan depan. Dia telah menjadi sahabat dekat Arya sejak awal kampanye, setia mendampinginya dalam setiap langkahnya. Ketika Arya berbicara, matanya terpaku pada sosok pria di atas panggung, memandanginya dengan kekaguman yang sulit disembunyikan.Di barisan belakang, Bebi, seorang janda kaya
Brigitta terbangun dari tidurnya dengan mata yang masih terpejam, mencari-cari sosok Mirna yang biasanya sudah menunggunya di dapur dengan segelas air susu hangat. Namun, kali ini dia merasa lapar dan ingin minum air susu lebih awal.Dengan langkah kecil yang menggerutu, Brigitta berjalan menuju kamar Mirna. Dia bisa merasakan aroma makanan yang lezat dari dapur, tetapi sebelum dia mencapai tujuannya, dia mendengar suara aneh dari dalam kamar Mirna.Tanpa pikir panjang, Brigitta membuka pintu kamar tanpa mengetuk terlebih dahulu, dan apa yang dia lihat membuatnya terkesiap.Di dalam kamar, Benson dan Mirna terlihat sedang berdekatan, dengan Benson duduk di atas tempat tidur sementara Mirna berbaring di bawahnya. Mereka berdua terlihat terkejut oleh kedatangan tiba-tiba Brigitta, dan ekspresi wajah mereka berusaha menyembunyikan ketidaknyamanan."Brigitta, sayang, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Benson dengan suara serak, mencoba menjelaskan situasi yang tidak biasa ini.Brigitta







