“Kenapa?” tanya Jiang Yi bingung melihat keraguan di mata Liu Qingxue.
“Kami memiliki tujuan yang sangat penting,” jawab Liu Qingxue.
Jiang Yi menatap Liu Qingxue penuh selidik. “Maksudnya, kakak seperguruan tidak bisa kembali ke Sekte Awan Putih?”
“Kondisi kita sekarang sedang kacau, guru sedang sekarat dan setiap hari bertanya tentang Kakak Seperguruan. Sekarang, kamu malah tidak mau kembali,” sambung Jiang Yi.
Mo Tian, yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara. “Kau harus pergi, Liu Qingxue. Sekte Awan Putih adalah keluargamu, dan Guru adalah orang yang penting bagimu. Aku tidak bisa memaksamu untuk meninggalkan mereka demi aku. Pergilah.”
“Bagaimana denganmu?” tanya Liu Qingxue.
“Aku akan melanjutkan perjalanan ini.”
“Tapi aku sudah berjanji untuk membantumu,” balas Liu Qingxue dengan suara bergetar.
“Janji itu bisa menunggu,” ujar Mo Tian dengan tenang. “Aku masih belum tahu kemana tujuan kita selanjutnya, dan perjalanan ini adalah tentang aku menemukan diriku sendiri. Kau harus menyelesaikan urusanmu di sektemu. Setelah itu, kita bisa melanjutkan bersama. Jika memang takdirnya seperti itu, kita pasti akan dipertemukan kembali.”
Jiang Yi memandang Mo Tian dengan penuh rasa syukur. “Terima kasih atas pengertiannya.”
Liu Qingxue menatap Mo Tian, lalu Jiang Yi. Ia akhirnya menghela nafas panjang. “Baiklah. Aku akan kembali ke Sekte Awan Putih. Aku akan menyelesaikan urusan di sana terlebih dahulu, setelah itu kita akan bertemu lagi.”
Mo Tian mengangguk. “Aku akan menunggumu di desa terdekat. Setelah urusanmu selesai, kita bisa bertemu di sana.”
“Dan kau harus berhati-hati,” ujar Liu Qingxue dengan nada serius. “Jika kau bertemu musuh, jangan bertindak gegabah. Kau belum cukup terlatih.”
Mo Tian tersenyum tipis. “Aku akan baik-baik saja.”
“Menurut saranku, pedang tu sebaiknya kau simpan. Karena, pedang itu cukup menarik perhatian,” ucap Liu Qingxue lagi.
“Ini hanyalah pedang karat.”
“Mo Tian benar, ini hanyalah pedang karat. Bahkan dia akan dianggap seperti orang gila kalau membawa pedang itu,” ujar Jiang YI menyeletuk.
“Kau tidak tahu apa-apa, Jiang Yi.” Liu Qingxue tersenyum lembut.
Liu Qingxue akhirnya pergi bersama Jiang Yi, meninggalkan Mo Tian sendirian di perbukitan itu. Dan akhirnya Mo Tian menuruti apa yang dikatakan oleh Liu Qingxue, dia menyimpan pedang itu di balik bajunya.
Mo Tian melanjutkan perjalanan seorang diri, berjalan menuju desa kecil yang disebutkan Liu Qingxue sebelumnya. Meskipun ia merasa kehilangan tanpa kehadiran Liu Qingxue, ia tahu bahwa wanita itu memiliki tanggung jawab yang tidak bisa diabaikan.
Selama perjalanan, di setiap kesempatan untuk beristirahat, Mo Tian terus berlatih menggunakan pedang tua di tangannya. Ia mencoba mengingat semua pelajaran yang diajarkan Liu Qingxue, sambil mencari cara untuk memahami kekuatan misterius dalam dirinya.
“Mengapa semua orang yang aku temui, tidak ada yang tahu dengan Gunung Kelam? Apakah Tabib Langit berbohong? Dan dimana sebenarnya Yan Wuxi?”
Mo Tian memandang langit yang begitu cerah, dia teringat dengan Liu Qingxue. Dia yakin saat ini Liu Qingxue sudah tiba di sektenya. Dia juga baru tahu kalau Liu Qingxue berasal dari Sekte Awan Putih, sekte yang cukup terkenal di dunia persilatan.
“Jika kita Yan Wuxi juga sedang mencari Gunung Kelam, itu artinya kemungkinan besar akan bertemu dengannya. Aku akan membunuhmu, Yan Wuxi,” sambung Mo Tian menatap pedang tua itu yang diangkatnya lebih tinggi diatas kepala menatap matahari.
Sementara itu…
Liu Qingxue dan Jiang Yi tiba di Sekte Awan Putih setelah perjalanan panjang yang melelahkan. Sekte itu terletak di puncak Gunung Awan Putih, sebuah tempat yang indah namun kini terasa suram.
Begitu mereka masuk ke aula utama sekte, Liu Qingxue disambut oleh wajah-wajah cemas para murid. Mereka semua tampak bingung dan putus asa.
“Liu Qingxue!” teriak salah satu saudara seperguruannya. “Syukurlah kau kembali! Guru membutuhkanmu!”
Tanpa membuang waktu, Liu Qingxue segera menuju ke kamar Guru mereka. Di dalam kamar sederhana itu, seorang pria tua dengan tubuh kurus terbaring di atas ranjang. Wajahnya pucat, dan nafasnya terdengar berat.
“Guru...” Liu Qingxue berlutut di samping ranjang. “Aku kembali.”
Mata Guru perlahan terbuka, dan ia tersenyum lemah. “Qingxue... aku senang kau kembali.”
“Apa yang terjadi, Guru? Siapa yang menyerang kita?” tanya Liu Qingxue dengan nada penuh emosi.
Guru menghela nafas panjang. “Dia adalah utusan dari Sekte Langit Berdarah. Mereka mencari Kitab Kematian, dan mereka yakin bahwa sekte kita menyimpan informasi tentang keberadaan kitab itu.”
Liu Qingxue mengepalkan tinjunya. “Aku tidak akan membiarkan mereka menghancurkan sekte kita.”
“Kau harus berhati-hati, Qingxue,” ujar Guru dengan suara yang hampir tidak terdengar. “Musuh kita tidak biasa. Kau harus melindungi sekte ini, apapun yang terjadi.”
Liu Qingxue mengangguk. “Aku bersumpah, Guru. Aku akan melindungi Sekte Awan Putih dengan seluruh kemampuanku.”
“Apa alasan mereka? Apakah kitab itu memang berada disini?” tanya Liu Qingxue.
“Kitab itu telah hilang ribuan tahun lalu.”
“Mengapa mereka menyerang kita?”
“Itu hanya alasan, Yan Wuxi sedang menghabiskan sekte-sekte yang tidak tunduk kepadanya. Dia hanya ingin menguasai dunia.”
Bayangan Mo Tian berdiri di hadapannya dengan tatapan penuh kesombongan. Mata merahnya berkilau, memperlihatkan aura yang sangat kuat dan jahat. Di sekeliling mereka, angin berputar kencang, menciptakan pusaran energi yang membatasi arena pertarungan.Fang Zhi mengepalkan tinjunya, sementara Liu Qingxue menatap Mo Tian dengan cemas.“Kami tidak bisa membantu?” Liu Qingxue bertanya dengan suara penuh kekhawatiran.Penjaga Kuil Jiwa Terakhir menggeleng. “Ini adalah ujian Mo Tian. Jika kalian ikut campur, maka pertarungan ini dianggap tidak sah, dan Mo Tian akan langsung kalah.”Fang Zhi menggertakkan giginya. Ia ingin sekali menghunus pedangnya dan menyerang bayangan Mo Tian itu, tetapi ia tahu bahwa hal itu hanya akan membuat segalanya semakin buruk.Mo Tian menarik napas dalam-dalam. Tangannya meraih gagang pedangnya dengan erat. “Baiklah. Aku akan mengalahkanmu.”Bayangannya tertawa dingin. “Kau? Mengalahkanku?” Ia mengangkat tangannya, dan tiba-tiba pedang hitam pekat muncul di geng
Fang Zhi menggertakkan giginya. Ada sesuatu yang tidak beres dengan lelaki tua itu. Tatapan matanya kepada Mo Tian seolah mengandung maksud tersembunyi, seperti seseorang yang menunggu sesuatu terjadi.“Kita harus pergi,” katanya tegas, berusaha mengabaikan perasaan tidak nyaman yang terus menghantuinya.Mo Tian mengangguk pelan, tubuhnya masih lemah. Liu Qingxue tampak ragu, tapi ia tahu Fang Zhi tidak akan bertindak gegabah tanpa alasan.Lelaki tua itu hanya tersenyum tipis melihat mereka bersiap pergi. “Kalian boleh mencoba pergi, tapi ingatlah kata-kataku. Pada akhirnya, hanya ada satu jalan untuk menghancurkan Buku Kematian…”Fang Zhi menatapnya tajam sebelum menarik lengan Mo Tian, membantunya berjalan. “Kita tidak akan mempercayaimu begitu saja.”Lelaki tua itu terkekeh. “Kita lihat saja nanti.”Tanpa menunggu lebih lama, mereka segera meninggalkan tempat itu.Langit malam mulai menyelimuti perjalanan mereka. Angin dingin berhembus perlahan, menambah ketegangan di antara mereka
ShaaatMo Tian hanya bisa menghela napas berat saat Buku Kematian tiba-tiba melayang dan tersedot ke dalam Pedang Langit Membara, seolah-olah pedang itu memiliki kekuatan alami untuk menyegel keberadaan buku tersebut. Cahaya redup berkedip dari pedang, lalu segalanya kembali tenang.Fang Zhi dan Liu Qingxue saling berpandangan, masih mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Lelaki tua berjubah abu-abu itu tetap diam, matanya menatap tajam ke arah pedang suci yang kini kembali menjadi wadah segel bagi buku terkutuk itu."Sepertinya kita tidak perlu menyegel Mo Tian..." kata Fang Zhi, mencoba mencairkan ketegangan.Namun, lelaki tua itu justru tertawa pelan, suaranya menggema di ruangan yang sunyi. "Jangan terlalu cepat bernafas lega. Kalian sudah mengetahui keberadaan Buku Kematian… dan yang lebih buruk lagi, buku itu telah mengenali pemiliknya."Mo Tian menoleh dengan ekspresi dingin. "Apa maksudmu?"Lelaki tua itu melangkah maju, tatapannya penuh makna. "Kau pasti menyadarinya. B
Mo Tian merasakan tubuhnya melemah seiring dengan hisapan kekuatan yang dilakukan oleh Buku Kematian. Wajahnya memucat, tangannya gemetar, dan matanya mulai kehilangan fokus. Sebuah perasaan kosong merayapi pikirannya—seakan ada bagian dari dirinya yang terenggut dan tak akan pernah kembali.Fang Zhi yang sejak awal memperhatikan perubahan pada Mo Tian segera bertindak.“Berhenti!” serunya, matanya melebar saat menyadari sesuatu yang mengerikan.Buku Kematian bukan hanya menyerap jiwa yang mereka korbankan, tapi juga terus menarik jiwa Mo Tian!Namun, sebelum mereka sempat bereaksi lebih jauh, aura hitam pekat meledak dari buku itu, menyebar ke seluruh ruangan seperti kabut neraka. Buku itu bergetar hebat, seolah ada kekuatan yang terbangun di dalamnya.Mo Tian tak mampu bertahan lebih lama. Tubuhnya jatuh ke lantai dengan suara berdebum keras.“Mo Tian!” Liu Qingxue berlari mendekat, wajahnya penuh kepanikan.Fang Zhi, tanpa berpikir panjang, segera mengalirkan kekuatan spiritualnya
“Tunggu!” teriak Liu Qingxue.“Gunakan cara yang lain! Dan aku yakin kita bisa menggunakan cara lain,” sambungnya sambil menggeleng dan airmata yang telah jatuh di wajahnya.Mo Tian menatap Liu Qingxue. “Aku tidak apa-apa.”“Bagaimana dengan aku? Bagaimana dengan kami?” tanya Liu Qingxue.Lelaki berjubah itu mendesah dan kembali bersuara. "Jika kau ingin aku membaca buku ini, kau harus memilih... darah atau jiwa. Jika kau memilih darah, maka pemiliknya harus mengorbankan darahnya sendiri untuk membuka tiap halaman. Tapi darah manusia terbatas. Membuka seluruh isi buku ini dengan darahnya... hanya akan membuatnya mati kehabisan darah sebelum semua terungkap. Tidak bisa dengan darah orang lain.”Mo Tian menggenggam buku itu semakin erat.“Jika jiwa orang lain? Disini banyak jiwa yang terperangkap, gunakan mereka," tanya Liu Qingxue."Jiwa seseorang akan dikorbankan untuk membuka halaman buku. Jiwa itu akan musnah, tidak bisa bereinkarnasi, tidak bisa kembali. Jiwa itu akan menjadi bagi
Buku Kematian yang kini berada di tangan Mo Tian kembali terlihat kosong. Huruf-huruf yang sebelumnya muncul saat terkena darahnya telah lenyap, menyisakan halaman-halaman kosong yang seakan menyimpan misteri yang lebih dalam.Mo Tian menghela nafas panjang. Jika satu tetes darah saja dapat menampakkan huruf-huruf itu, maka butuh seluruh darahnya untuk membaca keseluruhannya. Itu bukan pilihan yang bisa diambil begitu saja.Perjalanan mereka menuju Gunung Jiwa Abadi terasa lebih mudah dari yang mereka bayangkan. Tidak ada rintangan berarti, tidak ada serangan dari iblis atau makhluk penjaga. Ini terlalu aneh. Gunung Jiwa Abadi seharusnya menjadi tempat yang paling sulit dijangkau, namun mereka berjalan tanpa hambatan."Aku tidak suka ini," gumam Liu Qingxue sambil menatap sekeliling dengan waspada."Aku juga," timpal Fang Zhi. "Biasanya tempat seperti ini penuh dengan jebakan atau makhluk penjaga. Ini terlalu sepi."Mo Tian tidak banyak bicara, tetapi dia bisa merasakan hawa dingin ya