Beberapa hari setelah kedatangannya, ternyata Guru sekaligus Ketua Sekte Awan Putih akhirnya wafat. Luka yang dialaminya cukup parah, merusak seluruh bagian organ dalamnya.
Liu Qingxue berdiri di depan aula utama Sekte Awan Putih, wajahnya dipenuhi kesedihan yang sulit disembunyikan. Hatinya berat, bukan hanya karena kehilangan sang guru, tetapi juga karena beban tanggung jawab yang ditawarkan kepadanya.
Ketua Sekte Awan Putih, meninggal dunia setelah bertahan cukup lama hanya dengan kekuatan roh dan tenaga dalamnya. Ia telah menunggu Qingxue kembali untuk menyampaikan pesan terakhirnya.
Saat itu, di ranjang sederhana, guru yang telah mendidiknya sejak kecil memegang tangan Qingxue dengan lemah. “Qingxue... aku tahu hatimu. Kau adalah murid terbaik yang pernah aku miliki, tapi jalurmu berbeda. Jangan biarkan dendam mengaburkan nuranimu. Dunia ini butuh orang sepertimu...” Itulah kata-kata terakhir yang terucap sebelum sang guru mengembuskan nafas terakhir.
Tangisan para murid dan tetua menggema di aula, tapi Liu Qingxue tetap teguh. Air matanya mengalir, namun tekadnya tidak berubah. Ia tahu, ini bukan akhir dari pengorbanan. Ini adalah awal dari perjalanan panjang yang harus ditempuh.
Beberapa hari setelah pemakaman sederhana untuk sang guru, dewan tetua sekte mengadakan pertemuan untuk memilih penerus Ketua Sekte. Semua orang sepakat bahwa Liu Qingxue adalah kandidat yang paling pantas. Keahliannya dalam ilmu pedang, kecerdasannya dalam strategi, serta dedikasinya pada sekte selama bertahun-tahun membuatnya menjadi pilihan yang jelas.
Namun, ketika namanya dipanggil di hadapan murid-murid sekte, Liu Qingxue berdiri dengan tegak dan berkata, “Aku merasa terhormat atas kepercayaan kalian. Tapi aku tidak bisa menerima tanggung jawab ini.”
Para tetua terkejut, dan salah satu dari mereka bertanya, “Mengapa, Qingxue? Kau adalah murid kesayangan Ketua, dan kau memiliki kemampuan untuk memimpin kami.”
“Aku tidak bisa berdiam diri di sini, sementara orang yang menyebabkan kehancuran ini masih berkeliaran di luar sana,” jawab Liu Qingxue tegas. “Yan Wuxi, pemimpin Sekte Langit Berdarah, adalah penyebab dari semua ini. Aku tidak akan tenang sampai aku membalaskan dendam kepada orang itu.”
Keributan pun terjadi di aula. Beberapa murid mendukung keputusan Qingxue, sementara yang lain menganggapnya sebagai tindakan impulsif. Namun, dewan tetua akhirnya menghormati keputusannya.
Dengan menolak, Liu Qingxue mengajukan nama Hu Tian, putra dari Ketua Sekte, sebagai penerus. Hu Tian adalah pendekar hebat yang memiliki pengaruh kuat di antara para murid, meskipun ia lebih muda dari Qingxue. Setelah beberapa perdebatan, Hu Tian akhirnya diterima sebagai Ketua Sekte yang baru.
Sebelum Qingxue pergi, Hu Tian mendekatinya. “Kakak Qingxue, aku tidak akan bisa menggantikan posisi ayah atau dirimu, tapi aku akan melakukan yang terbaik untuk melindungi sekte ini.”
Liu Qingxue menepuk pundaknya. “Aku percaya padamu, Hu Tian. Lindungi sekte ini dengan seluruh jiwa dan ragamu. Tapi ingat, jika kau butuh bantuanku, aku akan selalu kembali.”
Liu Qingxue meninggalkan Sekte Awan Putih dengan tekad yang membara. Ia tidak hanya ingin membalaskan dendam gurunya, tetapi juga ingin menghentikan rencana Yan Wuxi yang mengincar Kitab Kematian. Di luar gerbang sekte, ia bertemu dengan Mo Tian, yang telah menunggu selama beberapa hari.
“Mengapa kau disini?” tanya Liu Qingxue heran.
“Aku mengikutimu.”
“Mengapa?”
“Aku tidak punya tempat tujuan, dan juga berjalan seorang diri menuju Gunung Kelam, rasanya tidak menyenangkan.”
“Kau takut?” selidik Liu Qingxue.
“Aku tahu kau akan pergi,” kata Mo Tian sambil tersenyum. “Aku memutuskan untuk menunggumu.”
“Aku tidak punya banyak waktu,” balas Liu Qingxue. “Aku harus melanjutkan perjalanan ini secepat mungkin.”
“Kalau begitu, biarkan aku ikut.”
Liu Qingxue terdiam sejenak, lalu mengangguk. Meski awalnya ia merasa bahwa perjalanan ini adalah tanggung jawab pribadinya, kehadiran Mo Tian memberinya rasa lega. Kekuatan misterius Mo Tian, serta tekadnya untuk menemukan identitas dirinya, menjadikan mereka pasangan yang saling melengkapi.
Dalam perjalanan, Mo Tian terus berusaha memahami pedang tua di tangannya. Setiap malam, ia melatih diri dengan bimbingan Liu Qingxue. Pedang itu, meski terlihat usang, memiliki kekuatan yang menakutkan. Ketika Mo Tian mengayunkannya dengan fokus, pedang itu memancarkan cahaya samar yang mengintimidasi.
“Pedang itu bukan pedang biasa,” ujar Liu Qingxue suatu malam. “Aku yakin, itu adalah senjata yang memiliki hubungan erat dengan tanda di pundakmu.”
“Aku merasa pedang ini seperti hidup, tapi aku tidak bisa mengendalikannya sepenuhnya,” jawab Mo Tian.
“Kau perlu memahami dirimu sendiri terlebih dahulu sebelum bisa menguasai pedang itu,” kata Liu Qingxue. “Itu mungkin sama seperti takdirmu. Kau tidak bisa melawannya, tapi kau bisa memilih bagaimana menjalani takdir itu.”
Sementara itu, mereka terus menyusuri jejak Yan Wuxi. Informasi dari berbagai sumber mengarahkan mereka ke wilayah perbatasan, tempat Yan Wuxi diyakini sedang mengumpulkan pasukan.
Malam itu, di tengah hutan lebat, mereka bertemu dengan dua pendekar berpakaian hitam yang membawa simbol Sekte Langit Berdarah. Kedua pendekar itu tampaknya telah menunggu mereka.
“Kalian adalah Mo Tian dan Liu Qingxue,” salah satu dari mereka berbicara dengan nada dingin. “Pemimpin kami sudah mendengar tentang kalian. Dia mengirim kami untuk memberikan peringatan.”
“Peringatan?” Liu Qingxue menghunus pedangnya. “Katakan pada Yan Wuxi, aku tidak butuh peringatan. Aku akan mencarinya sampai ke ujung dunia.”
Pendekar itu tertawa kecil. “Sayang sekali, kalian tidak akan sampai sejauh itu.”
Mo Tian dan Liu Qingxue saling pandang, sebenarnya mereka heran dariaman Yan Wuxi tahu nama mereka?
Pertarungan pun tak terhindarkan. Kedua pendekar itu memiliki kecepatan dan kekuatan luar biasa, namun Liu Qingxue dan Mo Tian bertarung dengan kekompakan yang membuat mereka mampu menghadapi tekanan tersebut.
Di tengah pertarungan, Mo Tian kembali merasakan tanda sabit hitam di pundaknya bersinar. Pedang tua di tangannya memancarkan aura gelap yang menakutkan, dan dengan sekali tebasan, ia berhasil mengalahkan salah satu lawannya.
Pendekar yang tersisa mundur dengan luka parah, namun sebelum melarikan diri, ia memberikan pesan terakhir. “Yan Wuxi akan menunggu kalian di Benteng Langit Merah. Tapi berhati-hatilah... takdir kalian tidak akan berakhir dengan kemenangan.”
Bayangan Mo Tian berdiri di hadapannya dengan tatapan penuh kesombongan. Mata merahnya berkilau, memperlihatkan aura yang sangat kuat dan jahat. Di sekeliling mereka, angin berputar kencang, menciptakan pusaran energi yang membatasi arena pertarungan.Fang Zhi mengepalkan tinjunya, sementara Liu Qingxue menatap Mo Tian dengan cemas.“Kami tidak bisa membantu?” Liu Qingxue bertanya dengan suara penuh kekhawatiran.Penjaga Kuil Jiwa Terakhir menggeleng. “Ini adalah ujian Mo Tian. Jika kalian ikut campur, maka pertarungan ini dianggap tidak sah, dan Mo Tian akan langsung kalah.”Fang Zhi menggertakkan giginya. Ia ingin sekali menghunus pedangnya dan menyerang bayangan Mo Tian itu, tetapi ia tahu bahwa hal itu hanya akan membuat segalanya semakin buruk.Mo Tian menarik napas dalam-dalam. Tangannya meraih gagang pedangnya dengan erat. “Baiklah. Aku akan mengalahkanmu.”Bayangannya tertawa dingin. “Kau? Mengalahkanku?” Ia mengangkat tangannya, dan tiba-tiba pedang hitam pekat muncul di geng
Fang Zhi menggertakkan giginya. Ada sesuatu yang tidak beres dengan lelaki tua itu. Tatapan matanya kepada Mo Tian seolah mengandung maksud tersembunyi, seperti seseorang yang menunggu sesuatu terjadi.“Kita harus pergi,” katanya tegas, berusaha mengabaikan perasaan tidak nyaman yang terus menghantuinya.Mo Tian mengangguk pelan, tubuhnya masih lemah. Liu Qingxue tampak ragu, tapi ia tahu Fang Zhi tidak akan bertindak gegabah tanpa alasan.Lelaki tua itu hanya tersenyum tipis melihat mereka bersiap pergi. “Kalian boleh mencoba pergi, tapi ingatlah kata-kataku. Pada akhirnya, hanya ada satu jalan untuk menghancurkan Buku Kematian…”Fang Zhi menatapnya tajam sebelum menarik lengan Mo Tian, membantunya berjalan. “Kita tidak akan mempercayaimu begitu saja.”Lelaki tua itu terkekeh. “Kita lihat saja nanti.”Tanpa menunggu lebih lama, mereka segera meninggalkan tempat itu.Langit malam mulai menyelimuti perjalanan mereka. Angin dingin berhembus perlahan, menambah ketegangan di antara mereka
ShaaatMo Tian hanya bisa menghela napas berat saat Buku Kematian tiba-tiba melayang dan tersedot ke dalam Pedang Langit Membara, seolah-olah pedang itu memiliki kekuatan alami untuk menyegel keberadaan buku tersebut. Cahaya redup berkedip dari pedang, lalu segalanya kembali tenang.Fang Zhi dan Liu Qingxue saling berpandangan, masih mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Lelaki tua berjubah abu-abu itu tetap diam, matanya menatap tajam ke arah pedang suci yang kini kembali menjadi wadah segel bagi buku terkutuk itu."Sepertinya kita tidak perlu menyegel Mo Tian..." kata Fang Zhi, mencoba mencairkan ketegangan.Namun, lelaki tua itu justru tertawa pelan, suaranya menggema di ruangan yang sunyi. "Jangan terlalu cepat bernafas lega. Kalian sudah mengetahui keberadaan Buku Kematian… dan yang lebih buruk lagi, buku itu telah mengenali pemiliknya."Mo Tian menoleh dengan ekspresi dingin. "Apa maksudmu?"Lelaki tua itu melangkah maju, tatapannya penuh makna. "Kau pasti menyadarinya. B
Mo Tian merasakan tubuhnya melemah seiring dengan hisapan kekuatan yang dilakukan oleh Buku Kematian. Wajahnya memucat, tangannya gemetar, dan matanya mulai kehilangan fokus. Sebuah perasaan kosong merayapi pikirannya—seakan ada bagian dari dirinya yang terenggut dan tak akan pernah kembali.Fang Zhi yang sejak awal memperhatikan perubahan pada Mo Tian segera bertindak.“Berhenti!” serunya, matanya melebar saat menyadari sesuatu yang mengerikan.Buku Kematian bukan hanya menyerap jiwa yang mereka korbankan, tapi juga terus menarik jiwa Mo Tian!Namun, sebelum mereka sempat bereaksi lebih jauh, aura hitam pekat meledak dari buku itu, menyebar ke seluruh ruangan seperti kabut neraka. Buku itu bergetar hebat, seolah ada kekuatan yang terbangun di dalamnya.Mo Tian tak mampu bertahan lebih lama. Tubuhnya jatuh ke lantai dengan suara berdebum keras.“Mo Tian!” Liu Qingxue berlari mendekat, wajahnya penuh kepanikan.Fang Zhi, tanpa berpikir panjang, segera mengalirkan kekuatan spiritualnya
“Tunggu!” teriak Liu Qingxue.“Gunakan cara yang lain! Dan aku yakin kita bisa menggunakan cara lain,” sambungnya sambil menggeleng dan airmata yang telah jatuh di wajahnya.Mo Tian menatap Liu Qingxue. “Aku tidak apa-apa.”“Bagaimana dengan aku? Bagaimana dengan kami?” tanya Liu Qingxue.Lelaki berjubah itu mendesah dan kembali bersuara. "Jika kau ingin aku membaca buku ini, kau harus memilih... darah atau jiwa. Jika kau memilih darah, maka pemiliknya harus mengorbankan darahnya sendiri untuk membuka tiap halaman. Tapi darah manusia terbatas. Membuka seluruh isi buku ini dengan darahnya... hanya akan membuatnya mati kehabisan darah sebelum semua terungkap. Tidak bisa dengan darah orang lain.”Mo Tian menggenggam buku itu semakin erat.“Jika jiwa orang lain? Disini banyak jiwa yang terperangkap, gunakan mereka," tanya Liu Qingxue."Jiwa seseorang akan dikorbankan untuk membuka halaman buku. Jiwa itu akan musnah, tidak bisa bereinkarnasi, tidak bisa kembali. Jiwa itu akan menjadi bagi
Buku Kematian yang kini berada di tangan Mo Tian kembali terlihat kosong. Huruf-huruf yang sebelumnya muncul saat terkena darahnya telah lenyap, menyisakan halaman-halaman kosong yang seakan menyimpan misteri yang lebih dalam.Mo Tian menghela nafas panjang. Jika satu tetes darah saja dapat menampakkan huruf-huruf itu, maka butuh seluruh darahnya untuk membaca keseluruhannya. Itu bukan pilihan yang bisa diambil begitu saja.Perjalanan mereka menuju Gunung Jiwa Abadi terasa lebih mudah dari yang mereka bayangkan. Tidak ada rintangan berarti, tidak ada serangan dari iblis atau makhluk penjaga. Ini terlalu aneh. Gunung Jiwa Abadi seharusnya menjadi tempat yang paling sulit dijangkau, namun mereka berjalan tanpa hambatan."Aku tidak suka ini," gumam Liu Qingxue sambil menatap sekeliling dengan waspada."Aku juga," timpal Fang Zhi. "Biasanya tempat seperti ini penuh dengan jebakan atau makhluk penjaga. Ini terlalu sepi."Mo Tian tidak banyak bicara, tetapi dia bisa merasakan hawa dingin ya