Share

PASUKAN SANDI WANITA MISTERIUS

Jentra melanjutkan perjalanannya menuju Kedu di utara. Namun, ia harus melalui banyak sekali rintangan. Dari binatang buas yang mengganggu, badai pancaroba yang menghancurkan pepohonan, dan wanua-wanua yang kurang bersahabat terutama wanua atau watak yang dikuasai oleh Rakyan atau rama berwangsa Sanjaya. Namun, Jentra tetap harus menjalankan misinya untuk mengetahui wanua-wanua mana yang memang memiliki potensi melakukan pemberontakan.

Selama masa perjalanan itu, ia merasa dibuntuti seseorang. Ia memang berpura-pura tidak tahu dan mencari kesempatan untuk meringkus orang yang membuntutinya.

Sampai suatu malam, Jentra sengaja beristirahat di bawah pohon supaya penguntitnya mendekat.  Ia sengaja tidak menambahkan kayu api dan pura-pura tertidur. 

Tidak berapa lama telinganya mendengar orang berbisik lirih.

"Apakah dia sudah tertidur?"

Dari pendengaran Jentra. Penguntitnya adalah wanita dan tidak hanya satu orang, namun beberapa orang, tanpa Jentra bisa memastikannya.

"Sepertinya sudah, Yayu," jawab penguntit yang lain.

"Coba periksa barang-barangnya, apakah ada di sana? Hati-hati dia sangat sakti," suruh penguntit yang pertama sambil memberikan peringatan pada penguntit yang kedua.

"Aku tidak berani mendekatinya. Barangnya ada di bondotannya, dan ia memeluknya erat. Aku tidak bisa mengambilnya," kata penguntit kedua.

Jentra semakin menajamkan telinganya, dengan tangan masih memeluk bondotan atau tas kainnya. Ia penasaran apa sebenarnya yang dicari wanita-wanita ini? Apakah mereka juga jenis perampok atau pencuri yang suka mencuri harta orang lain saat korbannya tertidur. Jentra-pun bersiap dengan memegang erat belatinya.

Akhirnya, penguntit yang pertama mendekati Jentra. Ia memberanikan diri meraba tubuh Jentra. Menyentuh lengannya, punggungnya dan saat tangan lembut itu masuk ke dalam baju di sela dadanya.

Seketika, Jentra langsung menangkap pergelangan tangan wanita itu dan menguncinya dengan kakinya.

"Kena kau! Pencuri kecil! Apa yang kau cari? Mencari kehangatan? Baik akan kuberikan!" kata Jentra kesal. 

Ia pun menarik wanita itu ke pelukannya. Wanita itu memekik terkejut dan menjerit.

"Aaaahhh!"

Jentra memeluknya erat, dan entah mengapa hangat tubuh dan aroma wangi wanita itu mengingatkannya pada seseorang.

"Lepaskan!" jerit wanita itu

Jentra sedikit terkejut dengan suara yang seperti tak asing baginya. Namun, wanita itu memakai tutup wajah yang sama dengannya. Baju biru para Sanditaraparan yang sama, dengan lambang yang sama, hanya baju itu didesain untuk wanita.

"Siapa kau? Mengapa kau memakai lambang dan seragam satuan khusus kami?" tanya Jentra.

Wanita itu tidak menjawab. Ia hanya meronta dan terus meronta berusaha melepaskan diri. Ia mencoba menendang, namun kaki Jentra lebih kuat memitingnya. Ia berusaha menampar, memukul, dan mencakar, tapi tidak berhasil.

"Apa yang kau inginkan dariku? Sampai kau mau mencurinya dariku? Apakah kau tidak bisa memintanyaa baik-baik?" tanya Jentra.

"Berikan peta itu padaku, dan kami akan membiarkanmu hidup!" jawab wanita itu.

"Ha....Ha....Ha....., kau akan membiarkanku hidup? Sementara saat ini kau sedang ada dalam kungkunganku seperti ini. Bukankah harusnya kau yang memohon supaya kau dibiarkan hidup?" Jentra tertawa.

"Kau, manusia licik! Lepaskan aku dan kita bertarung! Jika aku menang, berikan peta itu, dan jika aku kalah, aku akan pergi!" jawab Wanita itu.

Seketika meledaklah tawa Jentra lagi.

"Membebaskan diri dariku saja kau tidak bisa, bagaimana kau akan melawanku?" tanya Jentra. "Tapi baiklah, ayo kita coba seberapa hebat kau bisa menjatuhkanku." Jentra melepaskan wanita itu.

Wanita itu segera memasang kuda-kuda dan mulai menyerang Jentra dengan keris panjangnya. Jentra tidak serius menghadapinya. Yntuk menghindari keris wanita itu, ia tidak perlu membuat gerakan ekstrem. Hanya cukup meliukan pinggang ke kanan atau ke kiri, ke depan atau ke belakang. Sampai akhirnya ia begitu geram dan kesal.

Sekali hentak kerisnya terlempar dan menancap persis di batang pohon, di mana wanita penguntit lainnya berdiri melihat mereka berkelahi.

"Eiitts!" teriaknya.

"Hati-hati di situ banyak ular!" teriak Jentra

"Aduh....duh ....Yayu....Bagaimana ini?" teriakpPenguntit kedua itu sambil menjauhi pohon.

"Kau licik sekali, sih. Mengganggu orang yang tidak ikut berkelahi. Ayo lawan aku saja!" jata Penguntit yang pertama.

Jentra akhirnya kehabisan kesabaran. Ia merangsek ke depan dan menggamit pinggang wanita itu. Ia mendorongnya dan menghimpitnya di pohon.

"Sekarang saatnya, aku ingin melihat wajah jelek di balik topeng Sanditaraparan palsu berkemampuan buruk. Kau sungguh memalukan! Menghina pasukan khusus kami. Aku tak akan mengampunimu!" teriak Jentra.

Ia-pun merobek topeng wajah wanita itu dan seketika ia tertegun. Ia tidak percaya dengan matanya

"Candrakanti!" 

Apa dia bermimpi? Tetapi sungguh aneh  jika Candrakanti tiba-tiba menjadi pasukan Sanditaraparan. Sepertinya, Jentra hanya terlalu merindukannya hingga melihat siapapun seperti melihat wajahnya.

Duk!

Sedang merenung soal wanita di depannya ini, Jentra merasa tengkuknya dipukul keras dari belakang, sehingga dirinya merasa lemas beberapa saat. Pada saat itulah Candrakanti dan temannya bergegas pergi.

"Lontar berisi petanya?" tanya Candrakanti.

Temannya menggeleng. Candrakanti bermaksud menggeledah lagi, namun Jentra yang kesakitan sudah berusaha bangkit. Candrakanti dan temannya pun akhirnya menghilang dalam kegelapan.

"Oh, wanita tolol! Sakit sekali kepalaku serasa dijatuhi gadha beribu-ribu!" kata Jentra yang kemudian kembali pingsan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status