Share

4. MENOLONG BUNGA

Brakk..suara pintu di buka dengan kasar.

“Mamah tunggu!“ suara Adelia mengejutkan kedua orangtuanya. Gadis itu berlari menaiki anak tangga dengan cepat. Dadanya naik turun tak beraturan.

Erlangga menurunkan tubuh Aini dari gendongannya.

“Ganggu orang tua aja!“ Erlangga menggerutu.

“Ada apa, Sayang?“ Aini menyentuh wajah putrinya.

“Mamah, tolongin Bunga!“ Adelia menggandeng tangan Aini.

“Iya. Tapi ada apa, Sayang? cerita sama Mamah!“

“Ayo, Mah! Cepetan! Nanti ceritanya di Mobil. Papah juga ikut!“ Adelia menarik lengan kedua orang tuanya.

“Papah baru pulang kerja Adel. Cape!” Erlangga berusaha menolak ajakan putrinya.

“Sebentar doang, Pah! “

Walau kesal, Erlangga terpaksa mengikuti kemauan putrinya. Namun Aini mencoba untuk menenangkan suaminya. Dia yakin pasti ada sesuatu yang serius yang menimpa sahabat putrinya.

Sopir pribadi  juga sudah siap mengantar mereka. Mobilpun segera meluncur ke lokasi.

****

Mobil berhenti di depan rumah sederhana bernuansa betawi. Terlihat Bunga yang sedang berbicara dengan tiga orang pria berbadan kekar di teras rumah. Ibunya hanya bisa menangis sambil memeluk adik lelaki Bunga yang baru berusia lima tahun dan juga suaminya yang duduk di atas kursi roda.

“Ayo Mah, kita bantu Bunga!“ Adel segera turun dari mobil dan berlari ke arah Bunga..

“Iya, Sayang, Ayo, Mas turun!“Aini mengulurkan tangan kepada suaminya.

“Enggak! Kamu saja yang turun. Aku tunggu di mobil!“ Erlangga cuek dan tidak tertarik sama sekali.

“Mas, kamu jangan keterlaluan dong, Bunga lagi ribut sama tiga orang laki-laki dan kamu lihat dong orang tuanya menangis. Pasti ada yang serius dan mereka butuh bantuan kita!“

“Kalau Aku bilang Enggak, ya Enggak! kamu turun saja sendiri, Aku malas berurusan lagi sama gadis itu! Ribet ujung-ujungnya.“

“Ya udah deh, terserah kamu!“ Aini sangat kesal. Ia turun dari mobil dan menutup pintu mobil dengan keras.

“Ada apa ini! Tolong jelaskan!“ Aini mencoba bertanya kepada ketiga pria berwajah sangar.

“Anda siapa?! apa urusannya dengan keluarga ini?!“ Seru pria yang berkumis tebal.

“Saya kerabatnya! kalian benar-benar memalukan! beraninya hanya dengan kaum yang lemah saja!” Aini berkata dengan nada tinggi.

“Saya tidak ada urusan dengan Anda! Jangan ikut campur!” si kumis tebal menunjuk wajah Aini.

“Gak usah pake nunjuk. Kalian hanya berani melawan wanita saja! “

“Sudah! Ayo kita bawa saja gadis ini sebagai jaminan!“

Dua lealki bertubuh kekar menarik lengan Bunga dan menyeretnya. Bunga terus meronta. Wanita yang melahirkan Bunga, Aini dan Adelia mencoba membantu melepas bunga dari cengkeraman tangan-tangan kekar itu. Namun tenaga mereka begitu kuat hingga hanya dengan satu kali hentakan, ketiga wanita tidak berdaya itu terjatuh. Mereka berusaha bangun dan mengejar Bunga, tapi usaha mereka sia-sia.

Bunga dipaksa masuk ke dalam mobil oleh ketiga pria itu. Tepat pada saat salah satu pria akan menutup pintu Mobil, Erlangga datang dan menendang pintu mobil serta menarik pakaian pria itu dan melemparkannya ke tanah. Erlangga lalu menarik lengan Bunga untuk keluar dari mobil.

“Siapa Anda?! beraninya mencampuri urusan kami!“

“Apa mau kalian dari gadis ini?!“tanya Erlangga kembali.

“Dia punya hutang kepada boss kami Empat puluh juta. Mereka tidak sanggup membayar. Sesuai perjanjian, gadis itu akan menjadi jaminan sampai hutang mereka lunas!”

“Dasar licik kalian!“ Erlangga mengambil kartu nama di dompetnya dan melempar dengan kasar ke arah pria itu.

“Hubungi saya besok! Sekarang juga kalian pergi!“

“Oke, tapi pertimbangkan penawaran saya tadi! kalau kamu mau jadi simpanan Boss kami, hutang keluarga kamu lunas!“

“Pergi sekarang juga atau saya panggil orang sekampung untuk mengeroyok kalian!“ Erlangga mengancam para penjahat itu.

“Oke! kami pergi!“

Para penagih hutang masuk ke dalam mobil dan melaju dengan kecepatan tinggi.

Erlangga mendengus kesal. Pria angkuh itu sangat tidak suka berurusan dengan preman receh seperti mereka. Bukan level dia untuk mengurusi hal kecil seperti ini. Kalau saja bukan karena Aini dan Adel yang memaksanya, Ia tidak sudi membantu gadis yang sangat dibenci.

Erlangga merasa gadis menyebalkan itu tengah memperhatikan dirinya.

“Apa yang ada di pikiran gadis itu? Apa Dia fikir aku jatuh hati padanya karena bersedia menolongnya?” Erlangga bermonolog dalam hati.

Perlahan, Ia menoleh ke arah Bunga. “Ternyata benar! Gadis itu tengah terpeseona kepada diriku. Dasar gadis sampah!” ucap Erlangga dalam hati.

“Ngapain kamu lihatin saya seperti itu?! Saya tidak suka!“ Hardik Erlangga kepada Bunga.

Bunga menunduk ketakutan dengan tubuh gemetar.

“Dengar! jangan kamu pikir aku menolongmu karena dirimu! Itu salah besar! Semua aku lakukan karena Istridan anak. Catat itu!“

Erlangga melangkahkan kakinya, Namun baru satu langkah, tubuh Bunga ikut tertarik dan hampir terjatuh.

“Lepasin tangan saya, Pak Er!” ucap Bunga.

Erlangga menatap ke arah lengan Bunga. Dia tidak sadar bahwa masih memegang tangan Bunga. Mukanya memerah, Ia merasa hal ini sangat memalukan. Namun ada desiran halus dalam dada saat menggenggam jemari gadis itu. Entahlah rasa apa ini, erlangga berusaha menepisnya. Iapun segera melepas jemari Bunga dengan kasar.

“Aini! Aku tunggu di mobil!“ Si Pria tampan nan angkuh itu melangkahkan kakinya ke arah mobil tanpa menoleh sedikitpun. Dia merasa sangat malu.

Erlangga mengarahkan pandangannya kepada Bunga. Ada perasaan yang aneh tatkala melihat wajah gadis itu. Rasa yang sudah lama dirindukan. Ada geletar aneh yang tak dimengerti.

Erlangga melihat Aini dan yang lainnya berjalan ke arahnya. Pria itu berpura-pura membaca surat kabar yang ada di jok mobil.

“Mas, malam ini aku ajak mereka tidur di rumah kita boleh, ya? aku takut preman-preman itu datang lagi kesini!“ ucap Aini saat membuka pintu mobil.

Braak, Erlangga membanting koran ke lantai mobil.

“Apa-apa an ini! Aku tidak setuju! Kamu dengar sendiri’kan, besok aku menyuruh mereka untuk menghubungi Aku! jadi mereka tidak mungkin datang kesini lagi, Aini!“Erlangga sangat kesal kepada istrinya.

“Jangan setengah-setengah bantu mereka! Kasihan mereka!”

 “Terserah kamu! tapi aku tidak sudi satu mobil dengan gadis itu!“

Erlangga keluar dari mobil dan menyetop Taxi. Ia tidak perduli dengan suara Aini yang terus memanggilnya. Hatinya begitu kesal terhadap keputusan istrinya. Begitu mudahnya Dia menerima orang lain di rumah tanpa melihat dulu siapa mereka. Namun itulah Aini, kebaikan hati dan ketulusannya lah yang membuat Erlangga begitu mencintai dan menyayangi istrinya.

****

Mobil yang membawa Aini dan yang lainnya berhenti di rumah mewah dengan tiga lantai milik Erlangga. Mereka masuk ke dalam rumah. Aini mengantar kedua orang tua Bunga, dan adiknya ke kamar tamu, Bunga mendorong kursi roda ayahnya dengan penuh kasih sayang.

“Untuk sementara, kalian tinggal di sini dulu, ya!“ ucap Aini dengan menguntai senyum manis.

“Terima Kasih, Bu. Saya tidak akan pernah melupakan kebaikan ibu!“ ucap bu Sumi, Ibunda Bunga. Dia mencium tangan Aini. Namun Aini berusaha menghindar. Da merasa tidak pantas karena usia mereka pasti tidak beda jauh..

Bu Sumi menghapus airmatanya dengan jilbab lusuh yang dikenakan.

“Apa kalian sudah makan?” tanya Aini.

“Sudah, Tante!“ Jawab Bunga.

“Benar?“

“Benar, Tante!“

“Ya sudah. Kalian istirahat dulu. Saya mau menunggu suami saya pulang.“

Aini keluar dari kamar dan menutup pintu perlahan. Kemudian menuju ruang tamu untuk menunggu kedatangan suaminya.

Aini menatap ke arah jam dinding. Hampir setengah jam menunggu suaminya. Tidak biasa nya suaminya seperti ini. Semarah apapun dia, tidak pernah pergi tanpa pamit kepadanya.

Ting tong! bel berbunyi, Aini segera membuka pintu. Erlangga muncul dengan wajah yang tidak bersahabat. Ia masuk begitu saja tanpa memperdulikan Aini yang terus memanggil namanya.

“Mas, berhenti!“ Aini menarik lengan suaminya untuk menghentikan langkahnya.

“Apa lagi Aini? aku cape!“ jawab Erlangga dengan kesal.

“Dari mana saja kamu,Mas? lebih dari setengah jam aku menunggu kamu!“

“Untung saja aku masih mau pulang! Pokoknya selama mereka masih ada mereka di rumah ini, aku tidak akan pulang! Rumah ini bukan penampungan. Kamu tinggal pilih mereka atau aku!“ jawab Erlangga dengan sombong.

“Kamu jangan lebay deh. Mereka itu tamu aku, kamu juga harus menghormati mereka!”

“Dengar Aini, aku tidak sudi tinggal satu atap dengan gadis sialan itu! Mereka tidak seharusnya tinggal di sini. dan kamu juga harus menghormatiku sebagai suamimu! ini rumahku!“ Erlangga mengguncang bahu Aini.

“Tapi, Mas...,”

“Tante. Pak Er benar. Kami tidak seharusnya tinggal di sini!“ Bunga muncul dengan raut wajah yang begitu sedih. Rambut hitamnya  yang bergelombang dibiarkan tergerai tanpa tersisir rapi.

“Pak Er-Pak Er! nama saya Erlangga! Saya tidak suka dipanggil seperti itu!“ Hardik Erlangga kepada Bunga.

“Kamu dan keluargamu kenapa sih harus nyusahin keluarga saya?! kenapa kamu tidak terima saja penawaran dari Boss preman itu?! kalau kamu mau jadi simpanannya, kelar semua masalah! kamu tidak lagi merepotkan orang lain! kalian yang menikmati uangnya untuk bersenang-senang, keluargaku ikut menanggung! Memalukan!“ emosi pria berkacamata itu kian meledak-ledak. Kepalanya terasa seperti mengepul.

“Mas! Jangan keterlaluan kamu!“ seru Aini. Dia tidak suka mendengar perkataan buruk suaminya.

Erlangga mendengkus kesal. Ia memilih untuk berlalu dari hadapan gadis yang paling dibenci saat ini. Kepalanya terasa mau meledak kalau harus melihat gadis menyebalkan itu di hadapannya.

Aini mencoba menenangkan Bunga yang menangis. Ia juga kesal mendengar perkataan suaminya yang sangat menyakitkan dan pasti membuat bunga sangat sedih.

“Bunga! Tolong maafkan suami saya, ya. Enggak usah didengerin ucapannya. Orangnya memang begitu kalau lagi marah. Nanti kalau sudah reda juga biasa lagi.”

“Iya Tante, Bunga Enggak apa-apa kok.“

“Ya sudah. Kamu istirahat dulu, Tante mau ke kamar dulu, ya. “ Aini menghapus airmata Bunga dan berlalu menuju ke kamarnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status