Sajian lengkap sudah tersedia di masing-masing piring yang ada di meja makan. Erlangga selalu membiasakan keluarga untuk berdisiplin dan menghargai waktu. Karena baginya orang yang tidak disiplin dan tidak bisa menghargai waktu sama saja tidak menghargai diri sendiri dan juga orang lain.
Begitu juga dengan jam makan. Di waktu yang telah ditentukan mereka harus berkumpul di meja makan. Tidak ada yang harus menunggu lama ataupun tidak sarapan karena kesiangan. Semua harus pandai memanage waktu sendiri,
Masing-masing sandwich dan segelas susu sudah berpindah ke dalam perut mereka. Adelia dan Ratih berpamitan untuk berangkat kuliah. Mereka mencium tangan Ayah dan kedua ibu mereka,
Erlangga berdiri dan menenteng tas kerjanya.
"Ayo, aku antar ke mobil, Mas!" Aini mengambil tas yang ada di tangan Erlangga.
Erlangga melirik ke arah Martha yang sedang sibuk membereskan meja makan di bantu oleh asisten rumah tangga yang sudah bekerja selama lima belas tahun.
Erlangga teringat ucapan Martha semalam. Memang benar, Erlangga sudah tidak adil kepada istri keduanya. Kenapa Ia tidak pernah berfikir bahwa dia punya dua orang istri yang mempunyai hak yang sama.
"Ada apa mas? apa ada yang ketinggalan?" Aini heran melihat suaminya terdiam. Ia lalu mengikuti ke arah mana tatapan suaminya ditujukan. Dan tatapan itu menuju ke arah Martha. ‘Ada apa dengannya?’ bisik Aini dalam hati.
"Martha, kau tidak mengantarku? " sorot mata Erlangga menatap tajam ke arah Martha.
"Eh ... ee ... tidak. Aku sedang ...mmm ...sedang beres-beres," jawab Martha gugup. Ia tidak menyangka akan mendapat pertanyaan itu dari suaminya. Karena selama ini memang hanya Aini yang punya hak mengantar Erlangga ke mobil. Ia cukup tahu diri untuk mengerti kedudukannya.
"Kamu ingin diantar kak Martha, Mas? Enggak sama aku?" Aini terlihat tidak senang dengan ucapan suaminya.
"Tidak, kamu jangan salah mengerti, Aini. Mulai sekarang Kamu dan Martha sama-sama mengantarku sampai mobil."
"Ya sudah. Kalau begitu, Ayo , kak!" sentak Aini. Dia terlihat mulai kesal.
" Tapi aku sedang ...."
"Turuti kata-kataku! jangan membantah!" Erlangga melangkah meninggalkan ruang makan diikuti oleh Aini dan Martha.
Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam diri Aini. Apa yang terjadi semalam dengan mereka. Mungkinkah mereka sudah ..., Aini menggelengkan kepalanya. Rasanya tidak mungkin kak Martha dan Erlangga menghianati dirinya. Kak Martha tidak mungkin menghianati kepercayaannya.
Aini juga sangat yakin kepada kesetiaan suaminya. Erlangga tidak
mungkin menghianati cinta suci yang sudah mereka bina selama bertahun-tahun.Jantung Martha berdetak lebih kencang. Ia berfikir apakah Erlangga mulai bisa membuka hati untuknya. Ataukah karena kasihan kepada dirinya karena ucapannya semalam.
Entahlah, Martha tidak tahu, Ia juga malu kalau mengingat peristiwa semalam. Martha juga bingung dengan dirinya sendiri, kenapa Ia bisa merendahkan harga dirinya di depan lelaki yang belum menerima dirinya sepenuhnya. Walaupun Ia adalah suaminya.
Mereka tiba di teras. Pak Sapri, sopir pribadi Erlangga membuka pintu mobil mewah untuk bossnya.
Aini menyerahkan tas kepada pak Sapri. Lalu mencium punggung tangan suaminya. Erlangga lalu mengecup kening Aini lembut seperti biasa.
Martha melakukan hal yang sama. Ia mencium punggung tangan suaminya. Dan tanpa di duga, kecupan hangat mendarat di keningnya.
“Oh!” Martha terkejut. Wanita itu memejamkan mata dan merasakan debaran jantungnya kian kencang. Tubuhnya lemas seperti tak bertulang.
Ini adalah kecupan pertama dari suaminya setelah lima tahun pernikahan. Terasa sangat indah.
“Mas! Kamu ....!”
Martha membuka matanya.Tanpa sengaja Ia melihat wajah Aini begitu masam. Tak ada senyum di sana. Martha harus bisa menguasai diri. Lalu melepaskan tangan suaminya.
Erlangga menyadari Aini tidak menyukai apa yang dilakukan olehnya. Namun Ia tidak punya waktu untuk menjelaskan kepada Aini.
“Nanti aku jelaskan!” Erlangga menepuk pipi Aini dengan lembut. Tanpa banyak bicara pria itu segera masuk ke dalam mobil sembari melambaikan tangan.
Aini membalas lambaian tangan suaminya.
Martha pun melakukan hal yang sama. Hatinya berbunga-bunga. Sesaat kemudian, dia sadar bahwa ada Aini bersamanya. Tak ingin banyak pertanyaan dari istri pertama suaminya, Dia memutuskan untuk masuk ke dalam rumah.
"Tunggu, Kak! ada yang mau aku tanya sama Kak Martha!" Aini menghentikan langkah madunya.
Dengan terpaksa, Wanita matang itu menghentikan langkahnya. Marta tahu Aini pasti akan menanyakan tentang perubahan sikap Erlangga. Entah apa yang harus di jawab seandainya Aini menanyakan kejadian semalam. Malu, sungguh malu.
"Apa yang terjadi antara Kakak dan Mas Erlangga semalam?!" suara Aini parau. Ia menahan rasa kesal dan kemarahan.
Martha gugup mendengar pertanyaan Aini. Ia merasa terhakimi oleh pertanyaan yang memojokkannya.
"Kenapa Kakak diam?!" Aini menarik bahu Kakak angkatnya agar berbalik dan berhadapan dengannya.
Namun Martha menahan tubuhnya untuk tidak tertarik tangan Aini. Dia tidak ingin Aini melihat wajahnya gugup dan memucat.
Aini tidak kehabisan akal. Ia berjalan dan berdiri di depan Martha dan menatapnya tajam.
Martha mencoba menutupi wajahnya dengan kerudung panjang putih yang dipakainya.
"Jawab Kak!" Aini mengguncang kedua bahu Martha. Buliran bening mulai menggenang di pelupuk mata Aini. Hatinya terasa sakit bagai teriris.
"Ti-tidak terjadi apa-apa Aini, sungguh!" Martha mencoba menenangkan Aini. Ia memegang kedua pipi Aini dan menghapus air matanya.
"Percayalah, Erlangga sangat mencintaimu dan setia kepadamu. Hanya kamu Aini, Kakak janji tidak akan menghianati kamu!" Martha lalu memeluk Aini.
“Tolong jangan hianati Aku, Kak. Aku tak bisa kehilangan Mas Erlangga!” Aini membalas pelukan Martha dan menangis dalam dekapan madunya.
‘Iya. Aku janji!” Martha mengusap-usap punggung Aini. Dia merasa serba salah.
Aini memang yang menyuruh suaminya untuk menikahi Martha. Dan Ia sadar betul mempunyai madu. Tetapi Aini tetap manusia biasa yang juga mempunyai hati dan perasaan yang sama dengan wanita lain. Ia juga tidak mau berbagi suami. Hatinya terlalu sakit kalau sampai mereka berdua menghianati kepercayaannya.
Aini hanya ingin membantu kakak angkatnya sewaktu dalam kesusahan. Tapi tidak untuk berbagi hati. Namun semuanya sudah terjadi. Dan Aini pun harus menjalaninya dengan ikhlas. Mau tidak mau Ia harus menerima madunya.
***
Aini melihat jam dindig di ruang tamu. Hampir jam tujuh malam. Itu artinya sebentar lagi suaminya pulang. Aini dan Martha duduk di sofa menunggu suami mereka pulang. Aini memakai kerudung instan berwarna merah senada dengan gamis yang di pakainya.Kali ini Aini berdandan lebih cantik tidak seperti biasanya. Bibirnya menggunakan lipstik pink muda sewarna dengan blush on yang mewarnai pipinya. Ia berusaha ingin terlihat sempurna di mata suaminya. Wanita sederhana itu tidak ingin suaminya tertarik dengan wanita lain karena jarang memoles make up pada wajahnya.
Dulu Aini terlalu percaya diri kalau suaminya tidak akan pernah berpaling kepada wanita lain hingga membuat Ia malas berdandan. Sehari-hari Ia hanya memakai daster dan kerudung sederhana. Aini memang sederhana. Walaupun harta melimpah tapi Ia tidak bergaya hidup mewah ataupun mempunyai kelompok arisan sosialita seperti kebanyakan wanita modern yang hidup bergelimang harta.
Tapi anggapannya salah. Martha saja yang jadi madunya selalu berdandan lebih cantik dari dirinya.
Aini melirik ke arah Martha. Ia memang cantik dan terawat. Seminggu dua kali Martha tidak pernah telat mengunjungi salon langganannya untuk mempercantik diri. Walaupun usianya lima tahun diatas Aini, namun usia mereka tampak tidak jauh berbeda.
Wajah Martha lebih dominan ke ibunya yang keturunan arab. Hidungnya mancung, kulitnya putih, matanya bulat indah. Aini tiba-tiba merasa minder. Sejak masih sekolah Kakaknya memang selalu terlihat cantik, rapih dan wangi.
Tapi Aini harus bertekad, Ia harus meniru Kak Martha yang selalu berdandan lebih cantik saat jatah Erlangga bermalam bersamanya.
Malam ini waktu Suaminya bermalam bersama Aini. Aini harus bisa kembali menarik hati suaminya agar tak tertarik kepada siapapun.
Tingtong
Terdengat suara bel berbunyi. Aini meletakkan tabloid yang dibacanya dan berlari menuju pintu, seolah takut keduluan oleh Martha.
“Hallo, Sayang!” Aini menyapa suaminya dengan sedikit menggoda.
Erlangga terkejut melihat perubahan istrinya. Kali ini Ia terlihat sangat cantik dan segar juga lebih bersemangat. Sudah lama Ia tidak melihat istrinya secantik ini.
"Kamu cantik sekali,Sayang. Mau ke mana?" Erlangga memeluk istrinya dan memberi kecupan mesra pada bibirnya.
"Gak ke mana-mana, Mas. Aku sengaja nungguin kamu!"Aini membalas pelukan suaminya.
Erlangga menatap wajah Aini penuh cinta. Perlahan Ia mencium bibir Aini mesra. Namun Aini mendorong Erlangga pelan. "Ada Kak Martha, Mas," bisik Aini perlahan.
Erlangga menatap ke dalam rumah dan melihat Martha berlari ke arah dapur."Sudah pergi," Bisik Erlangga sambil memberi kode dengan menaikkan alisnya
Erlangga melingkarkan kedua lengannya di pinggang Aini.
"Apa malam ini kamu sehat, Sayang?" Erlangga menatap Aini dengan penuh cinta.
"Dokter bilang sih sudah membaik. Tapi aku masih takut ada efek sampingnya." Aini merajuk manja. Ia mengerti betul apa maksud dari pertanyaan suaminya.
"Enggak apa-apa, Sayang. Hanya ber 'cengkrama' denganmu saja bagiku sudah cukup!”Erlangga mengedipkan sebelah matanya dengan genit.
Aini tersenyum dan mencubit pipi suaminya. Erlangga lalu menggendong tubuh Aini dan menapaki anak tangga satu persatu. Aini melingkarkan lengannya di leher suaminya dan menyandarkan kepalanya pada dada bidang suaminya. Mereka terlihat begitu bahagia.
Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang berlinang air mata saat menyaksikan kemesraan keduanya. Terasa seperti tertancap beribu anak panah di dadanya hingga menembus ke jantungnya. Begitu sakit tak tertahankan.
Ingin rasanya menjerit, Hatinya tidak kuat menahan kesedihan dan kekecewaan. Haruskah menyalahkan takdir ataukah cinta. Takdir Tuhan tidak pernah salah. Apakah cinta atau kebodohan karena cinta tumbuh subur merajalela di hati. Rasanya sakit, sungguh teramat sakit.
Aini menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang dan menutup mulutnya dengan bantal. Buliran bening membasahi pipinya. Sakit sekali rasanya. Terasa ada luka dalam dadanya. Walau berusaha untuk ikhlas tapi tetap saja sangat sulit menjalaninya. Mencoba mematikan rasa cinta juga tak semudah membalik telapak tangan. Pernikahan yang di jalani hampir separuh dari usianya. Tak mudah untuk melupakan kenangan indah begitu saja. Rasanya jijik kalau tubuh ini harus tersentuh oleh pria yang pernah merendahkan harga dirinya. Tangisan Aini semakin keras dan diapun berusaha untuk meredamnya.Terdengar pintu di buka dari luar. Aini buru-buru menghapus airmatanya dan berpura-oura tidur. Dia tahu pasti suaminya yang mendatanginya. Rasa kesal dalam hati masih belum bisa terlupakan. Seandainya bisa memilih, Aini tak mau kembali bersama suaminya. Namun rasa tanggung jawabnya sebagai orang yang telah menghancurkan rumah tangganya sendiri, Aini memilih untuk bertahan walau tak mudah. Ia akan mencoba memperbaiki s
Erlangga lalu beranjak dan mendekati ibu Aini, lalu mencium punggung tangan wanita yang seumuran dengan ayahnya. “Ibu, tolong restui kami.”“Iya Nak, ibu merestui kalian. Tolong, jangan sakiti lagi putriku lagi.”“Iya bu, saya janji.” Erlangga lalu memeluk ibu mertuanya.Warga yang berkumpul juga menjadi saksi penyatuan kembali dua hati yang pernah terpisah. Kebahagiaan tengah menyelimuti hati mereka. Duka lara telah lenyap dan berganti dengan kebahagiaan yang membayang di pelupuk mata.****Erlangga duduk santai bersama ketiga istrinya di ruang keluarga. Hatinya begitu lega. Masalah rumit yang menghampiri sedikit terurai. Istri pertama yang begitu dicintai telah menyatu kembali dalam bingkai suci. Erlangga begitu bahagia. Tak sedetikpun tatapan matanya lepas dari pandangannya.“Aini.”“Ya.”“Seperti yang telah aku katakan, Marta dan Bunga akan menempati rumah mereka masing-masing. Dan rumah itu masih di renovasi. Sebelum rumah itu jadi, aku mohon, tolong ijinkan mereka untuk tinggal
Bunga memegang tangan Aini, “Tidak tante, Pak Er suami tante, surga tante ada bersamanya. Tante yang harus kembali padanya, menjadi satu-satunya permaisuri. Bunga tidak punya hak apapun, biarkan Bunga yang pergi.” Ucap Bunga disela tangisnya. Ia melepas tangan Aini dan hendak berlari. Namun Aini menghentikannya dengan memegang lengan Bunga.“Jangan pergi, kamu juga punya hak terhadap suamimu. Hanya kamu yang bisa membuat Mas Erlangga bahagia. Percayalah pada tante. Jangan pernah meninggalkan suamimu.”“Tidak Aini, Kalau kamu bersikeras untuk bercerai, kami juga memilih untuk bercerai. Itu baru namanya adil!” ucap Marta tegas.“Tante Marta benar.”Erlangga melangkah mendekati ketiga istrinya. “Aini, aku janji akan berbuat adil kepada kalian. Aku akan memisahkan kalian. Rumah yang kita tempati akan menjadi milikmu, beserta separuh harta bersama yang kita peroleh saat hanya ada kita berdua. Aku akan segera mengurusnya ke notaris. Aku juga akan membelikan rumah kepada Bunga dan Marta, wala
“Tidak bisa begitu Aini! Erlangga tidak menghianati siapapun! Bunga juga istrinya. Dan jangan lupa, semua terjadi karena kebodohanmu yang membawanya masuk kedalam kehidupan rumah tanggamu, termasuk juga diriku! Apa artinya aku juga menghianatimu?!” Marta berusaha mengingatkan kesalahan fatal yang Aini lakukan.Aini terkejut dengan kehadiran Marta. Ia menggelengkan kepala lalu menunduk lebih dalam dan makin larut dalam tangis. Tubuh Aini terasa lemas lalu duduk dikursi kayu.Marta berlutut dihadapan Aini dan menggenggam kedua tangannya erat.“Aini, ingat, semua ide dari kamu. Dan saat itu Erlangga sudah menolak mentah-mentah keinginanmu. Dia manusia biasa yang pasti punya khilaf. Dia menolak, untuk menjaga hatinya hanya untukmu. Namun kamu mengabaikan dan terus mendorong suamimu untuk menikahiku dan juga Bunga. Tolong berfikirlah, Erlangga tidak pernah berkhianat. Hatinya hanya milikmu.”“Apa yang di lakukan bersama Bunga itu adalah kewajibannya sebagai suami dan juga memenuhi kebutuh
Rombongan para dermawan telah datang, Mereka mengendarai dua mobil mewah yang membuat berdecak kagum warga yang tengah menanti kehadirannya. Apalagi setelah rombongan turun dari mobil, benar-benar seperti melihat para bidadari yang sangat cantik dan seorang malaikat yang sangat tampan walaupun sudah cukup umur tapi penuh kharisma. Kulit mereka putih bersih bak mutiara. Benar-benar keluarga sempurna.Warga mengira-ngira tiga orang gadis yang seumuran dan berambut sama panjang itu kemungkinan anak dari pria tampan dan wanita berhijab yang teramat cantik. Namun aneh, satu dari tiga gadis itu menggandeng mesra lengan pria yang pantas menjadi ayahnya itu. Entahlah, mereka tidak peduli. Yang mereka inginkan adalah pembagian kotak nasi yang sudah membuat perut keroncongan.Setelah berbasa basi menyapa warga, para dermawan segera membagikan nasi kotak kepada warga yang mengelilingi mereka. Ada yang berpencar membagikan ke rumah warga yang tidak ikut berkumpul.Aini tersenyum menyaksikan warga
Marta turun dari mobil memakai pakaian kantor dan terlihat begitu cantik dan elegan. Benar-benar pantas menjadi seorang wanita karier yang sukses dalam pekerjaan dan urusan rumah tangga. Bukan hal yang baru bagi Marta, saat menjadi istri Yudi, Ia pun sudah sering menggantikan posisi suaminya saat sibuk dengan urusan pribadinya.Di tangan Marta, hotel milik Yudi makin ramai pengunjung. Gedung yang ada didalam hotelpun tidak pernah sepi dari penyewa. Marta melakukan pembenahan diseluruh aspek. Mulai dari perawatan kamar dengan menambahkan bunga hidup dan juga pemasangan wallpaper di dinding kamar, dengan tujuan membuat tamu betah berlama-lama menginap. Namun sayangnya, begitu hotel ramai, Yudi mengambil alih dan menyuruh Marta kembali menjadi ibu rumah tangga saja. Ia tidak suka dikalahkan oleh istrinya dalam segala hal.Marta masuk ke dalam rumah dengan pintu yang sudah terbuka. Ia melihat Erlangga tengah termenung disofa tamu. Marta mengecup punggung tangan suaminya lalu menghempaska