Share

8. CALON MADU BARU

”Siapa, Bunga? katakan!” Aini makin penasaran dan terus mendesak Bunga.

“Bunga sendiri, Tante,” Jawab Bunga lirih. Dan semakin menundukkan kepala lebih dalam.

 “Apa?!” jawab Martha dan Aini berbarengan.

“Kamu jangan bercanda, Bunga. Tante enggak suka!” ucap Aini.

“Bunga serius, Tante. hanya dengan cara ini Bunga bisa membalas budi kepada keluarga Tante. “ Bunga memberanikan diri menatap wanita yang sangat dihormatinya. Seorang wanita yang berhati mulia tapi mendapat cobaan yang sangat berat.

“Tidak, Bunga. Tante tidak setuju! Kamu masih muda. Tante tidak akan membiarkan kamu terkungkung dalam ikatan ini. Lagi pula Kami tidak pernah mengharapkan balasan apapun dari kamu, sayang, Tante ikhlas.”

“Justru karena Bunga masih muda dengan harapan berhasil lebih besar. Bunga juga ikhlas Tante. Masa depan Bunga bisa drajut kembali setelah tugas selesai.” Bunga menggenggam jemari Aini dan  mencoba meyakinkannya.

“Cukup Bunga! Tante tidak mau merusak masa depan kamu. Kamu masih gadis. Kalau kamu mau bantu Tante, tolong bantu mencari wanita yang sudah pernah menikah, karena tugasnya hamil dan melahirkan. Proses pengecekan sel telurnya juga nanti dimasukan alat  dari bawah. Kamu masih perawan Bunga, enggak mungkin kamu melalui itu semua.” Aini menjelaskan panjang lebar.

“Bunga mohon, Tante. Tolong ijinkan Bunga. Bunga siap menghadapi  konsekuensi apapun.” Gadis itu berlutut di hadapan Aini dan menggenggam wanita baik yang sudah Ia anggap seperti ibunya sendiri.

“Bunga ....”

“Tante. cobalah berfikir. Kalau kita cari wanita di luar sana yang mau dibayar, resikonya Dia bisa mencintai suami Tante ataupun sebaliknya. Setidaknya Bunga tidak akan pernah menghianati Tante. Tolong fikirkan ini kembali Tante.” Bunga terus berusaha membujuk Aini.

“Bunga benar, Aini. Penghianatan bisa saja terjadi. Kita tidak bisa mengontrol secara intensif orang yang belum pernah kita kenal. Belum lagi keturunannya. Jarang wanita baik-baik yang mau dibayar. Ingat, yang diambil itu sel telur Dia, bukan kamu, Aini. Kalau Bunga, sudah jelas dari keluarga yang baik.“ Martha mencoba meyakinkan Aini.

“Jadi Kak Martha setuju,  kalau Bunga akan menjadi madu kita?” tanya Aini penuh keraguan. Bagaimana mungkin gadis yang sudah dianggap sebagai anak sendiri harus menjadi madunya.

“Kakak setuju, “ ucap Martha dengan mantap dan menggenggam jemari Aini.

“Tapi kak, kita harus perlakukan Bunga sama seperti kita. Dia juga punya hak dan kewajiban atas Mas Erlangga sebagai suaminya, termasuk berbagi malam.”

Bunga terkejut saat mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh Aini. Kenapa berbeda dengan apa yang tadi didengarnya.

“Maaf, Tante. Bukannya Tante tadi bilang tidak untuk ‘tidur’ kan? Hanya untuk program saja?” Keraguan mulai menyelimuti hatinya. Bagaimana mungkin Ia harus satu kamar dengan lelaki yang sangat membencinya.

“Benar Bunga. Tapi selama kamu jadi istri Mas Erlangga, kamu juga punya hak dan kewajiban yang sama. Kamu juga akan mendapatkan nafkah dan berkewjiban untuk mempersiapkan keperluan Mas Erlangga. Apa kamu siap?” Aini menatap tajam ke arah Bunga. Dia ingin mendapatkan jawaban segera. Aini sendiri masih ragu dengan keputusan gadis itu. Siapa tahu dia hanya terpaksa karena ingin membalas jasa, bukan dari hati yang tulus.

“Bunga siap, Tante. Yang penting enggak ‘tidur’ aja.”

Aini tersenyum. Rona bahagia terlukis pada wajahnya yang polos.

“Baiklah Bunga, Tante setuju. Terima Kasih sayang, kamu mau berkorban untuk kebahagiaan kami. Walau kalian nantinya akan tidur satu kamar, Tante jamin takkan terjadi apa-apa denganmu.” Aini memeluk Bunga. Tanpa terasa buliran bening mengalir dari kelopak matanya yang indah.

Martha juga memeluk Aini dan Bunga. Mereka saling bertangisan. Secercah asa yang pernah hilang kini hadir kembali. Guratan bahagia tergambar indah di wajah Aini. Kebahagiaan suami yang sangat Ia cintai adalah tujuan hidupnya. Suami yang begitu bertanggung jawab, baik hati dan kesetiaannya lah yang membuat Aini sangat mencintainya. Selama Ia menikah belum pernah suaminya berpaling ke lain hati walaupun madunya lebih cantik dari dirinya, tetapi cinta suaminya tidak terbagi. Dan Aini sangat percaya akan hal itu.

Ting tong

Suara Bel pintu berbunyi. ketiga wanita itu saling melepas pelukan. Aini dengan penuh semangat menyambut kedatangan suaminya. Senyumnya mengembang begitu manis tak seperti biasanya.

“Wajah Kamu cerah sekali. Apa kamu baru dapat lotre?!” canda Erlangga terkesan garing ketika melihat wajah Aini begitu gembira.

“Bisa aja kamu, Mas, aku ada berita baik untuk kamu.” jawab Aini dan menggandeng lengan suaminya mesra. Mereka melangkah beriringan menuju ruang tamu.

Martha duduk di samping Bunga. Ia tidak menyambut kedatangan suaminya bukan karena tak berbakti, tetapi Ia memberi ruang untuk Aini.

Semenjak kejadian beberapa hari yang lalu saat Erlangga mencium keningnya, Martha berusaha untuk menarik diri saat Aini bersama suaminya. Kecupan Erlangga cukup membuat dirinya bahagia dan menandakan suaminya adalah orang yang baik dan berusaha seadil mungkin terhadap istrinya. Tidak mudah bagi seorang lelaki berpoligami hanya dengan memiliki satu hati untuk cintanya.

“Kamu duduk dulu Mas. Ada sesuatu yang mau kami bicarakan.” Aini menuntun suaminya duduk di hadapan Martha dan Bunga. Aini lalu menghempaskan tubuhnya di samping suami tercinta.

“Kami?!” Erlangga mengernyitkan keningnya tak mengerti dengan kata ‘kami.’

“Iya. Kami,” jawab Aini dengan bahagia.

 Erlangga menatap ke arah Martha dan Bunga bergantian. Kenapa Bunga juga ada di sini. Apa mungkin gadis itu  juga bagian dari ‘kami.’ Mungkinkah ada hubungannya dengan peristiwa tadi pagi Apa mungkin gadis itu sudah cerita semua kepada kedua istrinya. Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam otaknya.

“Begini,Mas. Kami tadi sedang membicarakan tentang program bayi tabung. Itu artinya kamu harus menikah lagi secara resmi. Karena hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah. Dan kami sudah menemukan calon istri untuk kamu, Mas.”

“Aini! jangan bicarakan hal ini di depan orang lain! ini masalah keluarga. Bikin malu saja!” Erlangga beranjak dari tempat duduknya dengan kesal bercampur rasa malu karena ada orang lain diantara mereka. Namun Aini mencegahnya dan memaksa suaminya untuk duduk kembali.

“Bunga bukan orang lain, karena Ia akan menjadi bagian dari kelurga kita!” Aini berbicara dengan tegas.

“Maksud kamu apa sih? kamu mau mengangkat Bunga jadi anak kamu? atau mau menjadikan gadis itu menantumu? kamu lupa, kita enggak punya anak laki-laki!” seru Erlangga dengan kesal.

“Tapi suamiku laki-laki dan aku akan menjadikan Dia maduku!” jawab Aini dengan cepat. Dia tak mau membuang waktu percuma. Semua harus dibicarakan saat ini juga.

Erlangga sangat terkejut mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh istri pertamanya. Bola matanya membulat sempurna. Mulutnya juga menganga lebar. Sama sekali tak terpikirkan. Keputusan istrinya secara sepihak membuat pria itu murka.

“Aini! jangan melampaui batas! jangan uji kesabaranku! aku suamimu, bukan budak yang bisa kamu atur sesuka hatimu! kalau kamu sudah tidak mencintaiku, bilang! aku bisa mencari wanita di luar sana sesukaku!” Erlngga menggebrak meja dan beranjak dari tempatnya semula. Sorot matanya begitu tajam menatap Aini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status