Share

7. BALAS JASA

Bunga tersadar dan menatap langit-langit kamar dan juga sekelilingnya. Pandangannya kabur. Namun perlahan dapat melihat jelas orang di sekelilingnya. Adik lelaki dan ibunya duduk di tepi ranjang sambil memijit kakinya. Ayahnya duduk di kursi roda, Aini dan juga Martha duduk di kursi dan memegang lengannya seraya menguntai senyum manis penuh ketulusan.

“Kenapa Bunga ada di sini, Tante? bukan kah tadi Bunga ....”

“Bunga. Kamu tadi pinsan di jalan dan ada orang yang mengantar kamu kesini.”Aini membelai rambut Bunga dengan lembut.

Bunga membisu. Ia tidak melihat Pak Er ada di sini. Bunga ingat betul tadi dirinya yang mengantar ke rumah Suryo. Bagaimana nasib beliau kini. Apakah beliau mengalami kesulitan.

Bunga tidak bisa tinggal diam dan harus melakukan sesuatu. Ia tidak mau gara-gara menolong dirinya, Pak Er jadi celaka. Bunga beranjak dari tempat tidur dan semua orang menahannya.

“Bunga. Kamu mau kemana? istirahatlah dulu.” Martha berusaha mencegahnya.

“Tidak, Tante, Bunga harus menolong...”

“Bunga. Ini sertifikat rumah kamu. Mas Erlngga sudah bertemu dengan lintah darat itu dan  sudah menjebloskannya ke dalam penjara.” Aini memberikan sertifikat rumah kepada Bunga.

“Kok bisa, Tante?”

“Ternyata yang menabrak ayah kamu suruhan Dia. Dan Mas Erlangga punya cukup bukti. Mas Erlngga juga sudah melunasi hutang kalian sebesar tujuh puluh juta. Jadi kalian sekarang sudah terbebas dari lintah darat itu.”

“Tujuh puluh juta?! Gila, hampir seratus persen Bunganya!“ Bunga tak percaya. Dia merasa begitu kesal.

“Iya, namanya juga lintah darat.”

“Bunga janji Tante akan rajin bekerja. Dan kalau sudah ada Bunga pasti mengembalikan kepada Tante.”

“Bunga. Kamu enggak usah mikirin itu. Kami ikhlas membantu dan tidak menganggap itu sebagai hutang.”

“Tidak Tante. Bunga pasti akan membayarnya.”

“Cukup Bunga. Jangan membantah Tante ya.”

“Baiklah, terima kasih, Tante.” Bunga dan memeluk Aini dan Martha.

“Setidaknya apa yang bisa Bunga lakukan untuk bisa membalas kebaikan Tante?”

“Tante tidak mengharapkan apapun dari kamu, Sayang. Tante sudah menganggapmu seperti anak Tante sendiri “ Aini membelai kedua pipi Bunga lembut.

“Bu. Kami mau pamit dulu, terima Kasih ibu sudah menolong kami.” kata Ibunda Bunga.

“Sama-sama, Bu, kami senang bisa membantu kalian.“

“Ibu, kita temui Pak Erlangga dulu. Kita harus mengucapkan terima Kasih kepada beliau.” ucap Bunga.

“Mas Erlangga sudah berangkat kerja. Nanti saya saja yang menyampaikan.” ucap Aini.

“Bagaimana kalau Ibu, Ade sama Ayah pulang dulu. Bunga nunggu Pak Erlangga pulang untuk mengucapkan terima Kasih secara langsung. Bolehkan Tante?”

“Boleh Sayang.” Aini tersenyum.

Bunga, Aini dan Martha mengantar orang tua Bunga dan adiknya sampai mobil. Mereka di antar oleh sopir pribadi keluarga untuk memastikan sampai rumah dengan selamat.

*********

Pukul tujuh malam seperti biasa Aini dan Martha menunggu kedatangan suaminya. Bunga juga ada diantara mereka.

Sembari menunggu suaminya, Aini juga membicarakan tentang hasil konsultasi ke dokter Elsa tentang surogasy. Aini menjelaskan kepada Martha bahwa surrogate mother tidak di perbolehkan di indonesia. Dokter menyarankan untuk program bayi tabung dari suami istri yang sah.

“Jadi maksud kamu Erlangga harus menikah lagi dan mencoba program bayi tabung tetapi dari benih Erlangga dan istri barunya, begitu?” tanya Martha dengan serius..

“Iya kak, karena untuk legalitas. Program bayi tabung hanya diperbolehkan untuk pasangan suami istri, dan wanita itu harus masih muda, supaya harapan berhasil lebih besar,” jawab Aini dengan wajah sendu.

“Tapi apa itu tidak berbahaya? Bagaimana kalau setelah itu mereka jatuh cinta atau wanita itu tidak mau meninggalkan Erlangga dan tidak mau menyerahkan anaknya seperti di sinetron yang ada di televisi. Apa kamu tidak akan cemburu nantinya?” tanya Martha beruntun. Dia sangat tahu sifat adiknya itu yang sangat cemburuan.

“Kita  harus berfikir positif, Kak. Aku percaya sama Mas Erlngga. Lagi pula mereka tidak ‘tidur’ bersama. Hanya melaksanakan program saja. Gimana, kakak setuju’kan?”

“Terserah kamu. Kakak setuju saja, selama itu demi kebaikan Erlangga.”

“Terima Kasih, Kak. Mulai sekarang kita harus mencari calon istri untuk Mas Erlangga.” Aini tersenyum puas dan menggenggam jemari Martha.

Bunga mendengarkan pembicaraan mereka dengan seksama. Ada yang menggerakan hatinya untuk bisa membantu mereka. Tapi bagaimana caranya. Tidak mungkin dirinya mencari orang untuk bisa dinikahi hanya untuk melaksanakn program bayi tabung yang Bunga sendiri tidak tahu prosesnya seperti apa.

Bunga ingin membantu keluarga yang sudah sangat berjasa kepada dirinya dan keluarga.

“Tante. Bunga mau tanya boleh?”

“Boleh, Sayang. Ada apa?” tanya Aini lembut sembari membelai rambut gadis yang sudah dianggap seperti putrinya sendiri.

“Apa setelah mereka menikah nanti, harus ‘tidur’ bersama?” Bunga bertanya dengan hati-hati.

“Enggak. Keberadaannya hanya untuk program bayi tabung saja. Memangnya kenapa kamu bertanya seperti itu?”

“Lalu, bagaimana caranya wanita itu nantinya bisa hamil kalau tidak’tidur’ bersama?”

“Teknologi kedokteran sekarang sudah canggih. Jadi nantinya pembuahan terjadi di luar rahim, lalu di tanam kembali ke dalam rahim si ibu pengganti tersebut. Seperti itu sih kira-kira. Tante sendiri juga enggak tahu persisnya.”

“Tante. Kalau boleh Bunga ingin bantu Tante.“

“Kamu mau bantu Tante? apa kamu bisa cari wanitanya. Gak usah yang gadis, janda juga boleh tapi jangan terlalu tua. Yang penting masih produktif dan sehat. Kami berani bayar berapapun yang dia mau.” Mata Aini berbinar. Tiba-tiba harapannya kembali tumbuh dan bermuara kepada gadis yang ada di hadapan.

“Tante gak usah mencari orang itu lagi, karena orang itu ada di sekitar Tante. Dia tidak mengharapkan bayaran karena  ikhlas melakukannya demi membalas kebaikan hati keluarga Tante.” jawab Bunga sembari menundukkan kepala lebih dalam. Dia sendiri masih ragu dengan keputusan yang akan diambil tanpa bermusyawarah dulu dengan keluarganya. Namun keluarga ini sudah banyak membantu keluarganya. Sudah saatnya kini untuk membalas jasa dan melakukan apa yang dibutuhkan oleh keluarga ini.

“Siapa orang itu, Bunga?” Martha mengernyitkan keningnya. Ia begitu penasaran dengan apa yang baru saja didengar.

“Iya, Tante juga pengin tau,” tanya Aini  untuk memenuhi rasa penasaran di hatinya.

Bunga mencoba mengatur nafas untuk menghalau keraguan yang memenuhi dadanya. Menarik nafas panjang untuk mengisi kekosongan oksigen dalam paru-parunya. Sesak di dada saat akan mengutarakan keinginannya. Yang ditakutkan mereka akan salah sangka terhadapnya dan mengira dirinya tengah mengambil kesempatan dalam kesmpitan.

“Bunga. Kenapa kamu diam? Tolong katakan siapa orangnya? Jangan buat tante penasaran, Sayang!’ pinta Aini dengan sedikit memaksa.

“ Orang itu adalah ... adalah ....”

Sangat berat bagi Bunga menjawabnya. Dia terlihat gelisah. Jemarinya saling meremas. Tak mungkin  menunda lagi untuk mengatakan hal ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status