Terjadi Sesuatu di antara Kita?
Erlan bangun dengan kepala yang masih pusing. Dia memindai kamar, terlihat bajunya berserakan di lantai."Astaga ... apa yang aku lakukan semalam, apa tadi malam bukan mimpi dan aku melakukannya dengan wanita itu," lirih Erlan.Dia menatap ke samping tempatnya tertidur, tidak ada Melody di sampingannya, wanita itu terlihat masih tertidur pulas di sofa."Apa semalam aku melucuti pakaianku sendiri dan menggila sendiri di ranjang ini karena mabuk? apa Melody melihatnya," batin Erlan bertanya-tanya.Erlan segera mengenakan boxer lalu berjalan perlahan ke arah sofa di mana Melody tertidur lelap."Dia masih tidur, apa semalam aku benar-benar bermimpi melakukannya dengan Liliana. Mimpi yang terasa nyata," batin Erlan.Pria itu lantas mengabaikan Melody dan memilih ke kamar mandi untuk membersihkan diri.***"Setelah sarapan, temui aku di ruang kerja," perintah Erlan yang lebih dulu selesai dengan sarapannya.Sarapan kali ini lengkap, anak-anak sudah mau makan satu meja dengan Melody sejak dia bisa mengambil hati anak-anak sambungnya."Melody bukan karyawanmu, Erlan. Dia itu istrimu, kenapa tidak bisa manis padanya sih," tegur Santika yang memang selama ini tidak pernah melihat menantu dan putranya bermesraan.Mereka tidak terlihat mesra tapi juga tidak terlihat berseteru. Jadi Santika tidak tahu bagaimana sebenarnya hubungan keduanya. Dia berpikir mereka seperti itu karena keduanya menikah dengan tiba-tiba karena permintaannya."Ada anak-anak, Ma. Masa aku harus bermanis-manis di depan anak-anak," sahut Erlan beralasan.Pria itu langsung pergi begitu saja."Pamit dulu yaa, Ma. Sepertinya Mas Erlan mau bicara penting." Melody berpamitan pada mertuanya."Pinjam Papa kalian yaa," ucap Melody pada kedua putri sambungnya sambil tersenyum.Faya dan Kaire saling berpandangan, merasa aneh dengan kebiasaan istri muda papanya itu, apa-apa ijin pada mereka jika berhubungan dengan papanya.***Erlan masih mondar-mandir di ruang kerjanya, menunggu Melody dengan gelisah. Ada beberapa hal yang hendak dia sampaikan, dan sekarang bertambah satu pertanyaan yang hendak dia tanyakan."Masuk," teriak Erlan begitu mendengar pintu ruangannya di ketuk.Seperti biasanya, Melody menghadap padanya dengan santai, seperti tidak terjadi sesuatu seperti yang Erlan khawatir sejak tadi bangun pagi dan mendapati dirinya tanpa pakaian sehelai pun.Matanya memindai istri mudanya dari atas hingga bawah, mencari sesuatu yang berbeda dari wanita yang ada di hadapannya. Mencoba menelisik apa terjadi sesuatu antar mereka tadi malam."Apa terjadi sesuatu tadi malam?" tanya Erlan membuka percakapan."Maksudnya?" Melody balik bertanya.Erlan berdeham dan menggaruk pelipisnya, terlihat bingung hendak mengatakan apa."Sudah lupakan saja. Duduklah, aku mau bicara."Tanpa bertanya, Melody memilih duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut karena suaminya berdiri di depan meja kerjanya."Kamu mau melanjutkan pasca sarjana di mana?" tanya Erlan seraya duduk di sebelah Melody.Dia memilih duduk di sofa panjang tempat di mana istrinya duduk, namun tetap mengambil jarak yang jauh. Pandangnya masih menelisik tubuh ramping di sampingnya, mencari jejak yang mungkin dia tinggalkan di tubuh wanita itu."Tau darimana aku ingin kuliah S2?""Dari Liliana."Hati Melody langsung terasa nyeri, benar-benar hanya wanita itu yang memenuhi isi kepala suaminya."Di mana saja. Kalau kamu mengijinkan, aku ingin kuliah di universitas yang sama di mana aku mengambil S 1 kemarin.""Baiklah, aku akan meminta Aldo mengurusnya. Jika sudah beres kamu bisa langsung kuliah.""Terima kasih," balas Melody."Hemm.""Apa saja yang kalian tahu tentangku?" tanya Melody, tiba-tiba saja rasa ingin tahunya menyeruak."Liliana bilang, kamu ingin jadi dosen," jawab Erlan. Pria itu menjeda ceritanya."Dia bilang, kamu akan jadi teman yang baik buat anak-anak. Dia bilang ....""Bisakah kau berikan sedikit saja ruang di hatimu untukku, demi orang yang sudah membuatku berada di rumah ini," potong Melody cepat.Tiba-tiba saja timbul rasa ketakutan di hatinya, setelah malam tadi semuanya akan jadi berbeda bagi Melody. Bagiamana bila benih-benih itu tubuh dalam dirinya, apa jadinya jika dia tumbuh tanpa rasa cinta dari papanya."Tidak ada jawaban dari Erlan, entah apa yang ada dalam benak pria itu. Keheningan menyelimuti, tidak ada lagi obrolan di antara mereka."Apa sudah selesai?" tanya Melody."Hah?""Apa kamu sudah selesai dengan apa yang hendak kamu bicarakan denganku." Melody mengulang perkataannya."Terima kasih sudah menjadi teman buat Faya dan Kaire," ucap Erlan."Itu sudah menjadi kewajibanku," sahut Melody.Keheningan kembali mendominasi keduanya."Aku pergi jika sudah tidak ada yang dibicarakan." Melody memecah keheningan."Ya," jawab Erlan.Meskipun dia masih ingin bertanya tentang apa yang terjadi semalam, tapi mulutnya seperti terkunci. Hanya bisa memandang tubuh Melody hingga menghilang di balik pintu."Apa terjadi sesuatu diantara kita tadi malam?" tanya Erlan begitu sosok wanita itu benar-benar hilang di balik pintu.🍁 🍁b🍁"Hai Melody," sapa seorang pria. Melody langsung menghentikan langkahnya, berbalik dan melihat siapa yang memanggilnya."Haidar?" Gumam Melody. "Kamu kuliah di sini lagi?" tanya Haidar begitu jarak mereka sudah dekat. "Iya," balas Melody. Setelah semua persyaratan kuliah diurus oleh asisten suaminya, Melody tinggal masuk kuliah dengan nyaman dan tenang. Sepertinya menjadi orang kaya memang serba mudah, tinggal menyuruh orang melakukan pekerjaan dan terima beres. "Ayo ngobrol di kantin. Banyak yang ingin aku bagi denganmu." Pria bernama Haidar itu mengajak Melody ke tempat yang lebih nyaman, dari pada berbicara sambil berdiri seperti sekarang. Melody berpikir sejenak. "Ayolah," bujuk Haidar lagi. Wanita itu akhirnya tidak bisa menolak dan mengikuti keinginan Haidar. Mereka tidaklah terlalu dekat tapi memang cukup saling mengenal. Keduanya sama-sama penerima beasiswa jalur prestasi di Universitas tersebut, universitas milik keluarga Erlangga. Dua gelas jus terhidang di meja, di
Smartphone Melody terus berdering, dari nomor yang sama tapi tanpa nama. Dua kali dia mengabaikannya namun ponsel pintar itu kembali berdering. "Aku angkat dulu ya, kayaknya penting." Melody berkata pada Hadiar yang ada di depannya. Pria itu mengangguk. Melody segera menggeser layar ponsel untuk menerima panggilan. "Dengan Ibu Melody," sapa pria di ujung telepon."Iya benar.""Maaf, Bu, mengganggu. Ini Aldo asisten pribadi Pak Erlan. Ibu sedang bersama Bapak, tadi beliau pergi dari kantor tiba-tiba, katanya mau ke kampus. Saya pikir mau menjemput ibu, tapi ini sebentar lagi ada metting penting," papar Aldo panjang lebar, menjelaskan kenapa dia menelepon Melody. "Kenapa tidak menelepon Mas Erlan langsung? Saya belum bertemu dengannya," balas Melody."Ponselnya tidak aktif, Bu.""Penting, Mas?" tanya Melody. "Iya.""Ya sudah, coba saya cari dulu ya.""Terima kasih, Bu."Sambungan telepon diputus, Melody segera kembali menemui Haidar dan berpamitan. Mengatakan ada urusan penting, p
Sesal yang terlambat***"Minum ini, sekarang juga!""Apa itu, Mas?" tanya Melody."Minum dan jangan banyak tanya," geram Erlan dengan pandangan nyalang. Menatap Melody yang berbaring di tempat tidur."Apa yang kamu lakukan, Mas?" tanya melody dengan ketakutan ketika melihat suaminya membuka sebuah botol yang dia tidak ketahui berisi apa dan hendak memaksanya untuk meminumnya.Dari tatapan mata Erlan, dia menduga kalau isi botol itu bukanlah sesuatu yang baik."Melenyapkan anak haram yang ada di dalam perutmu," jawab Erlan tanpa ekspresi.Ketakutan benar-benar semakin menguasai Melody mendengar jawaban dari suaminya. Bagaimanapun juga dia tidak ingin suaminya membunuh darah dagingnya sendiri, dan dia juga tidak rela jika calon anak yang di dalam kandungannya meninggal dengan cara seperti itu.Sepulang dari kampus dengan keadaan muntah-muntah tadi, mertuanya langsung memintanya cek kehamilan saat itu juga dan hasilnya benar-benar positif. Namun sejak dari dokter, Erlan tidak terlihat b
"Nggak apa-apa, kamu masih sangat muda masih bisa hamil lagi." Santika menghibur menantunya yang tergolek lemas di ranjang pasien.Baru saja beberapa hari yang lalu wanita itu begitu bahagia saat mengetahui Melody hamil, lalu tiba-tiba sekarang harus bersedih karena menantunya keguguran.Melodi hanya bisa menggigit bibir menahan kesedihan di hatinya, apa jadinya jika mertuanya itu tahu yang menjadi sebab dirinya keguguran adalah suaminya sendiri. "Ma, pulang dari sini bolehkah aku pergi ke rumah orang tuaku dulu. Aku ingin ada di sana untuk sementara waktu," pinta Melody pada sang mertua."Mama tidak keberatan kamu pulang ke rumah orang tuamu, mungkin kamu ingin menenangkan diri di sana, tapi bagaimana dengan Erlan apakah dia akan memberimu izin.""Mas Erlan pasti akan memberikan izin padaku, Ma. Lagi pula, dari habis menikah aku belum pernah mengunjungi orang tuaku."Erlan belum memberinya ijin untuk pulang ke rumah orang tuanya, dan Melody juga belum memintanya. Melody terus membun
"Aku akan ...." Erlan menaikkan nada bicaranya, namun kemudian kembali menarik nafas dalam-dalam dan menatap pada wanita yang ada di depannya."Aku akan tinggal di sini bersamamu," ucap Erlan melemah. Dahi Melody berkerut, pria itu mau tinggal di sini bersamanya. Di rumah yang fasilitasnya tidak seperti rumah Erlan, mana betah pria itu nantinya. Melody sangat yakin, bahkan pria itu tidak akan tahan sehari di tempat ini. "Oke, jika kamu bisa bertahan di sini selama satu minggu, maka aku akan ikut pulang denganmu. Tapi jika belum satu minggu kamu sudah tidak betah, maka aku akan pulang jika mau mau mengikuti keinginanku." Melody memberi tantangan pada suaminya, ingin tahu seberapa besar keinginan pria itu membawa dirinya kembali ke rumahnya. Benar-benar menginginkan atau hanya basa-basi, atau bahkan karena diminta oleh mamanya. "Oke, aku setuju," balas Erlan. Apa susahnya tinggal di rumah mertua dalam kurun waktu satu minggu, dia pernah melakukannya di rumah Liliana dulu saat penga
JERAT CINTA 12"Apa yang sedang kamu perbuat dengan tangan di atas perutku?" Lagi, Erlan mengulang pertanyaannya karena Melody masih membisu dan tangannya juga tidak kunjung dipindahkan dari atas perut Erlan. "Kamu yang kenapa? Ngapain tidur telanjang seperti itu," sungut Melody. Wanita itu langsung bangun dari tidurnya dan duduk bersila di atas ranjang. "Gerah, kamu pikir aku mau ngapa-ngapain kamu," sahut Erlan.Dia memang bertelan-jang dada karena kegerahan, bukan ingin melakukan sesuatu pada istrinya. "Oh, jadi menurutmu aku tidak menarik? kamu tidak akan tertarik padaku, lalu apa yang terjadi pada malam itu. Kulihat kamu begitu menikmatinya. Harusnya aku foto ekspresimu malam itu!" "Melody, ayolah berhenti bertengkar denganku. Semua yang terjadi memang salahku, aku minta maaf. Mari kita mulai dari awal, kamu bisa berteman dengan anak-anak. Ayo berteman juga denganku." Erlan merendahkan nada bicaranya. Berusaha membujuk istrinya dengan kelembutan. Cara itu dulu sangat ampuh u
"Permisi, apa ada orang di rumah!" Teriakan dari luar rumah menyadarkan keduanya. Melody langsung mendorong tubuh Erlan hingga terpental dari hadapannya. Wanita itu kemudian berlalu begitu saja keluar kamar, ingin melihat siapa yang datang. Erlan langsung memakai kembali bajunya dan pergi menyusul istrinya.Di depan rumah terlihat dua orang yang memakai seragam sebuah perusahaan. "Maaf, apa ini rumah Bu Melody. Kami diminta untuk memasang AC di sini oleh Pak Aldo." Seorang pria dengan rambut ikal berbicara pada Melody. Wanita itu langsung menatap pada suaminya yang sudah berada di sampingnya. "Aku yang minta tadi pagi," ucap Erlan, seakan jawaban dari tatapan mata istrinya. "Mau dipasang di mana, Mas?""Di kamar kamu, lah. Di mana lagi?""Kamu yakin?""Yakin." Melody hanya bisa menggeleng kepala melihat kelakuan suaminya. Tanpa bertanya dulu main pasang alat elektronik baru, dia pikir semua akan semudah di rumahnya yang mewah itu. Erlan langsung memberitahu pada dua orang itu
"Bapak harus keluar kota besok," ucap Aldo sambil menyerahkan map berisi berkas yang harus ditandatangani oleh Erlan."Keluar kota untuk apa?" tanya Erlan"Bapak lupa lusa ada acara pembukaan cabang baru Bank Diamond," jawab Aldo "Oh ya aku lupa."Erlan langsung memikirkan ide untuk mengajak serta istrinya pergi ke acara tersebut, selain mereka bisa jalan-jalan mereka juga bisa pergi dari rumah itu. Erlan merasa membebani mertuanya dengan melakukan hal-hal yang ingin dia lakukan. Di hari pertama sudah masuk angin, lalu memasang pendingin ruangan yang membuat listrik mereka rusak, meskipun pada akhirnya dia bertanggungjawab juga dengan menambah daya yang segera dilakukan keesokan harinya. "Hotel sudah dipesan?" tanya Erlan pada Aldo. "Sudah, Pak,""Request twin bed," perintah Erlan. "Hah?" Nampaknya Aldo bingung dengan permintaan atasannya. Jika memang atasannya ini hendak pergi dengan istrinya, kenapa harus memesan kamar dengan tempat tidur ganda. "Memangnya tidak jelas perminta