Share

Bukan Mimpi

"Bapak bisa ke kamar sendiri?" tanya Aldo, asisten pribadi Erlan.

Tidak mungkin Aldo mengantarkan pria itu hingga masuk ke rumah dan kamarnya karena sekarang ada wanita yang harus dijaga privasinya. Atasannya itu sekarang sudah memiliki seorang istri.

"Bisa, aku hanya pusing dan berkunang-kunang, bukan pingsan. Aku memintamu menjemputku karena tidak mungkin menyetir sendirian, kamu pulang saja," jawab Erlan sambil berjalan tertatih masuk ke dalam rumah.

Saat menaiki tangga menuju kamarnya yang ada di lantai dua, dia harus mengejap dan menggelengkan kepalanya agar bisa melihat anak tangga dan berpijak dengan benar.

Erlan yang tidak pernah meminum alkohol, akhirnya hari ini meminum juga untuk menghormati rekan bisnisnya. Hanya beberapa gelas yang masuk ke perutnya sudah membuat pria itu hampir kehilangan kesadaran, kepalanya pusing, pandangannya juga mengabur. Sehingga dia harus memanggil asistennya untuk menjemput dan menyetir mobilnya.

Pria itu langsung merebahkan diri di pembaringan begitu sampai di kamar. Belum sempat terlelap, Erlan merasakan panggilan alam. Kantung kemihnya meminta untuk dikuras. Dengan malas dia beranjak ke kamar mandi.

Saat selesai dengan hajatnya, dan Erlan ingin kembali tidur, dia melihat sosok wanita yang tidur pulas di atas sofa. Hanya bagian wajahnya saja yang kelihatan.

"Liliana?" gumamnya.

Apa dia sedang bermimpi, kenapa bisa melihat istrinya yang sudah tiada berada di kamarnya.

Dengan terhuyung, pria itu mendekati wanita itu.

"Kenapa tidur di sini?" tanya Erlan sambil membelai wajah wanita itu.

Wajah cantik itu menggeliat dan terbangun karena sentuhan itu.

"Mau ngapain kamu, Mas?"

"Aku sangat merindukanmu," ucap Erlan sembari memeluk erat tubuh wanita yang diyakini sebagai Liliana.

"Kamu mabuk, Mas!" Melody memberontak dalam dekapan sang suami.

"Aku cuma minum sedikit," jawab Erlan tanpa berniat melepaskan pelukannya.

"Liana, aku sangat merindukanmu. Akhirnya kamu datang juga dalam mimpiku."

"Kamu tidak mimpi, Mas. Aku bukan Mbak Liliana," seru Melody, wanita itu kembali meronta.

Suaminya, pria yang katanya tidak bisa mencintai wanita lain selain istri pertamanya itu memeluknya dengan erat dan menganggap dia adalah Liliana.

"Aku tidak peduli ini nyata atau mimpi. Aku juga tidak peduli kamu Liliana atau sosok yang menyerupainya. Aku bahagia bertemu denganmu, aku ingin menghabiskan malam bersamamu. Kau tahu, wanita yang kamu bilang cerdas itu, dia selalu menggodaku. Dia selalu memakai wewangian dan baju yang menantang saat tidur di kamar ini. Jiwa lelakiku ingin menerkamnya tapi hatiku tidak bisa menghianatimu. Itu sangat menyiksa, Li. Kenapa kamu hadirkan dia dalam kehidupanku ini?" Erlan berkata panjang lebar, mengungkapkan perasaannya sambil membingkai wajah Melody yang dia kira Liliana.

"Dia wanita berhati hangat, makanya dia pandai menggodaku. Dia juga pandai mengambil hati anak-anak. Tapi bagaimana dengan janjiku padamu. Janji bahwa aku tidak akan membagi hatiku dengan wanita lain. Bagiamana jika anak-anak juga melupakanmu karena memiliki ibu baru. Bahkan aku mungkin saja akan berpaling pada wanita itu juga, lalu siapa yang akan mengingat keberadaanmu di rumah ini?" Mata yang bahkan tidak bisa melihat dengan awas itu berkaca-kaca.

Melody terenyuh melihat sisi lain suaminya, apa dia salah hadir dalam kehidupan keluarga ini. Dia tidak berniat sama sekali mengambil alih dan menghapus ingatan akan istri pertamanya. Dia juga tidak berniat untuk membuat anak-anak lupa pada Mama kandungnya, Melody hanya ingin diterima dan membaur dengan baik di rumah ini seperti yang diinginkan mertuanya.

Dalam hati, Melody bertanya-tanya, apa karena hal itu Erlan sampai harus meminum alkohol seperti sekarang ini.

"Tidak akan ada yang bisa melupakan mamanya anak-anak. Wanita itu juga tidak akan menguasai hatimu. Dia tidak ingin memenuhi hatimu dengan dirinya," ucap Melody dengan suara paruh.

"Bagaimana jika aku tergoda padanya?"

"Aku yang akan mengatakan padanya untuk berhenti menggodamu," jawab Melody.

"Benarkah?"

"He'em." Melody mengangguk pelan.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Erlan langsung menyatukan bibirnya dengan milik Melody. Wanita itu terkesiap dengan apa yang suaminya lakukan. Dia pikir Erlan akan melepaskan bukan malah menciumnya.

"Mas, aku bukan Mbak Liliana," lirih Melody dengan nafas terengah.

Kuping Erlan seakan tuli, tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Melody. Alkohol sudah mengambil alih sebagian kesadaran hingga tidak bisa membedakan istri keduanya dan mendiang istrinya. Pria itu malah membawanya ke pembaringan.

Melody meronta, tidak ingin dijamah dengan keadaan seperti ini. Pria itu sedang tidak menyadari dengan apa yang dia lakukan, bahkan menganggap Melody adalah wanita lain.

"Mas, lepaskan!" seru Melody yang berada dalam kungkungan Erlan.

Namun pria itu tetap tidak peduli, malah semakin bersemangat untuk bisa menguasai wanita yang berada di bawahnya.

"Mas, aku Melody. Wanita yang tidak kamu inginkan." Melody masih berusaha menyadarkan Erlan.

Erlan tidak peduli, bibir ranum yang barusan dia nikmati, membuatnya sesuatu dalam dirinya memberontak dan minta disalurkan. Dalam kendali minuman keras disertai hasrat yang membara, dia berusaha menguasai wanita yang terus meronta di bawahnya. Hingga akhirnya Melody hanya bisa pasrah dengan apa yang di lakukan suaminya padanya karena kalah tenaga.

Pria itu terus berusaha mencari kepuasan setelah menyatukan diri dengan Melody. Rintihan Melody terdengar bagai senandung cinta di telinganya.

Hingga dia sampai pada titik merasakan suatu yang hendak meledak dalam dirinya lalu pada

akhirnya dia menyebar benih-benihnya di rahim wanita yang katanya tidak ingin dia miliki dan sentuh itu. Lalu kemudian terlelap tanpa rasa bersalah telah mengambil kesucian istrinya dengan paksa.

'Al khamr ummul khabaits', minuman keras adalah sumber atau induk semua keburukan. Dan hal buruk itu sekarang sedang menguasai Erlan. Dia menggauli istrinya tanpa sadar dengan yang dia lakukan, entah esok saat bangun dia akan ingat dengan yang dia lakukan atau tidak. Bahkan Erlan tidak akan tahu jika apa yang dia lakukan hari ini bisa berbuntut panjang di kehidupannya mendatang.

Melody bangkit dari pembaringan, mengusap matanya yang berair. Sejujurnya dia sakit hati saat dianggap Liliana oleh Erlan.

"Aku Melody bukan Liliana!" Melody ingin berteriak seperti itu pada suaminya.

Apa ini akibatnya menggoda suami sendiri, selama ini dia memang dengan beraninya memakai wewangian dan baju tidur yang menarik saat berada di kamarnya. Di kamar bersama suami yang hanya mencintai mendiang istrinya dan tidak peduli dengan istri mudanya.

Kini dia sudah menjadi wanita bukan gadis lagi? Melody beranjak ke kamar mandi, membersihkan diri, mengeringkan rambutnya kemudian kembali tidur di sofa. Tempat ternyaman setelah dia diusir dari ranjang akibat selalu memakai parfum yang memenuhi indera siapapun yang ada di dekatnya.

Melody kembali memejamkan mata, berusaha melupakan apa yang terjadi baru saja padanya.

🍁 🍁 🍁

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status