LOGINPagi belum benar-benar beranjak, saat riuh di depan rumah berdinding setengah papan itu membangunkan wanita bermata indah ini.
“Mau bunda Alma,…”
Suara gadis kecil yang terdengar seperti rengekan itu membuat Alma mengernyit sebentar, lalu tersadar di depan ada siapa.
“Bunda Alma masih tidur, Nduk.”
Suara ibunya terdengar ikut menenangkan gadis kecil itu. sungguh Alma tak menyangka bila Asha akan nekat datang kerumah sangat sederhana ini untuk mencarinya.
“Asha eh, …”
Betapa terkejutnya Alma, saat melihat di depan rumahnya, di atas dipan bambu itu bukan Asha dan pak Samin yang duduk, melainkan ayah gadis kecil itu.
“Bunda!”
“Eh, …”
Sejenak Alma benar-benar gugup. Ditangkapnya badan mungil Asha yang berlari ke arahnya.
Tanpa ada yang tahu, bila kedua mata indah Nirmala beberapa detik yang lalu bersirobok dengan netra tajam juragan Darsa.
Tatapan itu hanya beberapa detik, namun debaran dalam dada keduanya mampu membuat wajah ayu itu dihiasi semburat semu.
Pun dengan juragan Darsa. Ah, mengapa ia merasa seperti sedang menghadapi seorang istri yang sedang ngambek.
"Bunda, aku cari bunda Alma tadi pagi. Aku panas."
“Maaf sayang, bunda Alma hari ini libur, tadi Asha masih tidur, jadi nggak sempat bangunin kamu.”
Alma gegas merengkuh dan memeluk dengan sayang serta penuh kasih bocah manis ini. Ditempelkannya telapak kanannya di dahi putih bersih Asha.
“Iya, Nduk, kamu panas. Kok mesti cari bunda Alma sampai kesini.”
“Maunya sama bunda Alma. Papa nggak bisa urus aku, Bun.”
“Ya, maafin bunda Alma ya, sayang. Tapi Asha nggak boleh lama-lama disini. Rumah bunda Alma nggak bagus. Cuaca juga dingin.”
“Kalau gitu ayo pulang bunda. Jangan disini. Aku mau sama bunda Alma.”
Bagaimana ini. di sisi lain Alma masih bimbang, apakah kembali ke rumah besar itu setelah pemiliknya menodai dirinya, ataukah bertahan dengan egonya sebagai wanita yang telah dilukai.
Sementara Asha juga membutuhkan dirinya, namun hatinya benar-benar terluka atas apa yang dilakukan oleh juragan Darsa padanya, meskipun … ah, bukankah dia juga sedikit menikmatnya!
“Eh, bunda …”
“Nduk, kalau sudah ndak ngantuk, uruslah dulu non, Asha. Ibu ndak papa disini. Minum obat dulu lalu antarkan majikanmu kembali, Nduk.”“Tapi, Bu…”
“Saya akan bayar lemburan kamu hari ini. jangan khawatir, yang penting tolong bantu saya mengurus Asha hari ini. sebab saya juga ada keperluan seminggu keluar kota.”
Juragan Darsa gegas menyela saat Alma terlihat enggan untuk kembali ke rumahnya. Lelaki ini tahu apa yang menyebabkan pengasuh putrinya ini pergi diam-diam dan seperti berat untuk kembal. Tentu saja karna perbuatan bejatnya. Dan lelaki bertubuh gempal ini harus berhasil membuat Alma kembali ke rumah besarnya.
Baru beberapa jam saja ia tak melihat wanita bermata indah ini, tapi rasanya dunianya kacau seketika.
“Ta-tapi, …”
“Nduk! Jalanlah. Kamu butuh uang untuk kebutuhanmu dan lihat dapur kita, Nduk. Ibu bukannya tega tapi, jaman sekarang susah cari kerjaan.”
Suara bu Darmi semakin menambah semangat juragan Darsa namun diam-diam suara wanita tua ini membuat Alma makin terpuruk dalam dilema.
Bukan, bukan hanya karna perbuatan juragan Darsa yang tak seperti menodainya, tapi itu seperti percintaan dua orang yang merindukan dendam birahi.
Ah, Alma takut pada perasaannya sendiri.
“Ayo pulang, Bunda!”
Oh, apa lagi ini, selain suara tua ibunya yang mengusik hatinya, juga suara rengekan anak majikannya yang seperti memanggilnya bagai seorang ibu yang tak bisa jauh dari anaknya.
“Ya,”
Alma kemudian mengangguk lemas, membuat Asha berteriak kegirangan dan tentu saja ada senyum di bibir berkumis milik juragan Darsa yang berusaha disembunyikan.
Hujan benar-benar bukan hanya menurunkan curahnya, tapi juga menurunkan ego dan kecewanya Alma pada Nasib hidupnya.
Walau berat hati, akhirnya Alma melangkah mengikuti langkah kaki juragan Darsa yang sudah terlebih dahulu berjalan. Kalau tak salah ia juga melihat majikannya itu memberi amplop pada ibunya. Entah karna ingin mengucap terima kasih atau memang karna kasihan melihat kemiskinan keluarganya.
“IStirahatlah dulu. tidurlah bersama Asha. Tak usah sibuk di dapur dulu. biarkan mbok Karti yang masak.“
Hampir saja Alma terjengkit saat ia mengambil minum di dapur dan tiba-tiba juragan Darsa Sudah berdiri di belakangnya. Rasanya begitu dekat, bahkan ia bisa membaui aroma parfum lelaki ini yang kemarin malam menggerogoti indra penciumannya juga indra yang lainnya.
“Ah, Tu-tuan. Maaf saya tidak melihat anda masuk.”
Rasanya ini seperti dejavu. Seperti awal dimana juragan Darsa berusaha menyentuhnya. Alma bahkan tak kuasa menatap mata elang itu. aura lelaki ini terlalu kuat bagi dirinya yang sedikit lemah.
Alma ingin berlalu, ingin menghindar. Namun baru beberapa langkah, jemari kokoh juragan Darsa gegas menangkap pergelangannya lalu menariknya ke dalam dekapan hangatnya.
“Alma, jangan pergi lagi!”
“Tu-tuan mau ngapain?”
“Aku mencintaimu. Ijinkan aku melamarmu dan menjadi ibu bagi Asha di rumah ini.”
“Tuan, ak-aku hmmmpptth…!”
Juragan Darsa memang brutal. Tak ia biarkan bibir Alma menolak. Ia mencecar dan membekap bibir ranum itu dengan bibir berkumisnya yang kasar.
Bagaimana lelaki ini melumat penuh rindu. Tak biarkan udara menjadi jarak di antara mereka. Tak perduli juga Alma marah atau tidak. Menerima atau tidak. Yang jelas, ia inginkan wanita ini, pelayan di rumahnya ini menjadi ibu dari putri kecilnya dan juga menjadi pelampiasan rindu birahinya!
“Nggak tahu,” jawabnya pelan. “Mas juga belum tanya,” lanjutnya sambil mengajak Alma duduk di ruang tamu.Tentu saja juragan Darsa berbohong. Ia tahu dan kenal betul calon istri Rahadi.Lelaki ini pernah brutal di masa lalu. Dan Renata menjadi salah satu perempuan yang menjadi korban brutal lelaki ini. Mereka bukan hanya pernah bercinta, tapi juga juragan Darsa pernah melakukan kekerasan pada Renata.Kalau diingat-ingat, lelaki ini juga merasa bersalah.Alma mengangguk, percaya. Ia memeluk lengan suaminya dengan manja sebelum beranjak masuk ke dapur menyusul ibunya dan Asha disana. Tapi dada Juragan Darsa terasa sesak.Tentu saja ia tahu.Ia tahu terlalu baik.Renata—perempuan yang dulu pernah jadi pelampiasan kebrutalannya, perempuan yang bertahun-tahun ia kira sudah hilang dari hidupnya, perempuan yang diam-diam ia anggap sebagai luka yang seharusnya tak pernah kembali.Dan kini… Rahadi, akan menikahinya. Rasanya jodoh ini memang lucu. Seperti dia dan Alma. Bagaimana ia bisa jatuh
"Ngaco!"Rahadi menggertak geram. Ia ingat perempuan pucat ini adalah Sarah. Salah satu spg yang pernah menemani malam-malamnya. Mungkin ada dua atau tiga kali mereka menghabiskan waktu di kamar hotel, lalu setelahnya Rahadi mendengar kabar bila wanita ini sudah menikah. "Aku hamil dan menikah dengan orang lain. Itu anak kamu, Mas!"Rahadi membawa Sarah ke ujung luar minimarket itu, sebab ia tak ingin menjadi perhatian pengunjung yang lainnya. "Sarah, saya ingat kita pernah menghabiskan malam dua atau tiga kali.. Tapi jangan lupa, laki-laki yang mengenalkanmu padaku juga pernah menidurimu berkali-kali.. Jadi, bisa saja anak yang kau kandung itu adalah anak si brengsek itu!""Tapi, Mas, ... ""Sekali lagi kau berani mengatakan kalau saya punya anak denganmu, saya tidak segan-segan melaporkanmu ke polisi!"Rahadi benar-benar tak memberi kesempatan pada Sarah untuk merecoki hidupnya. Melihat tubuh wanita itu semakin kurus dan pucat malah membuat lelaki ini berfikir yang tidak-tidak.
---Renata bersemu malu saat mengingat betapa liarnya ia semalam di atas sofa ini. Bahkan Rahadi sengaja tak pulang, lelaki itu menginap dan mengulang lagi rindu birahi mereka hingga dua kali. Sepagi tadi bahkan keduanya mengulang sekali lagi di atas pembaringan Renata sebelum lelaki itu pamit untuk ke kantor dulu. Renata tersenyum lagi, perasaannya pada juragan Darsa sepertinya memang sudah habis, terkikis dengan hadirnya Rahadi. "Istirahatlah, sore baru mas datang lagi."Begitu ucapan pamit Rahadi tadi sebelum jalan. Kecupan dalam di keningnya yang lelaki itu berikan membuat Renata merasa nyaman. Rasanya ini seperti hidup yang baru setelah kesepian dan lara hati melanda hidupnya. Lalu gerimis halus di luar sana membuat Renata benar-benar memejam mata. Lelah melanda raganya, setelah pertempuran yang membuatnya menjerit bahagia. Senyum tipis bahkan terukir di bibir tak bergincunya hingga netranya memejam. ***Hujan mulai menepi dari musim ini, orang-orang mulai keluar mencari
Tidak menunggu waktu lama, setelah gegas membersihkan diri dan berpakaian lagi, juragan Darsa langsung memanggil mbok Karti agar membantu mengurus Alma yang tadi sempat pingsan. “Kita ke rumah sakit, Sayang.” Sedikit panik lelaki ini, saat istrinya pingsan tadi setelah baru saja ia mencapai puncak gairahnya. Alma sudah siuman, maka rumah sakit daerah di pinggir kota menjadi tempat yang dituju juragan Darsa, dalam perjalanannya tadi, lelaki ini sempat menghubung mertuanya, bila istrinya pingsan. Rasa khawatir jelas tergambar di wajah tegas itu. mungkin ia terlalu brutal. Rasanya setelah menikah hampir tiap malam kebutuhan libidonya ia tuntut. Perawat di UGD tampak sigap menangani Alma, belum apa-apa, juragan Darsa bahkan minta rujukan ke rumah sakit yang lebih bagus dan lebih lengkap fasilitasnya. Seorang dokter berhijab dan berkacatama masuk memeriksa kondisi Alma yang tampak lemah. Setelah diperiksa, dokter itu tersenyum kecil. “Bu Alma… selamat ya. Ibu hamil. Istrinya
Sebelumnya ... ***Sarah begitu percaya diri menemui tamunya kali ini. Ada rasa berdebar yang tak biasa dalam dada. Namun ia yakin tamu terakhirnya malam ini akan menambah pundi-pundi rupiahnya untuk makan dan membeli kebutuhan bayinya. Hatinya miris, diguris sedih. Sebulan ini, ibunya benar-benar tak mencarinya, meski hanya bertanya kabarnya. Pun dengan Lingga.Cinta membara yang pernah hadir di antara mereka, seolah pupus terbakar amarah. Sarah mengakui dirinya salah, tapi kali ini ia benar-benar kecewa juga dendam. Pada Lingga, juga pada ibunya sendiri. Alam selalu adil, meski pada sang pendosa. Bagaimana semesta mengirimkan mbok Pik untuk membantunya menjaga bayinya. Sarah menarik napas panjang, sebelum turun dari taksi online dan menuju motel sederhana menemui tamu terakhirnya malam ini. Gincu merah sudah ia poleskan. Senyum palsu pun siap ia tebarkan. Disinilah dia di kamar yang cukup nyaman dengan pendingin ruangan yang cukup untuk mengurai kegugupannya malam ini. Kam
Riuh celoteh antara Asha dan Alma di depan Tv itu. gerimis halus di luar belum juga enggan beranjak di punghujung bulan ini.Tadi sore mereka tiba dengan banyak oleh-oleh untuk Asha dan untuk ibunya Alma. Setibanya di rumah sesore tadi, Alma menjadi milik putri kecil mereka.“Asha kangen sama bunda,”“Bunda juga kangen, Nak.”Alma tadi menyempatkan diri menelpon ibunya, bila esok pagi baru bisa berkunjung membawakan ole-oleh.Tentu saja bu Darmi tak keberatan, sebab beliau mengerti anaknya harus mendahulukan suami dan keluarganya sekarang.Suara lucu itu mengukir haru di hati Alma. Gegas dipeluknya sang putri lalu menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari bibir mungil putrinya.Alma tak pernah membalas rasa sakit yang dulu ia dapatkan dari mantan suaminya. Ia pergi dalam ketabahannya.Lalu ia pun tabah menerima perlakuan juragan Darsa padanya, sebelum lelaki itu memberikan balasan manis untuknya.Kebahagiaan yang dulu Alma impikan, kini hadir dalam celotehan putri sambungn







