Masuk“Kamu ngga masak lagi, Sar?”
Lingga berjalan gontai ke arah dapur yang terlihat berantakan. Piring kotor menumpuk belum dicuci, gelas yang semalam ia gunakan minum kopi pahit, juga masih teronggok di atas kitchen sink. Hidung lelaki ini juga mencium bau yang kurang sedap. Sepertinya itu sisa makanan yang belum sempat di buang.
“Nggak, Mas. Aku lemas banget. Kamu dari mana sepagi ini?”
Sarah malah balik bertanya, sebab ia heran melihat Dirman kembali setelah pamit membuang sampah, namun ada kantong hitam yang suaminya itu bawa dalam genggaman.
Ah, pada akhirnya ia berhasil memiliki lelaki ini. bukan hanya ia milik tapi juga ia kuasai dan … bisa mengaturnya. Sarah merasa makin aman dengan pernikahan sirinya ini. meski taka da restu dari ibunya Lingga, tapi setidaknya bayi dalam perutnya terselamatkan dengan lahir setelah pernikahannya.
“Dari rumah ibu.”
“Oh, bawa apa?”
“Ibu kasi nasi kuning buat sarapan. Tuh ada dua bungkus, satu buat kamu. Kalau mau.”
Lingga berlalu, tak menghiraukan Sarah yang terlihat mengelus perutnya yang makin membulat. Entah, rasanya ada sesuatu yang mengganjal di hati lelaki ini.
Ia memang inginkan seorang anak. Namun mengapa hatinya makin hari makin menolak kehamilan istri keduanya ini. bahkan akhir-akhir ini, wajah teduh Alma kerap mengganggu tidurnya.
Juga dengan pertanyaan dan pernyataan ibunya tadi pagi.
“Kamu kapan berhubungan dengan selingkuhanmu itu, perutnya sudah besar gitu.”
Sebagai orang tua bu Wulan tetap berusaha menerima kedatangan putranya. Meski marah dan kecewa betul-betul membuat murkan wanita paruh baya ini. bahkan tadi pagi adalah pertemuan pertama orang tua ini dengan putranya, setelah pernikahan siri yang Lingga lakukan bersama Sarah yang tak beliau hadiri.
Lingga tentu saja tak menjawab, ia pun bingung. Rasanya baru setengah tahun ini ia intim dengan Sarah. Tapi mengapa istri sirinya itu bilang kalau tak lama lagi akan melahirkan.
Mulai dari hubungan yang salah dan pernikahan yang tanpa restu, sudah cukup membuat hidup lelaki ini berantakan.
Makin hari, lelaki ini dikecam penyesalan. Rumah tangga yang dulu tenang meski hidup pas-pasan, kini berubah menjadi rumah tangga yang tak ada penghargaan di dalamnya. Rasanya Lingga benar-benar dibodohi oleh nafsunya sendiri.
Lihat, bagaimana ia pagi ini harus merasakan kelaparan dan di dapur rumahnya tak ada makanan. Lalu dengan rasa malu ia nekat mengunjungi rumah ibunya. Bukan karna ingin minta makan, tapi rasanya ia tak kuat memendam beban rumah tangganya. Pernikahannya bersama Sarah bahkan baru seumur jagung. Tapi beban dan masalah datang bertubi-tubi menimpanya.
“Ibumu kirim makanan ini untuk aku?” Sarah mengekori langkah gontai Lingga kedalam dapur. Perutnya pun sudah keroncongan. Kehamilannya yang memasuki trimester tarakhir membuatnya semakin malas.
“Nggak ngirim, saya yang ambil dua bungkus. Ibu ikut pengajian hari ini, jadi tetangga masa-masak di rumah ibu,” jawab Lingga. Lelaki ini tak lagi menjaga perasaan Sarah. Sebab dirasanya wanita keduanya ini makin hari makin tak menjaga perasaannya.
Pikiran Lingga seolah makin terbuka akan hubungan pernikahannya bersama Sarah ini. tadi di rumah ibunya, bukan hanya wanita yang melahirkannya itu yang memberi nasehat padanya, tapi juga ibu-ibu yang lain, memberi wejangan dan pandangan akan pernikahan keduanya ini.
Bukan hanya itu, ada beberapa ibu-ibu yang mengaku kenal dan tahu keluarga Sarah, termasuk kekasih yang diakui keluarga keduanya itu.
“Ibumu mungkin masih mengingat mantan menantunya yang mandul itu.” sarah berucap ketus. Sungguh ia juga marah pada ibunya Lingga, sebab hingga hari ini kehadirannya sebagai menantu tak di anggap. Bahkan pernikahan siri mereka, tak dihadiri bu Wulan.
Dengan ketus Sarah mengeluarkan kekesalannya. Kesal tapi dimakan juga nasi kuning buatan ibu mertuanya itu. dibukanya bungkusan nasi kuning itu yang aromanya semakin menggoda cacing dalam perutnya.
Lihat, bahkan ia tak mengambil air minum untuk suaminya. Ia beregrak grasak grusuk mengambil piring, sendok dan air minum untuk dirinya sendiri lalu duduk tepat di hadapan Lingga yang bersiap menyantap sarapannya.
“Sar?”
“Ya?”
Lingga menatap tajam wajah kusut istri keduanya ini, membuat Sarah terlihat salah tingkah.
“Ibu tadi tanya, kandunganmu sudah berapa bulan?”
“Delapan bulan, Mas. Kenapa?”
“Bukankah kita berhubungan intim enam bulan yang lalu dan aku selalu pakai pengaman.”
“Ka-kamu, pernah mabuk waktu itu, Mas. Kamu nggak mau pakai pengaman malam itu!”
Sarah terlihat salah tingkah. Lingga tak pernah menatap dan bertanya setajam ini padanya.
“Jujur, Sar. Aku sekarang mulai ragu kalau bayi dalam kandunganmu itu adalah anakku!”
“Maksudnya, Mas?”
Sarah berteriak tak terima. Ia merasa dijebak dengan pertanyaan suaminya ini.
“Aku baru tahu kalau kamu pernah jalan dengan pak Rahadi.”
“Lho emangnya kenapa kalau aku pernah jalan sama pak Rahadi, aku kan membantu beliau dulu memasarkan perumahan yang dikelolah kontraktornya, Mas. Kamu aneh ya, nanya yang nggak-nggak!”
“Berapa kali kamu tidur dengan laki-laki tua bangka itu?”
“MAS!”
**
“Nggak tahu,” jawabnya pelan. “Mas juga belum tanya,” lanjutnya sambil mengajak Alma duduk di ruang tamu.Tentu saja juragan Darsa berbohong. Ia tahu dan kenal betul calon istri Rahadi.Lelaki ini pernah brutal di masa lalu. Dan Renata menjadi salah satu perempuan yang menjadi korban brutal lelaki ini. Mereka bukan hanya pernah bercinta, tapi juga juragan Darsa pernah melakukan kekerasan pada Renata.Kalau diingat-ingat, lelaki ini juga merasa bersalah.Alma mengangguk, percaya. Ia memeluk lengan suaminya dengan manja sebelum beranjak masuk ke dapur menyusul ibunya dan Asha disana. Tapi dada Juragan Darsa terasa sesak.Tentu saja ia tahu.Ia tahu terlalu baik.Renata—perempuan yang dulu pernah jadi pelampiasan kebrutalannya, perempuan yang bertahun-tahun ia kira sudah hilang dari hidupnya, perempuan yang diam-diam ia anggap sebagai luka yang seharusnya tak pernah kembali.Dan kini… Rahadi, akan menikahinya. Rasanya jodoh ini memang lucu. Seperti dia dan Alma. Bagaimana ia bisa jatuh
"Ngaco!"Rahadi menggertak geram. Ia ingat perempuan pucat ini adalah Sarah. Salah satu spg yang pernah menemani malam-malamnya. Mungkin ada dua atau tiga kali mereka menghabiskan waktu di kamar hotel, lalu setelahnya Rahadi mendengar kabar bila wanita ini sudah menikah. "Aku hamil dan menikah dengan orang lain. Itu anak kamu, Mas!"Rahadi membawa Sarah ke ujung luar minimarket itu, sebab ia tak ingin menjadi perhatian pengunjung yang lainnya. "Sarah, saya ingat kita pernah menghabiskan malam dua atau tiga kali.. Tapi jangan lupa, laki-laki yang mengenalkanmu padaku juga pernah menidurimu berkali-kali.. Jadi, bisa saja anak yang kau kandung itu adalah anak si brengsek itu!""Tapi, Mas, ... ""Sekali lagi kau berani mengatakan kalau saya punya anak denganmu, saya tidak segan-segan melaporkanmu ke polisi!"Rahadi benar-benar tak memberi kesempatan pada Sarah untuk merecoki hidupnya. Melihat tubuh wanita itu semakin kurus dan pucat malah membuat lelaki ini berfikir yang tidak-tidak.
---Renata bersemu malu saat mengingat betapa liarnya ia semalam di atas sofa ini. Bahkan Rahadi sengaja tak pulang, lelaki itu menginap dan mengulang lagi rindu birahi mereka hingga dua kali. Sepagi tadi bahkan keduanya mengulang sekali lagi di atas pembaringan Renata sebelum lelaki itu pamit untuk ke kantor dulu. Renata tersenyum lagi, perasaannya pada juragan Darsa sepertinya memang sudah habis, terkikis dengan hadirnya Rahadi. "Istirahatlah, sore baru mas datang lagi."Begitu ucapan pamit Rahadi tadi sebelum jalan. Kecupan dalam di keningnya yang lelaki itu berikan membuat Renata merasa nyaman. Rasanya ini seperti hidup yang baru setelah kesepian dan lara hati melanda hidupnya. Lalu gerimis halus di luar sana membuat Renata benar-benar memejam mata. Lelah melanda raganya, setelah pertempuran yang membuatnya menjerit bahagia. Senyum tipis bahkan terukir di bibir tak bergincunya hingga netranya memejam. ***Hujan mulai menepi dari musim ini, orang-orang mulai keluar mencari
Tidak menunggu waktu lama, setelah gegas membersihkan diri dan berpakaian lagi, juragan Darsa langsung memanggil mbok Karti agar membantu mengurus Alma yang tadi sempat pingsan. “Kita ke rumah sakit, Sayang.” Sedikit panik lelaki ini, saat istrinya pingsan tadi setelah baru saja ia mencapai puncak gairahnya. Alma sudah siuman, maka rumah sakit daerah di pinggir kota menjadi tempat yang dituju juragan Darsa, dalam perjalanannya tadi, lelaki ini sempat menghubung mertuanya, bila istrinya pingsan. Rasa khawatir jelas tergambar di wajah tegas itu. mungkin ia terlalu brutal. Rasanya setelah menikah hampir tiap malam kebutuhan libidonya ia tuntut. Perawat di UGD tampak sigap menangani Alma, belum apa-apa, juragan Darsa bahkan minta rujukan ke rumah sakit yang lebih bagus dan lebih lengkap fasilitasnya. Seorang dokter berhijab dan berkacatama masuk memeriksa kondisi Alma yang tampak lemah. Setelah diperiksa, dokter itu tersenyum kecil. “Bu Alma… selamat ya. Ibu hamil. Istrinya
Sebelumnya ... ***Sarah begitu percaya diri menemui tamunya kali ini. Ada rasa berdebar yang tak biasa dalam dada. Namun ia yakin tamu terakhirnya malam ini akan menambah pundi-pundi rupiahnya untuk makan dan membeli kebutuhan bayinya. Hatinya miris, diguris sedih. Sebulan ini, ibunya benar-benar tak mencarinya, meski hanya bertanya kabarnya. Pun dengan Lingga.Cinta membara yang pernah hadir di antara mereka, seolah pupus terbakar amarah. Sarah mengakui dirinya salah, tapi kali ini ia benar-benar kecewa juga dendam. Pada Lingga, juga pada ibunya sendiri. Alam selalu adil, meski pada sang pendosa. Bagaimana semesta mengirimkan mbok Pik untuk membantunya menjaga bayinya. Sarah menarik napas panjang, sebelum turun dari taksi online dan menuju motel sederhana menemui tamu terakhirnya malam ini. Gincu merah sudah ia poleskan. Senyum palsu pun siap ia tebarkan. Disinilah dia di kamar yang cukup nyaman dengan pendingin ruangan yang cukup untuk mengurai kegugupannya malam ini. Kam
Riuh celoteh antara Asha dan Alma di depan Tv itu. gerimis halus di luar belum juga enggan beranjak di punghujung bulan ini.Tadi sore mereka tiba dengan banyak oleh-oleh untuk Asha dan untuk ibunya Alma. Setibanya di rumah sesore tadi, Alma menjadi milik putri kecil mereka.“Asha kangen sama bunda,”“Bunda juga kangen, Nak.”Alma tadi menyempatkan diri menelpon ibunya, bila esok pagi baru bisa berkunjung membawakan ole-oleh.Tentu saja bu Darmi tak keberatan, sebab beliau mengerti anaknya harus mendahulukan suami dan keluarganya sekarang.Suara lucu itu mengukir haru di hati Alma. Gegas dipeluknya sang putri lalu menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari bibir mungil putrinya.Alma tak pernah membalas rasa sakit yang dulu ia dapatkan dari mantan suaminya. Ia pergi dalam ketabahannya.Lalu ia pun tabah menerima perlakuan juragan Darsa padanya, sebelum lelaki itu memberikan balasan manis untuknya.Kebahagiaan yang dulu Alma impikan, kini hadir dalam celotehan putri sambungn







