Home / Romansa / JERAT CINTA RENTENIR MUDA / Undangan Buka Bersama

Share

Undangan Buka Bersama

Author: DV Dandelion
last update Last Updated: 2025-07-09 17:08:56

“Yu, saya boleh minta satu hal?”

Ayu mengangguk seraya menatap Bahtiar yang sedang melepas jam tangan. Dia sudah berniat akan memenuhi apa pun permintaan suaminya selama tidak melanggar syariat.

“Sudahi kerjasama dengan pihak pesantren. Kamu boleh jualan apa pun. Kalau butuh tambahan modal, saya bersedia memberi suntikan dana. Tapi, jangan pernah lagi terlibat dengan orang-orang dan kegiatan pesantren.”

"Jadi … Abang mau aku berhenti jualan takjil dari pesantren?" tanya Ayu pelan, memastikan apakah dia tidak salah dengar.

Bahtiar menatap Ayu serius. "Ya. Kamu bisa produksi sendiri, ambil dari suplier lain, atau apa pun sistemnya asal bukan ambil jualan dari pesantren."

Ayu terdiam sejenak mencerna permintaan itu. Sebenarnya, permintaan Bahtiar tidak sulit untuk dituruti. Dia juga ingin usahanya berkembang lebih mandiri, hanya saja keterampilannya memang masih terbatas.

Mungkin ini memang yang terbaik untuk semua. Bahtiar tidak perlu cemburu lagi kepada Zen. Ayu pun bisa lebih menjaga
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • JERAT CINTA RENTENIR MUDA   Pil Kuning di Laci Meja

    Ayu memandangi plastik klip transparan berisi pil kuning di tangannya. Tanpa keterangan di kemasan, Ayu bertanya-tanya mengapa Belinda menyimpan barang tersebut.“Mungkinkah Abel sakit? Perlukah aku melaporkannya ke Bang Tiar?” batin Ayu.Wanita itu mengamati sekeliling kamar. Selain baju yang berserakan, tidak banyak barang Belinda yang dibawa ke sana. Ayu bahkan tidak melihat buku atau alat tulis di meja.“Ah, sebaiknya aku tidak ikut campur. Abel pasti marah kalau tahu aku memeriksa kamarnya.”Kamar adalah area privasi. Ayu pun semula hanya berniat bersih-bersih menggantikan tugas Mbok Yun. Kurang pantas jika ia menggeledah kamar Belinda meskipun ini adalah rumahnya.Ayu pikir, mungkin itu hanya vitamin. Toh, selama ini Belinda kelihatan sehat dan baik-baik saja. Wanita bermata bulat itu pun menaruh kembali barang tersebut di laci dan keluar.Sesampainya di ruang tengah, Ayu menepuk dahi. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10.30. Hampir saja ia lupa kalau hari ini ada jadwal pertemu

  • JERAT CINTA RENTENIR MUDA   Kembali ke Rumah

    Ayu dan Bahtiar berjalan pelan di antara keramaian pasar malam. Tak ada kata yang terucap di awal. Pikiran mereka sibuk mencari topik untuk membuka obrolan.“Bang ….”“Saya …,” ucap mereka hampir bersamaan.Mereka tertawa kecil. Tawa yang canggung, tapi menyenangkan. Rasanya seperti ada ribuan kupu-kupu yang beterbangan di perut.“Silakan Bang Tiar duluan,” kata Ayu. Matanya mengamati kerlip lampu yang menghiasi stand-stand jualan.Tiba-tiba saja Ayu merasakan tangannya menghangat. Jari-jemari Bahtiar mengisi sela-sela jarinya lalu menggenggam erat tangannya. Genggaman itu seolah-olah menjadi penahan agar tubuh mereka tidak melayang.Bahtiar tak bisa menahan senyum. Ayu tidak memberontak atau berusaha melepaskan genggaman. Sebaliknya, wanita itu menggenggam balik. Mereka layaknya sepasang kekasih yang dibuai asmara.“Bagaimana kabarmu?” tanya Bahtiar. Suaranya beradu nyaring dengan mesin penggerak wahana permainan.“Baik,” jawab Ayu singkat. Bukan karena kesal, melainkan gugup tangann

  • JERAT CINTA RENTENIR MUDA   Di Antara Ingar Bingar Komidi Putar

    Ayu sudah bersiap di kedai sejak pukul lima pagi. Sesekali ia bersenandung atau bercanda dengan Ragil yang ikut ke kedai. Sejak memutuskan kembali berjualan, ada sedikit semangat baru dalam dirinya.“Teh, gorengan taruh sebelah mana?” tanya Bu Ratna. Wanita itu baru saja meniriskan seloyang bakwan dan tahu isi untuk menu pendamping nasi uduk.“Biarin di situ dulu, Bu. Etalasenya belum kering benar,” sahut Ayu.Semenjak tidak lagi mengambil suplai barang dari pondok pesantren, Ayu menjual kue buatannya sendiri. Bu Ratna berhenti menjadi buruh cuci dan berinisiatif menjual nasi uduk. Pak Senolah yang bertugas mengangkut bahan-bahan dari rumah ke kedai, dan sebaliknya.Serombongan ibu-ibu yang bekerja sebagai petugas penyapu jalan perumahan lewat di depan kedai. Ayu menghentikan mereka.“Tunggu sebentar ya, Bu. Ini ada nasi buat sarapan.”Ayu dan Bu Ratna membungkus lima porsi nasi uduk. Ia juga memasukkan beberapa potong gorengan dan kue talam.“Terima kasih, Neng Geulis. Semoga sehat s

  • JERAT CINTA RENTENIR MUDA   Harga untuk Sebuah Kebebasan

    Bahtiar menatap dinding sel yang tampak kelabu. Sudah lebih dari 24 jam ia ditahan di Polres. Petugas menyatakan bahwa Bahtiar didakwa atas kasus penipuan nasabah koperasi melalui pemalsuan dokumen.Kepala Bahtiar penuh dengan berbagai pertanyaan. Bagaimana mungkin ia bisa dilaporkan atas kasus yang tidak pernah ia lakukan? Siapa yang melaporkannya? Apa motifnya?“Saya tidak melakukannya, Pak!” seru Bahtiar saat pertama kali datang ke kantor polisi. Napasnya naik turun menahan amarah.“Pengadilan yang nanti akan membuktikan Anda bersalah atau tidak.” Petugas bermata elang itu menjawab santai, seolah sudah terlalu sering menerima pernyataan serupa dari setiap orang yang mereka tangkap.“Apa buktinya?” Bahtiar menggebrak meja. Setiap kali ditanya, jawaban para petugas itu seperti template yang tidak memuaskan rasa penasarannya sedikit pun.“Bukti akan ditunjukkan saat sidang. Kalau sekarang Bapak mau mencari pengacara, silakan. Tapi harap mengikuti setiap prosedur dengan tertib!”Bersam

  • JERAT CINTA RENTENIR MUDA   Ditangkap Polisi

    Dokter menyatakan bahwa Ayu sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Ditemani Bu Ratna, Sekar, dan Uri, wanita itu memesan taksi online untuk pulang.Duduk di kursi belakang mobil, Ayu menatap kosong ke luar jendela. Jalanan yang dilewati bukanlah menuju rumahnya bersama Bahtiar, melainkan ke rumah orang tuanya.Sejak menyadari janinnya telah pergi, dia sudah memastikan satu hal: dia tidak ingin kembali ke tempat itu. Tidak ingin kembali ke dalam kehidupan yang telah menghancurkannya."Sudah sampai, Yu," suara lirih Bu Ratna membuyarkan lamunannya.Dengan langkah pelan, Ayu turun dari mobil. Hawa rumah masa kecilnya terasa begitu asing. Seharusnya ini menjadi tempat yang menenangkan, tapi di dalam hatinya hanya ada kehampaan.Pak Seno dan adik-adik Ayu yang lain menunggui di halaman. Ragil, si bungsu yang belum tahu apa-apa, bergegas memeluk Ayu dengan riang gembira. Dia pikir, Ayu sedang mampir ke rumah membawa mainan atau makanan seperti yang sudah-sudah.Ayu membalas pelukan it

  • JERAT CINTA RENTENIR MUDA   Patah Hati Terhebat

    “Assalamu'alaikum, Bang Tiar.” Zen berdiri lalu mengulurkan tangan untuk bersalaman.“Jadi … orang yang akan mendonorkan darah untuk Ayu adalah ….”Zen mengangguk sambil tersenyum. “Ya, saya sendiri. Saya dapat infonya dari salah satu santri.”Bahtiar menatap lelaki itu tanpa berkedip. Di satu sisi, ia tidak bisa menerima kenyataan. Dari sekian banyak orang di dunia ini, mengapa justru Zen yang menjadi penyelamat nyawa Ayu. Namun, di sisi lain, ia tidak punya pilihan.“Bisa langsung donor sekarang, Bang?” Zen meminta arahan.Ada bara yang membakar di dada Bahtiar. Mungkin inilah maksud peribahasa bagai makan buah simalakama. Bahtiar cemburu, tapi tak kuasa menolak bantuan Zen karena Ayu sangat membutuhkannya."Petugas akan melakukan tes terlebih dahulu. Mari, ikut saya.”Bahtiar menekan ego dan mengajak Zen menemui petugas PMI. Setelah menjalani uji kelayakan, Zen dinyatakan bisa menjadi pendonor.Petugas PMI cekatan memasang jarum pada pembuluh darah di lengan. Perlahan tapi pasti, j

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status