โMas Pras?!โโRatih?!โ Pras melonjak kaget ketika melihat sosok Ratih yang muncul dari balik pundaknya. โSe-sedang apa kamu di sini?!โPandangan Ratih melirik sekilas ke arah Andini serta Andreas yang tertawan di tengah pondok. Matanya terbelalak kaget. Apalagi Ratih bisa mencium bau bensin yang menyengat.โMas, jangan bertindak gila. Ayo, kita pulang sekarang,โ Ratih bergerak mendekat, memandang Pras dengan memohon. Kedua tangan dingin wanita itu meraih tangan Pras.Namun Pras langsung menepisnya. โPulang? Sudah kubilang, aku akan menghabisi mereka dulu, Tih. Setelah itu, baru kita bisa berbahagia.โโTidak, Mas,โ sergah Ratih cepat, menghalau gerakan tangan Pras yang hendak menyalakan korek. โA-Aku enggak ingin memiliki suami seorang pembunuh. Lagian, kita juga salah.โโHalah, persetan! Jangan ikut campur urusanku atau aku akan membunuhmu juga,โ Pras memicingkan matanya yang sontak membuat Ratih bergidik ngeri.โAku mencintaimu, Masโฆsungguhโฆjadi, tolong jangan lakukan ini. Lepaskan me
Telinga Andreas berdengung begitu keras saat dia kembali mendapatkan kesadarannya. Penglihatannya yang kabur kini berangsur pulih.โA-Andini?โ Pria itu menoleh dan mendapati Andini yang tergolek lemah di sampingnya. Andreas berusaha menggerak-gerakkan bagian-bagian tubuhnya yang terikat erat. โAndini?โ bisiknya lagi.Kedua kelopak mata wanita itu perlahan membuka. Ada sedikit kelegaan di hati Andreas melihat Andini yang menggeliat pelan.โAndreas!โ Wanita itu terkesiap lemah. โSyukurlahโฆkamu masih hidup. Dia akan membunuh kitaโฆโโTidak. Kita akan keluar dari sini,โ Andreas berusaha meyakinkan Andini, walau dia sendiri sebenarnya sangsi.Mata Andreas menjelajahi pondok tempat mereka disekap. Dari jendela itu, terlihat hari sudah malam. Embusan angin kencang membawa dedaunan yang jatuh menghantam permukaan jendela.Tubuh Andreas terikat erat di kursi kayu. Usahanya melonggarkan ikatan di kaki dan kedua tangannya sepertinya gagal.Di dekatnya tidak ada alat-alat tajam yang bisa dia raih.
Andini mengerang pelan. Begitu kedua kelopak matanya membuka, perlahan dia mendapati penglihatannya kembali. Kepalanya terasa begitu sakit, seperti ada ribuan paku yang memukul dari dalam.โUghโฆโ Dia coba menggerak-gerakkan tubuhnya yang diikat dengan tali di atas kursi kayu. Namun, sekuat apapun usahanya, ikatan yang melilit di sekujur tubuhnya itu sangat kuat.Napas Andini terengah. Udara dingin masuk melalui celah-celah kayu. Dia memandangi sekitar, begitu senyap dengan perabotan-perabotan usang. Lampu bohlam kuning memendar, mengedarkan cahaya temaram.โTolong! Tolong!โ Andini berusaha berteriak, walau suara yang keluar dari mulutnya terdengar lemah. Seketika pintu dihadapannya berderit terbuka. Napas Andini tertahan. Jantungnya kembali berdebar kencang begitu sosok Pras muncul di depannya.Pras mengendus keras, sambil menyipitkan matanya ke arah Andini. Tawanya berderai, memantul ke setiap sudut ruangan di pondok kayu yang kecil ini.โAndiniโฆโ Pras berkacak pinggang, menatap bol
Andreas menyusuri selasar kamar hotel dengan jantung yang berdegup lebih cepat dari biasanya. Wajar pria itu gugup karena sebentar lagi dia akan bertemu dengan calon istrinya, lalu menuntunnya hingga ke tempat acara dan pada akhirnya hubungan mereka disahkan di mata negara.Membayangkannya saja sudah membuat perut Andreas bergejolak. Dia tidak menyangka hubungannya dengan Andini akan berakhir manis seperti ini.Andreas menekan bel kamar Andini, setelah menghela napas pendek. Sesekali dia membenarkan posisi dasi kupu-kupunya serta jas yang dikenakannya.Namun, Andini belum juga membukakan pintu untuknya. Setelah menekan bel yang terakhir dan pintu tetap bergeming, tangan Andreas menarik turun gagang pintu kamar. Dahinya mengernyit karena ternyata kamar itu tidak terkunci.โNdin?โ Andreas mendorong pintu perlahan. โSayang?โ Andreas mengetuk pintu kamar mandi, tapi tidak ada jawaban.Dia lantas melempar pandangannya ke sekitar kamar. Mata Andreas pun tertuju ke ponsel Andini yang ada di
โArghโฆโ Andini merintih begitu tubuhnya menghantam lantai kamarnya yang keras dan dingin. Napasnya menderu dengan kencang disertai dengan jantungnya yang berdetak begitu cepat.Andini beringsut, menyandarkan dirinya di pinggiran ranjang. Tangannya langsung meraba lehernya. โAstaga, semuanya terasa begitu nyataโฆโ pikir Andini. Pras hadir dalam mimpinya, berusaha mencekiknya dan menyeretnya ke dalam neraka. Benar-benar mimpi yang buruk.Petir kembali menggelegar di luar sana. Andini bergidik dan seketika lampu kamarnya padam. Mimpi buruk itu belum sirna dari benaknya dan sekarang dia malah dikungkung kegelapan.Seketika, ketakutan merayapi dirinya. โTidak,โ Andini menggeleng. โTidak mungkin pria itu muncul. Dia sudah mati. Lagian itu cuma mimpi.โ Lantas, Andini mengambil ponselnya yang ada di atas nakas. Cepat-cepat dia menyalakan senter lalu bangkit. Dia melangkah sedikit tertatih, mengecek keadaan Eva yang tidur di boks bayi. Bayi itu terlelap dengan damai.Saat Andini menyibakkan t
Senja perlahan menelan langit biru, menggantinya dengan semburat jingga yang menyerbak di atas sana. Angin sore yang sepoi-sepoi menyapu dahi Andini, menggerakkan helaian poninya.Sambil mendesah pelan, Andini menatap rumah tingkat dua di hadapannya. Rumah yang sudah ditempatinya selama sepuluh tahun, yang banyak memberinya kenangan indah maupun buruk.Truk pengangkut barang yang terakhir belum lama pergi. Sekarang giliran dirinya serta ketiga anaknya yang akan meninggalkan rumah ini.Pandangan Andini beralih ke spanduk yang terbentang di depan pagar rumahnya. Tulisan โDikontrakanโ terpampang jelas.Akhirnya, Andini memutuskan untuk keluar dari rumah itu dan mengontrak untuk sementara waktu, sebelum akhirnya pindah ke Bali tahun depan.Andreas tidak ingin menempati rumah yang dibeli oleh Pras, begitupula Andini. Lagi pula, itu adalah rumah anak-anaknya.โYuk,โ Andreas menepuk pundak Andini. โSudah sore, kita masih harus merapikan barang-barang di rumah baru.โAndini mengangguk, mening
Ratih dihantam syok yang luar biasa sehingga membuat wanita itu pingsan selama beberapa saat.Seketika Ratih mengerang, membuka kedua kelopak matanya. Dadanya masih berdebar begitu melihat Pras yang ada di samping ranjang.โMa-Mas Pras?โ Dirinya masih belum bisa mencerna semua ini. Bagaimana bisa Pras hidup kembali? Jelas-jelas dia dinyatakan tewas dalam kecelakaan pesawat tempo lalu.โAkhirnya kamu sadar juga,โ raut wajah Pras terlihat sedikit cemas. โTenang, Tih. Aku bukan hantu.โRatih beringsut, menyandarkan punggungnya di sandaran ranjang. โTa-tapi, bagaimana bisa? Mas Pras sudah matiโฆโPras mendengus. โKenyataannya aku masih hidup.โRatih menjulurkan tangannya, meraba lengan Pras yang kini lebih berotot. โAstaga, jadi ini bukan mimpi?โPras bangkit dari kursinya. Dia berjalan ke arah jendela, memandangi langit biru yang membentang di luar.โSelama ini, aku memalsukan kematianku,โ tandas Pras.โTapi, untuk apa, Mas?โ Ratih terdengar penasaran.Kedua tangan Pras tenggelam di saku
Tubuh Ratih seakan membeku. Degupan jantungnya kini berdebar begitu hebat.โTidak. Ini enggak mungkin! Mas Pras sudah tewas dalam kecelakaan pesawat itu!โ Pekik Ratih dalam hati.Namun, sebesar apapun usahanya untuk mengindahkan pikiran itu, tetap saja Pras berdiri di depannya, dengan tubuh yang jauh berbeda seperti sebelumnya.Otot-otot tangan Pras menonjol dengan dada yang lebar.โHai, Ratih,โ Suara itu jelas suara Pras. Dia tidak meragukannya sedikit pun! Mata Ratih mengerjap cepat, berharap semua ini mimpi.Namun, wangi aroma bunga yang menyebar di tokonya terasa begitu nyata. Bayangan Pras yang mendekat pun juga nyata.Tubuh Ratih gemetar hebat dan sentuhan tangan besar di bahunya semakin menekankan bahwa Pras belum mati. Tapi bagaimana mungkin?!โMa-Mas Pras?โ Suara Ratih terdengar parau kali ini. Bola mata Pras menatapnya tajam. โKenapa kamu terlihat begitu ketakutan, hah? Aku bukan hantu.โโTa-Tapiโฆbu-bukanya MasโฆโโTewas dalam kecelakaan pesawat itu?โ Pras melanjutkan kalima
โTinggalkan putraku,โ ucap Brenda saat mereka duduk berhadapan di ruang tengah.Kedua bola mata Andini langsung membelalak lebar. โA-Apa?โ Bibirnya bergetar dengan pernyataan Brenda yang bagai petir di siang bolong itu.Brenda menghela napas pelan, seiring dengan kedua bahunya yang merosot. โItu mungkin ucapan dari orangtua yang egois,โ tukas Brenda lagi. โTapi aku bukan tipe orangtua yang egois, Andini.โKedua alis Andini bertautan. Dia masih belum menangkap maksud ucapan Brenda.โAku enggak mungkin menyuruh Andreas untuk meninggalkanmu. Aku tahu, dari tatapan dia melihat dirimu, Andreas pasti sangat mencintaimu,โ pandangan Brenda beralih ke Andini yang masih nampak tegang.Brenda lantas menggeleng. โTidak, aku enggak akan menyuruhmu untuk meninggalkan putraku. Dan soal perbincangan semalamโฆโโMaafkan aku,โ sela Andini cepat. โEnggak seharusnya aku mencuri dengar percakapan kalian. Aku tahu aku kelewatan, Tante.โBrenda bersedekap. โSemalam kami agak dipengaruhi alkohol. Jadi, perasa