Share

KEHILANGAN TEMPAT TINGGAL

"Kurang ajar. Berani sekali kamu menantangku orang tua. Ternyata kamu sudah bosan hidup rupanya. Baiklah, akan aku antarkan kamu ke alam baka sekarang juga," ucap Satria sambil berlari mendekati mereka berdua. Lalu tanpa aba-aba sama sekali, laki-laki berjaket kulit berwarna hitam itu mengeluarkan sebuah pistol dan dengan cepat menarik pelatuk senjata tersebut. Satria pun terjengkang lalu mati dengan darah mengucur deras dari dadanya setelah sebuah peluru menembus jantung laki-laki itu.

“TIDAK!!!”

Zahra berteriak dan lalu terbangun dari tidurnya. Kejadian tadi malam terus menghantui kepalanya, membuat gadis itu bermimpi buruk dan tidak bisa mendapatkan ketenangan di dalam tidurnya. Gadis itu terduduk di atas tempat tidur. Keringat kembali mengucur deras di dahi dan juga sekujur tubuhnya. Kedua tangannya mengusap wajahnya dengan kasar.

“Ya Tuhan kenapa aku tidak bisa melupakan kejadian semalam? Bagaimana keadaan jenazah Kak Satria disana? Apakah sudah ada yang menemukannya? Ataukah laki-laki itu sudah menghilangkan jejak apa yang dia lakukan? Eh tunggu!” gumaman Zahra terhenti saat dirinya kembali teringat adegan dimana sampai sekarang dia tidak tahu apa yang akan terjadi dengannya setelah dirinya melakukan hal itu.

“Sebenarnya siapa laki-laki yang sudah menolongku dengan menembak Kak Satria semalam? Bagaimana bisa dia membunuh orang lain dengan dinginnya? Bahkan dia bisa melakukannya dengan tenang dan tanpa ada ekspresi sama sekali? Jangan-jangan dia adalah psikopat kejam atau mafia yang kebal dengan hukum. Oh tidak, apa yang sudah aku lakukan? Aku benar-benar bodoh. Bagaimana bisa aku berjanji akan menuruti semua yang laki-laki itu perintahkan sedangkan aku sendiri tidak tahu siapa dia. Bagaimana jika dia memintaku melakukan hal yang aneh-aneh atau bagaimana jika apa yang diinginkannya sama dengan apa yang diinginkan oleh Kak Satria?”

Zahra terus terdiam di atas tempat tidurnya. Dia belum mau bergerak sama sekali. Jantungnya kembali berdetak kencang membayangkan jika saja dirinya akan kembali bertemu dengan laki-laki tersebut lalu apa yang harus dia lakukan? Bagaimana jika dirinya menolak perintah laki-laki itu? Apa dia juga akan berubah menjadi mayat sama seperti Satria. Wanita itu mengacak-acak rambutnya sendiri dengan kesal. Sesekali dia membuang nafas berat.

“Tenanglah Zahra. Semua akan baik-baik saja. Hanya tinggal memastikan agar kamu tidak harus bertemu kembali dengan laki-laki itu maka semuanya akan beres dan juga aman. Iya, begitu. Semoga saja aku tidak pernah bertemu dengan laki-laki itu lagi,” gumam Zahra.

Gadis itu kemudian turun dari atas tempat tidurnya, menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Semalam dia pulang sangat larut, itu pun dengan kondisi yang basah kuyup. Untungnya saat itu kondisi rumah sedang sepi. Entahlah dimana kedua orang tuanya berada. Apakah sudah tidur di kamar atau pergi, Zahra tidak peduli. Karena selama ini hidupnya di rumah itu juga tidak sehangat keluarga lainnya.

Sejak usia 5 tahun, Zahra sudah kehilangan sosok seorang ibu yang meninggal karena sakit. Sampai sekarang dia tinggal bersama sang ayah yang bernama Daksa dan juga ibu tirinya yang bernama Lita. Hobi sang ayah yang selalu berjudi setiap malam membuat perekonomian keluarga mereka selalu saja di bawah rata-rata. Kalaupun ada rezeki lebih, Ibu Lita akan langsung sigap membelanjakannya.

Dari sejak kecil, Zahra selalu mendapat ketidakadilan dari ibu tirinya. Sedangkan sang ayah, yang tergila-gila dengan judi dan juga mabuk-mabukkan sudah tidak peduli lagi bagaimana nasib anak satu-satunya tersebut.

Setelah selesai dengan semua aktivitas di kamar mandinya, gadis itu pun mulai bersiap untuk pergi ke kedai dimana dia bekerja selama ini sebagai seorang pelayan. Kejadian mengerikan tadi malam nyatanya tidak meruntuhkan semangatnya untuk tetap masuk bekerja hari ini. Lagi pula, Zahra juga masih penasaran apakah kabar kejadian yang menimpa Satria sudah ramai diperbincangkan di kalangan teman-temannya atau belum.

PRANGGG

Tiba-tiba terdengar suara piring pecah dari luar kamar, diikuti teriakan Ibu Lita. Zahra yang sudah tahu apa yang sedang terjadi, hanya bisa membuang nafas panjang. Bagaimana tidak, hampir setiap pagi, dia mendengar kedua orang tuanya bertengkar seperti ini.

Dengan santai, Zahra melangkah keluar kamar dan menuju ke dapur untuk mengambil sarapan. Dan benar saja, kedua orang tuanya atau tepatnya sang ibu tiri sedang marah-marah kepada suaminya itu.

"Kalah lagi kalah lagi. Kalau kamu terus kalah seperti ini, kapan kita akan jadi orang kaya raya?" teriak Ibu Lita. Lagi-lagi sebuah gelas kaca dia lemparkan ke pojok dinding dan membuat semuanya hancur berserakan disana.

Zahra tidak terpengaruh dengan semua kejadian itu sama sekali. Dia tetap asyik menikmati sarapan paginya di dapur dengan mata yang terus menyaksikan adegan yang ditampilkan oleh kedua orang tuanya itu.

Ayah Daksa duduk di kursi dengan pandangan yang menunduk. Dari posisi duduknya yang tidak bisa tegak, terlihat jelas jika laki-laki itu sedang mabuk.

"Setiap malam selalu keluyuran. Setiap pagi pulang sambil mabuk. Itupun tidak membawa uang sama sekali. Lalu apa yang kamu lakukan diluar sana semalaman?" teriak Ibu Lita lagi.

"Aku sudah katakan sayang, aku bertaruh di meja judi. Taruhanku selalu meleset sedikit. Aku semakin penasaran. Jadi aku terus bermain sampai pagi," jawab Ayah Daksa dengan nada sempoyongan khas orang mabuk.

"Alasan. Setiap pagi selalu saja begitu. Apa kamu tahu, sekarang kita tidak punya apa-apa lagi. Semua barang bahkan sertifikat rumah ini pun sudah kamu pertaruhkan dan kita sudah kehilangan semuanya. Tinggal menunggu waktu saja kapan pemilik bar itu akan mengusir kita dari rumah ini," ucap Ibu Lita serius.

Zahra terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Ibu Lita. Selama ini dia memang tahu jika sang ayah sangat suka berjudi dan mabuk-mabukkan. Dia bahkan juga tahu jika Ayah Daksa selalu kalah di setiap permainannya. Tapi sampai saat ini, gadis itu tidak tahu jika sang ayah sudah mempertaruhkan rumah ini beserta isinya dalam meja judi. Bahkan laki-laki paruh baya itu juga telah menghilangkannya.

"Apa? Apa maksud ibu?" tanya Zahra memotong. Dia sudah tidak sanggup lagi untuk terus tetap diam. Ibu Lita memandang Zahra dengan tatapan penuh kebencian.

"Iya. Itu lah yang sebenarnya terjadi. Apa kamu baru tahu? Hmm, tentu saja kamu baru tahu. Selama ini mana ada kamu peduli dengan kondisi keluarga ini?" ucap Ibu Lita.

"Bukan begitu Bu. Aku peduli dengan keluarga ini. Aku sayang dengan kalian berdua. Aku bahkan tidak menyangka jika kita sudah kehilangan rumah ini," jawab Zahra.

"Memang itulah yang terjadi. Semalam ayahmu sudah membawa sertifikat rumah ini untuk modalnya berjudi tanpa sepengetahuanku. Dan lihatlah sekarang? Dia sudah menghilangkan semuanya," kata Ibu Lita dengan angkuh.

"Ayah. Kenapa ayah melakukan semua ini?"

***

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Weka
serem juga yak
goodnovel comment avatar
Cindi82
kasian Zahra
goodnovel comment avatar
Its Me
Busett dah, ayah ga ada akhlak🫠
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status