Share

Bab 6. Terguncang

Kabar dari asisten pribadinya sangat mengejutkan hingga membuat Topan berada di dua sisi. Topan merasa senang dengan kabar itu, tetapi juga terkejut karena berita itu datang tepat di hari pernikahannya.

Sepanjang pesta berlangsung, Topan tidak bisa menaruh fokusnya seperti sedia kala. Pikiran Topan terpecah antara merahasiakan statusnya dan Laura dari Emma, bagaimana dan kapan mengunjungi Laura, bagaimana menghadapi mertua saat mereka tahu pernikahannya bersama Emma, dan pertanyaan apakah Laura sudah benar-benar bangun dari komanya atau belum.

Terlebih, kedatangan mertuanya yang tiba-tiba mengubah suasana menjadi semakin pelik. Pesta sederhana yang mewah pun tidak dia nikmati, sebab Topan dipaksa berpikir keras untuk membuat situasi baik-baik saja, termasuk perasaannya.

"Kedatangan mereka untuk memberitahu kabar tentang Nyonya Laura. Tuan Besar sudah mengurusnya, Pak. Saya tidak tahu apa yang beliau katakan pada mereka," ujar asisten ketika memberitahunya. "Tuan Besar juga meminta Bapak tetap di sini dan tidak bertemu mereka."

Setelah pesta selesai, Topan langsung berganti pakaian untuk pergi menjenguk istrinya. Di rumah sakit besar dan terkenal di Berlin, Topan terburu-buru masuk ke ruang rawat inap Laura.

Dia berdiri di ujung ranjang pasien dengan perasaan bergejolak, memandang Laura yang diam tertidur seperti biasanya.

Dada Topan terasa bergemuruh, karena perasaan yang bercampur aduk tidak bisa diungkapkan. Topan tidak tahu bagaimana untuk bersikap, karena gemuruh hatinya terasa meledak-ledak berlomba untuk keluar, hingga air matanya menetes karena haru yang bahagia

Tanpa disadari, Topan sudah mendekat ke sisi Laura–memandanginya dari ujung kepala sampai ujung kaki, mencari gerakan Laura untuk dilihat dengan mata kepalanya sendiri, lalu menunduk.

"Dua tahun kamu koma, sekarang kamu mulai bergerak. Bangun, Laura. Ini aku, Topan, suamimu," lirih Topan sambil membelai pipi Laura, lalu membelai kepala dan menciumnya.

Air mata Topan jatuh di pipi Laura ketika menciumnya. Senyum di bibir Topan yang bergetar tidak bisa menutupi kerinduannya pada Laura. Hari yang ditunggu dengan tidak sabar akhirnya datang. Laura bangun dari komanya.

"Laura, buka matamu, tunjukkan padaku kalau kamu sudah sadar. Gerakkan tanganmu, Laura."

Di ruangan itu, Topan seorang diri tanpa asisten pribadi dan pengawal. Dia bicara pada Laura seperti orang tidak waras, mengusap punggung tangan Laura, menciumnya dengan perasaan dalam.

"Ayo, buka matamu, Sayang."

"Pak, dokter ingin bicara dengan Bapak," kata Jeremy–asisten Topan tiba-tiba masuk dan bersuara pelan.

Topan menoleh padanya. "Katakan saya ingin bicara di sini saja."

"Dokter Baren sudah menunggu di luar, saya akan menyuruhnya masuk," ujar Jeremy lantas keluar.

Dokter Baren masuk dan bicara setelah pintu ditutup oleh pengawal.

"Kami terpaksa menghubungi mertua Anda, karena Anda tidak bisa dihubungi."

Topan memberi anggukan, tetapi kepalanya tidak dialihkan pada Dokter Baren.

"Kondisi Nyonya Laura menunjukkan kemajuan berarti meskipun kecil. Awalnya dia menunjukkan pergerakan yang signifikan dari jari tangannya, lalu pelan-pelan kembali seperti semula. Dan hasil pemeriksaan setelah dia sadar, Nyonya Laura mengalami lumpuh di kedua kaki dan tangan kiri secara permanen."

Keterangan Dokter Baren membuat napas Topan tercekat.

"Apa maksud Dokter?" tanya Topan bersuara parau, tertegun menatap dokter Baren dengan wajah pias.

Dokter Baren diam sebentar untuk bernapas. "Nyonya Laura tidak akan bisa bergerak leluasa seperti dulu, karena saraf otot kaki dan tangannya sudah tidak berfungsi. Saya dan tim sudah berusah—"

"TIDAK MUNGKIN! DOKTER PASTI BOHONG. TIDAK MUNGKIN ISTRI SAYA CACAT!"

Topan menarik kerah sneli Dokter Baren setelah memekik. Dokter itu terkejut hingga matanya mendelik dan wajahnya agak memucat melihat rona marah di muka Topan.

"Jangan bicara sembarangan, Dokter! Saya bisa membuat Anda menyesal," lanjut Topan mendesis dan menekan. "Rumah sakit ini punya alat yang canggih dan lengkap, kenapa istri saya tidak bisa disembuhkan?"

"Saraf ototnya sudah tidak berfungsi dan kami sudah mencoba dengan ragam metode, tapi saraf-saraf istri Anda tidak memberikan reaksi sama sekali." Dokter Baren menjawab dengan kaku, meski berusaha tenang.

"Itu tugas Anda sebagai dokter! Anda harus melakukan dan mencari penyembuhan untuk pasien." Topan semakin mengencangkan cengkeraman di sneli Dokter Baren.

"Maaf, Tuan Topan, saya sudah berusaha sebagai dokter. Ada hal-hal yang tidak bisa dipaksakan dan selalu ada faktor X yang mempengaruhi setiap peristiwa," jelas Dokter Baren menyentuh lengan Topan untuk melepaskannya. "Maaf … saya harap Anda bisa menerima kenyataan. Dia sekarang sedang tidur karena obat bius. Berikan dia semangat setelah bangun. Anda harus melakukan itu karena Anda suaminya."

Dokter Baren berhasil melepas tangan Topan lepas dari snelinya.

"Saya masih harus memeriksa pasien lain. Selamat malam, Tuan," kata Dokter Baren lagi, lalu keluar setelah Topan mengizinkan.

Perasaan Topan berkecamuk, ingin memukul dan berteriak. Perempuan yang dicintainya harus lumpuh seumur hidup setelah bangun dari koma.

Mata Topan yang basah dibiarkan jatuh airnya hingga lehernya menjadi basah. Tangannya membentuk kepalan hingga urat nadi tampak jelas di sepanjang lengan, jidad, dan leher.

Dia juga dibayang-bayangi oleh peristiwa hari itu. Hari kelam yang membuat istrinya luka parah dan tak bangun selama dua tahun.

Dalam hati Topan juga terselip rasa bersalah, karena mengkhianati Laura. Janji suci mereka di altar pernikahan untuk saling setia, ternoda karena kebutuhan seorang pewaris dari klannya sendiri.

"Maafkan aku, Laura. Aku mencintaimu," lirih Topan lantas keluar.

Lima orang penjaga ditugaskan untuk menjaga Laura di luar kamar VVIP. Melihat Topan keluar dengan wajah rumit, Jeremy mengikutinya tanpa bicara.

Dari sorot mata dan tegangan rahang muka Topan, Jeremy melihat masalah besar sedang terjadi. Cara Topan berjalan dan membuka pintu kamar pasien, menjelaskan semuanya.

"Bapak baik-baik saja?" Jeremy hati-hati bertanya ketika mereka di dalam lift.

Jeremy mencoba meminta Topan berbagi cerita, agar Topan tidak berbuat keliru yang membahayakan diri sendiri dan membuat masalah baru.

"EARRGHHH!"

BRUK

Jeremy terkesiap melihat Topan meninju besi dinding bagian kanan lift. Punggung Topan bergetar, tangannya masih menempel di dinding dengan kepala menunduk.

Namun, Jeremy tidak mendengar suara apa pun keluar dari seorang Topan.

"Apa ada masalah dengan Nyonya Laura, Pak?" Jeremy bertanya lagi dengan hati-hati.

Perjalanan mereka ke lantai bawah masih panjang. Lampu-lampu tombol angka terus berpindah dari angka ke angka. Lift khusus tamu VVIP itu kebetulan tidak ada orang lain kecuali mereka.

"Laura lumpuh. Dia akan cacat seumur hidup," aku Topan dengan suara tercekat, parau dan bergetar.

Jeremy tertegun entah untuk kejadian yang mana. Banyak peristiwa yang dialami bersama Topan, bahkan dua tahun lalu pertama kali Jeremy melihat Topan menangis dan bersikap seperti orang tak waras.

"Tidak mungkin, pasti ada pengobatan canggih yang bisa menyembuhkan Nyonya. Bapak bisa mencari dokter lain yang lebih hebat dari Dokter Baren."

Topan tidak mengacuhkan protes dan saran Jeremy. Kepalanya berkecamuk karena bertubi-tubi masalah di waktu yang sama.

Tangis Topan pecah sesegukan dan lirih. Dia menunduk menghadap dinding dan tangan yang ingin meninju serta menendang apa saja.

Perjalanan lift lanjut ke lantai dasar. Topan keluar dari lift menuju pintu keluar gedung rumah sakit dengan langkah tegas dan marah serta mata merah.

Mereka sudah di dalam mobil ketika permintaan Topan membungkam mulut Jeremy.

"Bawa saya ke bar!" kata Topan pada sopir.

"Apa Bapak akan membiarkan Nona Emma sendirian? Ini malam pernikahan Bapak." Jeremy mengingatkan dengan hati-hati, agar Topan tidak mengamuk karena menyinggung malam pengantinnya.

"Saya ingin tenang, Jeremy." Suara Topan terdengar ditekan dan geram.

Bantahan Topan membuat Jeremy mendengus jengkel, karena alasan Topan bukanlah bantahan yang tepat. Sebab, mencari ketenangan bukan berada di bar, tetapi di rumah bersama istri yang baru dinikahi.

"Maaf, Pak, jangan lupakan misi Bapak menikah hari ini."

Topan tidak terlihat terkejut pada peringatan Jeremy, seperti angin yang meniup wajahnya ketika energi itu berembus. Ketakutan justru menyerang Jeremy memikirkan Emma dan masalah berikutnya yang akan datang akibat ulah Topan.

Mobil melaju di jalanan sesuai perintah, berhenti di bar elite langganan Topan.

"Vodka!" ujar Topan setelah duduk di sofa.

Pelayan bar kembali ke meja bartender setelah menerima pesanan. Riuh suara musik disco dari lantai bawah sedikit terdengar karena alat kedap suara yang dipasang.

Pelacur-pelacur kelas atas duduk di sofa seberang. Seorang diantaranya datang mendekat sambil tersenyum.

"Apa kabar, Tuan Topan? Lama tidak bertemu," kata Nancy, perempuan berdarah Eropa timur yang unik. "Kata manager hampir enam bulan Anda tidak datang ke ini."

Dia langsung duduk di sebelah Topan. Tanpa sungkan bergelayut di dada Topan di depan Jeremy.

"Sepertinya Anda sedang banyak masalah. Apa Anda tidak mau menenangkan pikiran seperti biasanya dengan saya?" bisik Nancy menggoda. "Style baru yang belum dicoba."

"Tinggalkan saya, Nancy. Saya ingin sendiri," tolak Topan yang bersandar ke sofa.

"Minuman Anda, Tuan Topan," kata pelayan datang dan menaruh pesanan, lantas pergi tanpa tanpa tanggapan dari Topan seperti biasanya.

Tangan Jeremy segera menyuruh Nancy meninggalkan meja mereka. Namun, telunjuk Nancy malah bergerak di rahang Topan menyusuri jambang tipis yang belum lama tumbuh.

Pengunjung bar kelas VVIP beberapa di antaranya ditemani perempuan untuk kebutuhan seksual atau sekadar bisnis. Mereka duduk di seberang Topan yang menyendiri.

Lampu bar lumayan terang, wangi khas ruangan dan aroma minuman, serta lalu lalang pelayan, mendorong Nancy terus berusaha merangsang Topan.

Karena tidak ada penolakan berarti dari Topan, tangan Nancy semakin liar menjelajah tubuh Topan.

Jari lentik Nancy mengelus dan meremas kelamin Topan di dalam celana panjang yang dipakai. Resletingnya terbuka lebar dengan cara halus.

YULIAKAYA

Halo, pembaca Topan dan Emma, salam kenal. Saya penulis baru di Goodnovel. Cerita ini boleh ditambah ke library dan komen yang membangun. Saya akan sangat semangat mendapat dorongan dari pembaca Topan dan Emma di cerita ini. Boleh bantu saya untuk sub dan share cerita ini ke medsos teman-teman untuk dibaca juga oleh yang lain. Terima kasih banyak. Semoga kebaikan teman-teman dibalas Tuhan secepatnya.

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status