Beranda / Horor / JERITAN HATI SANG KUNTILANAK / 15. Darah Biru Sang Pangeran

Share

15. Darah Biru Sang Pangeran

last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-03 12:59:08

"Kau seperti melihat hantu saja, Nak? Ha-ha-ha"

Itu ibunya Bang Arya. Bikin kaget saja. Tadi bener, lho. Hampir saja aku mengira dia itu setan. Melihat rambutnya yang tagurajai mirip Kuntilanak tua yang sudah bosan mengganggu manusia.

"Duh, Emak bikin saya sport jantung saja. Untung saya tidak mati berdiri." Kuelus-elus dadaku, berusaha menenangkan detak jantung yang seperti dipukul ribuan kayu.

Sementara ibu tua tersebut tertawa terkikik-kikik memperlihatkan giginya yang sudah ompong. Cantik sekali.

"Oalah, Bujang. Begitu saja kamu sudah terkentut-kentut." Dia mengambil lampu yang parkir mesra di dinding rumah.

"Siapa yang terkentut, Mak? Aku, tuh, terkejut. T E R K E J U T."

Ibunya Bang Arya kian terkekeh-kekeh sambil melambaikan tangan. "Jangan terlalu serius kamu, Bujang. Cepat tua kamu nanti. Kuylah, ikut Emak. Perutmu udah keroncongan kayaknya."

"Kenapa Emak memanggilku Bujang?" Penasaran, dong, ya, kenapa si Ema
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • JERITAN HATI SANG KUNTILANAK   16. Sejarah Kampung Talu-talu

    Udara malam ini terasa semakin menusuk tulang. Apa yang disampaikan Nyai Jelita-ibunya Bang Arya-membuatku bingung. Segera kudekatkan telapak tangan ke dahi ibu tua tersebut."Emak sehat 'kan? Enggak lagi demam atau sebangsa dan setanah air?" Aku tertawa terbahak-bahak."Kamu tidak percaya dengan apa yang emak sampaikan?" Wajahnya mengelam bagai malam tanpa bintang. Aku pun jadi canggung seketika."Ya, bagaimana saya bisa percaya, sih, Mak? Serasa khayalan dan fantasi saja. Lagian, sekarang zaman sudah maju, Mak. Mana pula ada kerajaan-kerajaan. Apalagi ini di Indonesia. Haram hukumnya mendirikan kerajaan. Bisa-bisa dibom sama pemerintah itu kerajaan." Aku kembali terkekeh-kekeh. Tiba-tiba saja kurasakan muncungku diremas oleh tangan yang tidak kasat mata. Kutatap Nyai Jelita yang sekarang memandangku tajam. Dia sepertinya marah. Apakah aku sudah terlalu lancang? Dasar mulut kurang ajar."Sekarang kamu boleh tidak percaya. Baga

  • JERITAN HATI SANG KUNTILANAK   15. Darah Biru Sang Pangeran

    "Kau seperti melihat hantu saja, Nak? Ha-ha-ha"Itu ibunya Bang Arya. Bikin kaget saja. Tadi bener, lho. Hampir saja aku mengira dia itu setan. Melihat rambutnya yang tagurajai mirip Kuntilanak tua yang sudah bosan mengganggu manusia."Duh, Emak bikin saya sport jantung saja. Untung saya tidak mati berdiri." Kuelus-elus dadaku, berusaha menenangkan detak jantung yang seperti dipukul ribuan kayu.  Sementara ibu tua tersebut tertawa terkikik-kikik memperlihatkan giginya yang sudah ompong. Cantik sekali."Oalah, Bujang. Begitu saja kamu sudah terkentut-kentut." Dia mengambil lampu yang parkir mesra di dinding rumah."Siapa yang terkentut, Mak? Aku, tuh, terkejut. T E R K E J U T."Ibunya Bang Arya kian terkekeh-kekeh sambil melambaikan tangan. "Jangan terlalu serius kamu, Bujang. Cepat tua kamu nanti. Kuylah, ikut Emak. Perutmu udah keroncongan kayaknya.""Kenapa Emak memanggilku Bujang?" Penasaran, dong, ya, kenapa si Ema

  • JERITAN HATI SANG KUNTILANAK   14. Tudung Saji Pacar Sang Kuntilanak

    Aku tidak bisa tidur. Bang Arya di sampingku sudah seperti kerbau ngorok. Rasanya lucu sekali, tidur di sisi orang yang baru kau kenal dalam hitungan jam. Kupandangi wajahnya yang sedang mangap. Perfect!Bahkan tahi lalat kecil di bawah dagunya pun sama dengan yang kupunya. Mungkinkah dia ini moyangku? Atau mungkin dia yang dulu, lalu aku adalah reinkarnasinya. Mungkinkah? "Kenapa kau melotot menatapku seperti itu? Kau mau cipok aku, ya?"Astaga! Aku kaget, sumpah! Tiba-tiba saja Bang Arya sudah memegang kepalaku. Wajah kami begitu dekat, bisa kurasakan bau nafasnya yang mengeluarkan aroma cengkeh.Kenapa aroma cengkeh? Ternyata di zaman ini, setiap mereka yang selesai makan kenyang, supaya napas tidak busuk, dikunyahlah sebutir dua butir cengkeh."Lepaskan, Bang! Bikin kaget saja." Aku berusaha melepaskan pegangan tangannya di rambutku."Jawab dulu! Kau mau melecehkanku, ya? Kau homo, ya?"Ya ampun, dia benar

  • JERITAN HATI SANG KUNTILANAK   13. Curhatan Pacar Sang Kuntilanak

    Aku seperti korban perkosaan yang menyendiri di sudut kamar. Badanku serasa remuk-redam setelah dihajar habis-habisan oleh Bang Arya. Entah setan apa yang merasuki tubuhnya sehingga tega menurunkan tangan jahat kepadaku yang ganteng bak dewa Yunani ini. Uhuy!"Jahat kau, Bang. Tega sekali menjatuhkan tangan besi kepadaku. Kalau ditilik dari kacamata hukum, kau telah melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga. Bisa dilaporkan ke Komnasham dan dihukum seberat-beratnya." Aku merepet kayak emak-emak habis kecurian dompet.Bang Arya masih menatapku marah. "Makanya, mikir pakai otak kalau bicara. Seenaknya saja menuduh Rara-ku perempuan murahan." Dia kembali berdiri dan melangkah ke arahku."Siapa yang bilang begitu, Bang? Aku hanya mengatakan Rarashati yang membawaku ke sini. Ke alam ini! Abang paham tidak? Aku ini bukan penduduk negeri ini! Aku tersesat, aku ditinggal sendiri di sini, dan aku tidak tahu jalan pulang! Tolonglah, Bang! Percayalah de

  • JERITAN HATI SANG KUNTILANAK   12. Goreng Pisang Sang Kuntilanak

    "Assalamualaikum, Mak?" Bang Arya menggedor pintu seperti orang terdesak boker."Woles, Bang. Bisa saja emaknya Abang lagi di dapur" Aku berdiri di belakangnya dengan sedikit kesal."Duh, emakku itu memang sedikit bermasalah dengan telinganya, Bulan. Duh, nama kau tak enak sekali di lidahku. Kau jantan, tapi nama melambai. Salah makan obat bapak kau pas ngasih nama kurasa."Aku memencongkan bibir. Pret dah. Bawa-bawa bokap lagi. "Lambemu, Bang, belum pernah ditepok sandal kayaknya. Abang doang yang manggil aku Bulan. Kalau teman-temanku memanggilku Aster.""Aster?" Dia menoleh, meremehkan. Bibirnya mengambang gitu. Huh!"Iya!" Aku melipat tangan, kepala mendongak, "keren 'kan?""Keren? Cuih! Yang aku tahu itu Astor. Baru enak dikunyah. Kalau engkau? Menatap wajah kau saja membuatku ejakulasi dini." Dia kembali menggedor pintu."Woy! Santai, dong, moncongmu, Bang! Coba Abang bercermin. Wajah kita itu 12 : 12. Heran aku, t

  • JERITAN HATI SANG KUNTILANAK   11. Lucunya Pacar Sang Kuntilanak

    "Ra?""Ya?""Ada Arya di luar.""Apaaa?"Rara kembali menghilang begitu aku menyebut nama Arya. Padahal masih ada beberapa suap lagi di atas piringnya. Kasihan. Pantas saja orang tua dulu selalu bilang jangan bicara ketika sedang makan. Ini contohnya, Rara jadi tidak menghabiskan makanannya.Tadi boker, sekarang lenyap entah ke mana. Memang setan ajaib si Rara, mah. Aku segera menuntaskan makanku setelah kudengar ada tawa di luar kamar. Sepertinya Rarashati remaja dengan Arya sedang terlibat obrolan seru. Walau suaranya tidak terlalu jelas, tapi terasa sekali kalau mereka sangat bahagia.Tidak berapa lama kudengar bunyi langkah kaki dan salam perpisahan. Sepertinya Arya sudah pulang. Aku segera berdiri dan ajaibnya semua masakan tadi lenyap entah ke mana. Yang jelas, aku terasa sangat kenyang.Benar-benar enak masakan Chef Renata.Ketika pintu kamar berderit, aku melompat keluar mel

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status