Share

16. Sejarah Kampung Talu-talu

Udara malam ini terasa semakin menusuk tulang. Apa yang disampaikan Nyai Jelita-ibunya Bang Arya-membuatku bingung. Segera kudekatkan telapak tangan ke dahi ibu tua tersebut.

"Emak sehat 'kan? Enggak lagi demam atau sebangsa dan setanah air?" Aku tertawa terbahak-bahak.

"Kamu tidak percaya dengan apa yang emak sampaikan?" Wajahnya mengelam bagai malam tanpa bintang. Aku pun jadi canggung seketika.

"Ya, bagaimana saya bisa percaya, sih, Mak? Serasa khayalan dan fantasi saja. Lagian, sekarang zaman sudah maju, Mak. Mana pula ada kerajaan-kerajaan. Apalagi ini di Indonesia. Haram hukumnya mendirikan kerajaan. Bisa-bisa dibom sama pemerintah itu kerajaan."

Aku kembali terkekeh-kekeh. Tiba-tiba saja kurasakan muncungku diremas oleh tangan yang tidak kasat mata.

Kutatap Nyai Jelita yang sekarang memandangku tajam. Dia sepertinya marah. Apakah aku sudah terlalu lancang? Dasar mulut kurang ajar.

"Sekarang kamu boleh tidak percaya. Baga
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status