Home / Romansa / JIKA CINTA INI SALAH / Bab 2. Kepulangan Galuh.

Share

Bab 2. Kepulangan Galuh.

Author: HaniHadi_LTF
last update Last Updated: 2024-05-25 20:07:25

“Apa?” Prayogi tak percaya dengan permintaan Gayatri.

 "Aku mencintaimu, aku takkan bisa hidup tanpa kamu,"  kata Prayogi menggenggam tangan Gayatri erat “Beri aku kesempatan, Tri. Maafkan aku!”

“Kamu sudah menghianati kepercayaannku, Yah. Bagaimana aku bisa menerimamu kembali?” kata Gayatri sambil melangkah ke dapur, hendak memasak. Matanya sudah dipenuhi genangan air yang terus mengalir di kedua pipi beninganya. Seandainya saja dia tidak mengingat kedua buah hatinya yang akan pulang dan mencari makanan, dia akan mengurung dirinya di kamar dan menangis sejadi-jadinya. Hatinya teramat sakit dan terluka. Orang yang selama ini dia abdikan hidupnya dengan meninggalkan segalanya kini telah menghianatinya.

Prayogi masih mengekornya. Memeluknya dari belakang. “Bund, maafkan aku! Ini uangmu selama aku tidak pulang,” katanya kembali sambil memberikan uang untuk digenggam Gayatri.

Gayatri mengibaskan tangan suaminya. Uang yang dinantinya selama empat minggu berhamburan memenuhi ruangan dapur sempitnya. Mulutnya tertutup rapat dengan menggigit bibirnya untuk menahan tangis yang tak bisa dibendungnya lagi.

Setelah dia menyalakan magic com untuk ditekan tombol memasak, Gayatri luntruh. Terduduk lemas dengan tangan memegang kedua lututnya.

 Prayogi yang telah mengumpulkan uangnya yang tercecer, merangkul tubuh Gayatri yang terguncang oleh tangis dan memeluknya erat. Airmatanya pun ikut luruh bersama pecahnya tangisan Gayatri. Berkali kali dia mengucap maaf. Hal seperti inilah yang membuatnya tak berani pulang selama tiga minggu. Dia takut menghadapi Gayatri yang pasti akan tersakiti.

Gayatri bangkit dengan mengibaskan pelukan Prayogi. Dia melanjutkan memasaknya, tahu telor yang dibelinya dari warung tadi.

“Jangan hukum aku seperti ini, Tri, maafkan aku.” Lagi-lagi Prayogi berusaha meminta maaf dengan memeluk Gayatri dan mengarahkan bibirnya di leher jenjang Gayatri, sama seperti yang selalu dia lakukan tiap dia pulang. Jika selama ini Gayatri menikmati kecupan di lehernya dengan berbalik mencium suaminya itu, lalu mengajaknya pergi ke kamar sebelum anak-anaknya pulang, untuk menuntaskan kerinduan mereka yang hampir seminggu tak bertemu, kali ini dia teramat marah. Sekali lagi di kibaskannya tangan Prayogi lalu menghadapnya dan mendorong tubuh kekar itu kuat-kuat.

“Apa kamu tidak kangen aku, Tri?”

“Lucu sekali kamu menyatakan itu setelah apa yang kamu lakukan terhadapku?”

Prayogi menunduk, namun hasrat untuk Gayatri yang selama berminggu minggu lamanya dia pendam membuatnya tak menyerah dengan terus mendekati Gayatri.

“Apa istri mudamu itu masih kurang memberikan servis untukmu?”

“Aku kangen kamu, Tri,” ucap Prayogi memelas dengan masih berusaha merengkuh tubuh mungil Gayatri yang makin membuatnya gila dengan mencium harum tubuhnya.

“Assalamualaikum, Bund.”

Gayatri melepaskan diri dari suaminya dan tersenyum melihat putranya datang. Dia berusaha setenang mungkin untuk tak menampakkan kesedihannya.

“Alhamdulillah, Ayah pulang,” kata Galing senang, lalu mencium punggung tangan ayahnya sebagaimana biasanya.

“Bagaimana sekolahmu Ling?”

“Baik, Yah,” kata Galing lalu mengambil air minum dari kulkas. Keningnya mengucurkan keringat.

“Lalu di mana kakakmu, Ling?” tanya Gayatri.

“Seluruh teman akrabnya yang saya datangi tak mengatahuinya, Bund.”

“Memang Galuh belum pulang, Bund?” tanya Prayogi. Dia baru teringat soal anak gadisnya itu. Dia pikir dia pulang seperti biasanya yang masih siang sehinggah belum menemukan anak gadisnya yang masih sekolah. Dia memang  tadi telat pulang karena ketakutannya kepada hati Gayatri.

Gayatri hanya melengos. 

Azhan maghrib berbunyi. Gayatri selalu was was tiap Galuh belum pulang juga, walau sekarang dia sering melakukan itu. Bagaimanapun dia adalah anak gadis, yang selalu menjadi kekhawatiran dirinya. 

“Galing ke masjid duluh, Yah,” kata Galing pamit pada ayahnya.

Gayatri membuka puasanya dengan seteguk air hangat, lalu mengambil sedikit nasi untuk mengganjal perutnya yang lapar.

Prayogi memperhatikan semua yang dikerjakan istrinya dengan terheran.

“Kamu puasa hari jum'at?” Prayogi berusaha menebaknya, dia paham betul dengan kelakuan istrinya tiap menjalankan puasa. Hanya saja biasanya dia menyediakan buah pisang atau camilan ringan untuk pembukaannya, tapi kali ini dia mengambil nasi.

“Iya, biar mengurangi jatah maka,”  ucap Gayatri sengol.

“Aku tadi bawa roti kesukaanmu.”

“Aku tidak memerlukan rotimu untuk membuka puasak,” kata Gayatri lalu beranjak meninggalkan Prayogi yang terbengong. Sebegitu tak sudikah Gayatri dengannya sampai memakan rotinya saat lapar dia tak mau? 

Gayatri ke belakang, mengambil air wudhu di pancuran. Airmatanya mengalir kembali dengan berbaur dengan air wudhu. Prayogi yang mengekornya dari belakang, menatap Gayatri dengan putus asa. Prayogi kemudian mengambil air wudhu setelah Gayatri pergi. Lalu dia melangkah ke ruang keluarga yang biasa mereka pakai jamaah maghrib dengan Gayatri dan Galuh jika dia pulang. Namun dia tak menemukan Gayatri di sana. Sajadah yang biasanya Gayatri simpan, di dekat rak sana juga telah diambil satu, itu tandanya Gayatri pergi sholat ke tempat lain.

Setelah menyelesaikan salam, Prayogi mencari Gayatri  di kamar. Gayatri yang tergugu dengan meringkuk di kamar masih mengenakan mukenanya diraihnya dan dipeluknya erat. Kata maaf kembali terlontar di bibir Prayogi.

“Kamu tega sekali, Yah,” ucap Gayatri masih dengan menangis, yang ditanggapi Prayogi dengan turut meneteskan airmata penyesalan. 

“Ayo makan, kamu pasti lapar setelah puas,"  kata Prayogi sambil mencium kening istrinya. “Aku juga membeliikan bebek kesukaanmu.” Prayogi membuka mukena Gayatri yang masih terdiam. Rambut panjang Gayatri yang ditali menampakkan lehernya yang putih. Berkali Prayogi menelan salivanya dengan kerinduan yang teramat sangat akan kehangatan Gayatri yang seharusnya sudah siang tadi dia dapatkan. Dia lalu mengangkat pundak Gayatri dan menggandengnya keluar. Didudukkannya Gayatri yang hanya terdiam di ruang keluarga. Lalu Prayogi mengambil nasi dan bebek goreng yang dia bawa dari Surabaya tadi untuk dia suapkan ke Gayatri.

Gayatri membuka mulutnya setelah tangan Prayogi mendekat. Matanya yang berkaca menatap lekad Prayogi. Rasa tak percaya jika orang di depannya yang dengan lembut menyuapi dia itu  kini menghianatinya. Sesak teramat terasa di dadanya.

“Carilah Galuh, biar aku makan sendiri,” kata Gayatri mengambil piring yang dibawa suaminya.

“Aku harus mencari di mana?” tanya Prayogi lemah. “Aku bahkan tak mengenal temannya sama sekali.”

“Masih ada satu teman Kakak yang belum aku datangi, Bund.” Tiba-tiba saja Galing datang dengan mengatakan satu nama. “Sita. Cuma rumahnya agak jauh dari sini, makanya Galing ghak kuat bersepeda ke sana.”

“Antar Ayah ke sana, Ling,” kata Prayogi sambil berdiri.

“Tadi pergi sama Raksa, Om,” kata Sita setelah mereka sampai di rumah teman karibnya Galuh.

Prayogi meminta alamat anak yang dimaksud sambil menanyakan siapa Raksa ke Galing. Mereka memang satu sekolah, Galing masih kelas VII sedangkan Raksa sama dengan Galuh, kelas IX. 

“Dia ketua band sekolah, Yah,” kata Galing. “Setahu Galing, kakak menaruh hati padanya.” Kata-kata terakhir Galing membuat Prayogi menghawatirkan anak gadisnya.

Segera dia menamcap gas, melajukan motornya ke perumahan yang agak jauh dari tinggalnya. Namun penjelasan orangtua Raksa tentang Raksa yang juga pergi sejak dari sekolah, membuatnya tak tenang. Ke mana lagi harus mencari? Sepertinya jalan sudah buntu, Prayogi mengajak putranya pulang.

“Tidak ada yang tau ke mana Galuh pergi,” kata Prayogi lemas dengan mengatakan itu pada Gayatri.

Waktu berjalan menuju malam, hinggah jam 9 malam, Galuh baru pulang, dengan sepeda mininya.

Wajah yang biasanya polos itu kini terlihat habis disapu make up. Gayatri menatapnya penuh selidik.

“Dari mana kamu, Galuh? Kenapa wajahmu habis di make up?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Alwan Amir
sangat menginspirasi. hebat is ok
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • JIKA CINTA INI SALAH   Bab. 166. Merias mantan suami.

    "Melamar siapa?" Galing yang masih mengucek matanya bertanya.Prayogi dan Galuh tertawa."Sana, cuci muka sana duluh, biar sadar. Ini sudah Subuh, kita sholat bareng," ucap Galuh dengan melihat adiknya yang masih mengantuk."Nanti sore Ayah jemput kalian. Kita melamar Tante Neysa.""Alhamdulillah!" ucap Galing dengan penuh gembira.Kegembiraan itu pun terpancar di wajah mereka saat mereka menyampaikan hal itu ke Gayatri dan Rendra."Alhamdulillah!" ucap Rendra dan Gayatri juga bersamaan.Setelah melihat handphone-nya yang dipegang Galing sesuai dengan serlok yang yang dikirim Neysa. Prayogi dan anaknya pun sampai di rumah gedung itu."Anak kami hanya tiga. dan Neysa adalah yang pertama. Bagaimana kami tak mengadakan pesta mewah di gedung jika ini adalah pernikahan yang pertama di keluarga kami?" ucap Nindi, ibunya Neysa."Tapi lihatlah saya, Bu. Saya sudah berusia 37 tahun dan beranak dua yang sudah remaja begini. Apa pantas saya duduk di pelamianan megah?""Sekarang ghak zaman orang

  • JIKA CINTA INI SALAH   Bab 165. Jadi ghak ya?

    Dengan tatap mata yang menyelidik kemudian Galuh melihat ke arah kancing baju yang dikancing secara tidak benar itu. Mungkin karena tergesa hinggah yang seharusnya di atas malah di bawanya., Galuh kemudian berpindah menatap ayahnya yang kini tengah di sampingnya."Ayah, jelaskan apa yang telah Ayah lakukan dengan wanita yang nyata-nyata bukan istri Ayah?" tanya Galuh dengan mata bulat menahan marah. Di bibir ayahnya masih terlihat ada lipstik yang menempel."Maksud kamu apa, Luh?" tanya Prayogi bingung Dia memang tidak menyadari dengan pertanyaan Galuh. Hanya Neysa yang kemudian melihat apa yang dilihat di bibir Prayogi. Dia sebentar memejamkan matanya merasa dihakimi oleh Galuh, demikian juga dengan Galing yang juga menatapnya dengan tatap penuh selidik. Ternyata punya anak tiri besar, bikin bingung juga, ya, bathin Neysa dengan gelisah melihat dirinya yang begitu disegani di perusahaanya, kini dihakimi oleh dua orang bocah."Apa Ayah melakukan hal yang sama seperti yang pernah Ayah

  • JIKA CINTA INI SALAH   Bab 163. Ada apakah dengan ayahku?

    "Kok sepi ya, Ling? Mana Ayah? Lalu itu mobil siapa?" ucap Galuh begitu melihat rumah ayahnya yang terlibat lenggang. Dia yang datang dengan dibonceng Galing segera turun menapaki pelataran rumah ayahnya yang nampak asri dengan terdengar kicau burung. Prayogi dari duluh memang menyukai burung. Hinggah kini burung peliharaannya tak sekedar di halaman belakang rumahnya seperti duluh, tapi juga di depan rumahnya sudah ada burung yang berkicau, menyambut tamu dengan mengucap, 'Assalamualaikum!"Galing terkekeh " Tuh, Kakak sudah disapa sama saudara Kakak.""Ih, dasar burung kurang ajar, kita aja belum mengucap salam kamu duluan yang mengucap salam. Nyindir ya?" sungutnya."Ih, Kakak, malah bertengkar sama burung. Sudah bagus dia mengucap salam, ghak kasih tai ke muka Kakak.""Kamu juga," dengan sewot Galuh masih menelisik dengan hati-hati. Jangan-jangan ada seorang wanita berada di dalam bersama ayahnya. Sebagai gadis yang sudah dewasa, dia juga mengerti dan takut ada apa-apa ayahnya de

  • JIKA CINTA INI SALAH   Bab 163. Aku pastikan kamu puas terhadapku.

    Kekhawatiran Rendra terbukti. Anaknya itu tidak mau lepas dari Nara. Demikian juga dengan Nara. Hinggah Rendra dan Gayatri harus membohongi mereka."Kapan-kapan kita balik ke sini, Radit. Radit kan tau, Yangkung lagi sakit. Papa harus segera ke sana untuk mengelola perusahaan Yangkung," bujuk Gayatri. "Tapi bener-bener jani lho, BUnd," ucapnya dengan masih terisak."PYa, Bunda janji bakal suruh papamu aak kamu kalau lagi ke sini." Hinggah akhirnya anaknya itu dengan masih menangis mau juga pergi.Kepulangan Gayatri dan Rendra yang taramat ditunggu oleh Hadiwijaya, akhirnya terjadi juga.Syukurlah kamu sudah bisa ke sini, Rend," ucap Hadiwijaya begitu malam-malam mereka datang ke rumahnya."Bagaimana keadaan Papa?" tanya Rendra kemudian. "Berkat kamu nginepi di sini beberapa hari, Papa langsung sembuh. Lihatlah, papa sudah bisa bicara normal. Jalan pun bisa dengan tongkat. Kapan hari malah ghak angung-bangun." ucap Hadiwijaya gembira. Termasuk orang yang kini tengah berdiri di dala

  • JIKA CINTA INI SALAH   Bab 162. Kedekatan Raditya.

    "Ada apa, Yah? Bukannya tadi kita sudah ngobrol di telpon? Dibilangi Galuh baik-baik saja dan menikmati libuaran di sini, kok," ucap Galuh setelah mendengar suara ayahnya mengucap salam dan dia menjawabnya."Iya, ini sebetulnya aku ada perlu sama Bunda. Kapan Bunda mau balik ke Gresik? Ada orang yang mau memakai jasa EO kalian," ucap Prayogi dengan ragu-ragu."Kenapa kok ghak telpon Bunda sendiri, Yah? Biasanya kan Ayah suka ngobrol sama Bunda?""Ghak apa-apa sih. Memangnya kapan kalian pulang?""Lusa kayaknya, Yah.""Baiklah. Nanti kalau kalian sudah tiba di rumah saja, Ayah akan pastikan kapan bisa ketemu dengan teman Ayah.""Baiklah, Yah. Sayang Ayah selalu.""Sayang Kakak juga."Galuh kemudian kembali meneruskan tujuannya, ke Naya."Assalamualaikum, Tante!" Galuh mengetuk pintu. Agak lama, baru pintu dibuka."Mbak Galuh. Ada apa kok malam-malam ke sini? itu adik sudah tidur. Tadi sudah dibujuk sama Mas rendra juga Mbak Gayatri untuk ke rumah saja, tapi masih tidak mau.""Ghak a

  • JIKA CINTA INI SALAH   Bab 161. Tak mau pisah.

    "Bagaimana ini, Mas, anak-anak kita kok ghak mau pisah?" tanya Gayatri bingung dengan keakraban Raditya dan Nara.Gayatri yang mengajak Raditya untuk tidur bersama mereka,masih tidak diperdulikan Raditya. Anak itu masih kerasan di kamar berukuran 5x5m yang merupakan mess pegawai yang tidak pulang."Radit, besok lusa kita sudah harus pulang, Nak," ujar Gayatri memberi pengertian. "sekarang kamu harus terbiasa tidur dengan Bunda dan Papa kembali."" Aku ghak ingin pisah sama, Nala, Bund," kata Raditya sudah berurai air mata." Di sini rumah Nara, Dit. Sedangkan rumah kita di sana. Terlebih sebentar lagi Raditya harus sudah masuk sekolah," bujuk Rendra."Iya, Nara juga sekolah, Radit. Kalian akan bertemu lagi saat liburan tiba," ucap Naya juga.Kedua anak itu masih sesenggukan menangis."Habis ini Papa kan sering bolak balik sini, jadi Papa pasti ajak Raditya juga."" Mas yakin sudah bisa meninggalkan tempat ini?" tanya Gayatri kemudian."Beberapa hari ini sudah aku siapkan semuanya, Say

  • JIKA CINTA INI SALAH   Bab 160. Melupakannya?

    "Lupakan aku, Gi," selintas Prayogi teringat kata-kata yang baru saja dia dengar pagi tadi dari pembicaraan telponnya dengan Gayatri. Apa benar aku harus melupakannya dan mengosongkan ruang hatiku untuk orang lain? guman Prayogi. Bagaimanapun aku lelaki normal, benar Neysa. Aku merasa kesepian dan membutuhkan kehangatan seorang wanita. Selama ini aku hanya melampiaskan dengan menghayalkan bisa bersama dengan Gayatri. Dan itu tidaklah nyata, bahkan menyakitkan. Aku hanya bisa sendiri. Dan tetap kedinginan jika malam mencekam."Kita bisa mulai dengan salin mengenal. Aku jamin, kamu tidak akan pernah merasa kecewa jika denganku." Kembali Neysa mengungkapkan isi hatinya."Kamu baru kali ini mengenalku, bagaimana kamu begitu yakin mengatakan ini?""Aku sudah begitu banyak mengenalmu. Aku mengikutimu di setiap sosmedmu. Terlebih aku sudah tertarik sejak kamu bersama Samita.""Apa?" ucap Prayogi spontan. Prayogi lalu menatap wanita cantik dan menarik di sampingnya. Semuanya sempurna untuk se

  • JIKA CINTA INI SALAH   Bab 159. Tak Sekedar Teman.

    "Lho, kenapa balik lagi, Mas?" tanya Gayatri kaget begitu mendapati Rendra sudah di belakangnya."Laptopku ketinggalan. E, bisa-biasnya!" guman Rendra. "aku sampai tidak melihatnya sama sekali sejak kamu ada di sini.""Nyalahkan aku di sini? Apa aku balik saja ke Jawa?""Sayang!" Rendra sudah mendekat dengan mendaratkan ciumannya di leher Gayatri.Gayatri tergeliak dengan menperdengarkan suara lenguhan manakala lehernya diexpos oleh Rendra. "Pergi sana, udah mau kerja, ada aja yang kamu lakuin. Geli tau!"Rendra malah memeluknya dan mendaratkan ciuman terakhirnya di bibir Gayatri, "Tunggu nanti lagi ya, kalau aku pulang.""Ogah. Kamu sih, sukanya."Kembali tanpa sadar Gayatri belum mematikan telponnya. Prayogi yang di sebrang sana, memejamkan matanya dengan mata yang mengaca."Semua ini adalah hukuman bagiku. Bahkan sekarang pun, aku malah ihlas dijadikan yang kedua olehnya," rutuk Prayogi pada dirinya. Tidak kurang dar rekan bisnisnya yang menyodorkan gadis padanya. Wanita karier yan

  • JIKA CINTA INI SALAH   Bab 157. Jadikan yang ke dua

    Gayatri lalu menutupnya setelah mengirim WA. Kemudian dengan segera menghabus WA itu setelah tanda biru yang artinya sudah dibaca. Dengan langkah cepat dia kemudian ke kamar mandi dan mandi bersama Rendra seperti ajakan suaminya itu, dan seperti kebiasaan mereka sebelum terjadi pertengkaran."Siapa yang telpon, Say?" "Hanya salah orang kali, Mas. ngomong ghak jelas," ucap Gayatri dengan tak enak hati membohongi Rendra. Namun dia merasa tak ada pilihan. Bagaimana jadinya jika Rendra justru mengetahui kalau yang terlpon adalah Prayogi, akan jadi buntut panjang dan mungkin juga pertengkaran yang akan merusak suasana mereka. Bagaimanapun sikap Rendra telah berubah kapan hari saat bertemu dengan Prayogi, dia tak ingin menimbulkan masalah baru. Dia juga sudah berusaha melupakan rasa yang kapan hari timbul kembali saat bersama Prayogi. Rasa itu harus pergi. Tak Layak bagi Rendra mendapatkan hatinya yang terbelah. Diam -diam Gayatri menyesali perasaanya yang sempat terbagi itu terlebih de

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status