Share

2. DIMULAINYA KEHIDUPAN BARU

Masa sebelum Prolog...

"Halo, Mas? Aku sudah di terminal sekarang," beritahu seorang wanita dengan pakaiannya yang mengundang perhatian khalayak umum.

Normalnya manusia, jika berada di terminal pasti memakai pakaian biasa, berbeda halnya dengan wanita bernama Rindu itu.

Seorang wanita dengan parasnya yang manis dan rambut ikal panjangnya yang kini berkonde.

Kebaya putih yang dia kenakan menjuntai panjang dan sudah setengah kotor karena terseret-seret bahkan ujung-ujungnya sudah hampir robek.

Rindu sadar dirinya tengah menjadi pusat perhatian dengan penampilannya yang nyentrik di tengah-tengah kawasan terminal akibat pakaian yang dia kenakan saat ini adalah sebuah gaun pengantin design salah satu perancang busana kondang tanah air. Sebuah gaun pengantin yang harusnya Rindu kenakan di acara pernikahannya dengan seorang lelaki yang tidak dia kenal atas dasar perjodohan.

Bagaimana mungkin Rindu menghabiskan sisa umurnya bersama lelaki yang tidak dia kenal sementara dirinya telah memiliki kekasih.

Muhammad Albani, seorang lelaki yang berasal dari keluarga sederhana yang telah menjalin hubungan percintaan dengan Rindu sejak mereka SMA.

Rindu dan Albani, saling mencintai meski cinta mereka terhalang oleh restu orang tua.

Latar belakang keluarga Rindu yang berasal dari kalangan atas jelas menolak dengan tegas ketika Rindu menyampaikan keinginannya untuk menikah dengan Albani.

Niat baik Albani yang datang bersama ke dua orang tuanya untuk melamar Rindu berbuah pahit.

Lamaran itu ditolak mentah-mentah oleh keluarga besar Rindu. Tak hanya caci maki, namun sumpah serapah justru menyambut kedatangan mereka, bahkan seluruh barang bawaan mereka dilempar ke jalanan setelah orang tua Rindu memerintahkan para security untuk mengusir mereka.

Sejak hari itu, hubungan Rindu dengan Albani kian rumit.

Bahkan jika ingin bertemu mereka harus kucing-kucingan terlebih dahulu.

Dan kini, setelah hampir satu tahun menjalin hubungan bakstreet, Rindu dan Albani pun memutuskan untuk kabur dari kampung halaman mereka dan merantau ke Ibukota, namun sebelum itu, Albani sudah menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan mereka meresmikan hubungan, yakni menikah.

Di saksikan oleh para sahabat dekat Albani, pernikahan dadakan itu berlangsung lancar di kantor KUA Surabaya, bahkan dengan pakaian ala kadarnya, hingga setelahnya Albani langsung memboyong Rindu ke Jakarta.

Ini hari ke dua setelah Rindu berhasil melarikan diri dari kediamannya untuk menghindari rencana pernikahannya dengan lelaki yang bahkan tak dia ketahui wajahnya.

Ke dua orang tua Rindu bilang, calon suaminya itu adalah seorang lelaki yang sangat tampan, pintar, mapan dan berperangai baik, bahkan dia kini telah menyandang gelar master di USA.

Sayangnya, apapun yang dikatakan oleh ke dua orang tua Rindu tentang sosok lelaki itu, Rindu tak pernah mau menyimak dengan baik. Bahkan siapa nama lelaki itu saja Rindu malas mengingatnya.

Sejak Rindu mengenal arti cinta, satu-satu sosok lelaki yang sudah mendiami relung hatinya yang terdalam hanyalah Albani seorang.

Rindu mencintai Albani dengan segala kekurangan yang dimiliki lelaki itu.

Bahkan Rindu sama sekali tidak keberatan jika dirinya harus melepas segala kemewahan hidupnya bersama ke dua orang tuanya di Surabaya demi bisa hidup bersama Albani.

"Akhirnya, kelar juga," ucap Rindu seraya menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur lantai busa di dalam petakan rumah kontrakan yang mereka sewa kemarin.

Sejak pagi tadi sepulang dari pasar untuk membeli perabotan, menjelang sore, akhirnya Albani dan Rindu selesai bebenah di kontrakan sederhana itu.

Sebuah kontrakan tiga petak yang mereka sewa untuk sementara waktu sebagai tempat berteduh.

Setidaknya, sebelum Albani mendapat pekerjaan mereka tidak terlunta-lunta di Ibukota.

"Kamu cape?" tanya Albani yang datang dari dapur sambil membawa dua cangkir es teh manis.

Rindu mengangguk manja. Dia menerima cangkir es teh manis dari sang suami dengan wajah sumringah dan langsung meneguknya setengah. Aliran dingin es teh manis itu terasa menyejukkan di tenggorokannya.

"Mau aku pijitin nggak?" tanya Albani dengan senyuman lebar. Dia menarik lengan istrinya supaya bangkit dari kasur lantai dan beralih ke dalam pelukannya.

"Hm, modus!" cibir Rindu yang sudah tahu akal bulus suaminya.

Albani tertawa, dia mencubit gemas pipi Rindu yang chuby dan halus.

"Sejak kita menikah, aku belum belah duren loh karena kita sibuk cari tempat tinggal," goda Albani.

Wajah Rindu langsung merona. Dia meninju pelan pipi suaminya yang hendak mencium wajahnya.

"Mandi dulu!" elak Rindu meski dia tetap nyaman duduk di pangkuan Albani dan saling memeluk.

"Aku mau cium doang masa harus mandi dulu? Kalau nggak kita mandi bareng gimana?" ajak Albani dengan wajah berbinar.

Rindu merasa wajahnya memanas. Sontak dia bangkit dari pangkuan Albani dan berjalan keluar.

"Loh, di ajak mandi malah kabur," kata Albani.

"Aku mau beli sabun sama shampo, kamu mau mandi pakai sabun cuci?" teriak Rindu dari luar sambil ngeluyur pergi, diam-diam dia menyembunyikan senyum malu-malu.

Albani hanya tertawa memandangi punggung sang istri yang perlahan menjauh.

Bagi Albani, apa yang terjadi saat ini bagaikan mimpi.

Sebenarnya dia tidak ingin mengambil keputusan untuk membawa kabur Rindu seperti ini, sayangnya, dia juga tidak siap jika takdir memang harus memisahkan dirinya dengan Rindu.

Cintanya pada Rindu tulus.

Albani akan berjuang sekeras yang dia bisa demi membahagiakan Rindu.

Dia tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan Tuhan padanya untuk bisa hidup bersama wanita yang dia cintai.

*****

"Mamih sudah membatalkan rencana kerjasama kita dengan perusahaan Pak Jamal!" ucap seorang wanita paruh baya dengan sanggul tinggi yang menjulang dikepalanya. Wajahnya tampak marah.

Seorang lelaki berjas abu-abu dihadapan wanita itu tersenyum kecut.

"Sejak awal, Fahri juga sudah nggak setuju dengan rencana perjodohan ini! Akhirnya apa? Mamih jugakan yang malu?" ucap lelaki bernama Fahri itu. Dia menatap lurus sang Mamih.

"Kalau memang kamu dan anaknya Pak Jamal batal menikah, itu artinya Mamih akan cari wanita lain yang menggantikan posisi anak perempuan Pak Jamal yang tidak tahu diri itu! Brengsek! Bisa-bisanya dia kabur di hari pernikahannya sendiri!"

Fahri berdiri dan mengambil posisi duduk di sebelah sang Mamih yang bernama Heni.

Dia menyentuh jemari keriput Heni dengan penuh kelembutan.

"Mih, berhenti menjodoh-jodohkan Fahri. Fahri sudah memiliki pilihan sendiri. Dia anak bungsunya Om Darwis, namanya Adel," ucap Fahri dengan suaranya yang mendayu-dayu.

Satu harapan lelaki itu saat ini, yakni persetujuan Heni atas niatannya tersebut.

"Kenapa kamu baru bilang sekarang?" tanya Heni dengan ke dua alisnya yang menyatu.

"Sebenarnya Fahri sudah berencana untuk mengatakan hal ini sejak dulu, tapi Mamih selalu saja mengoceh ini itu tentang keinginan Mamih memiliki cucu, Fahri jadi serba salah. Lagipula, Adel baru saja selesai menempuh pendidikan model di Paris. Dia berencana kembali ke Indonesia minggu ini,"

"Apa? Model?" Heni tampak kaget.

"Ya, Adel seorang model, Mih,"

Seketika wajah Heni kembali masam.

Dia melempar tangan Fahri menjauh. "Apa dia bisa memberi Mamih cucu secepatnya?" tanya Heni dengan wajah cemberut.

Fahri mengulum senyum. Berusaha kembali memberikan pengertian.

"Pasti, Mih. Tapi mungkin butuh waktu. Adel baru saja di kontrak menjadi model salah satu brand sabun ternama, mungkin untuk beberapa tahun ke depan, Adel belum bisa hamil dulu,"

"Tuhkan, Mamih sudah tebak! Cari wanita lain sajalah!" tolak sang Mamih.

"Mih," Fahri kembali meraih tangan sang Mamih. "Fahri mencintai Adel. Memangnya, Mamih nggak mau melihat Fahri bahagia?"

Heni menatap bola mata sang anak tercinta.

Tatapan sendu Fahri akhirnya sukses meluluhkan hati sang Mamih hingga wanita paruh baya itu pun mengangguk tanda setuju.

"Baiklah, jadi, kapan kita bisa datang untuk melamar?" ucap Heni kemudian.

Fahri tersenyum.

"Secepatnya, Mih..."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status