Saat ini Frans dan Bram terengah. Mereka berdua bersandar di sofa. Sedangkan Bani dan Dariel sedang berusaha menghentikan tawa mereka.“Kalian emang suka ngga ingat umur,” kekeh Bani geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua kakak-adik itu.“Om. Dariel cariin om istri kalo om berani peluk papa,” tawar Dariel menaik turunkan alisnya.“No. Gue masih sayang kalian. Gue ngga mau di depak dari Kartu Keluarga,” Bram bergidik membayangkan dia memeluk Andrew. Sampai kapanpun dia tidak akan memeluk Andrew. Jika dia nekat maka nanti dia hanya akan tinggal nama saja.“Lah? Di Kartu Keluarga kan cuman nenek sama om aja. Kenapa takut di depak? Justru nenek bakalan senang kalo anak-anaknya saling menyayangi,” goda Dariel.“Berisik lo bocil.”“Bocil yang bisa bikin bocil,” cicit Dariel.Bani tertawa keras mendengar ucapan Dariel.“Om, gue mau minta izin ajak sekretaris-sekretaris direksi buat liburan ke Swiss.”“Kalo, sekretaris direktur?” tanya Bani khawatir.Bani cukup khawatir sekretarisnya di a
Hari ini Citra harus lembur. Alhasil Arin pulang terlebih dahulu. Untung saja Dariel mengajak pulang bersama.“Kamu biasanya pulang malam. Tumben jam 5 udah ajak pulang.”“Kan pengen bareng kamu.”“Ada apa sih, Riel? Kok pengen bareng terus?”“Pengen aja sih.”Saat Arin mengajak bicara Dariel pun dia sama sekali tidak melihat Arin sama sekali, dia fokus menyetir dan melihat ke depan. Bahkan Dariel terlihat menelan ludah dari tadi. Dariel seperti sedang gugup.Saat mobil yang dikendarai Dariel sampai di basement apartemen, Arin mengajak Dariel untuk singgah dulu di apartemen. Arin yakin ada yang mau Dariel bicarakan.Arin melepas seat belt lalu menghadap Dariel.“Makan malam di apartemen aku dulu, ya?”“Iya. Tapi jangan telur sama sosis lagi, ya?” pinta Dariel dengan wajah memelas.“Iya…” kekeh Arin.Arin dan Dariel turun dari mobil. Dariel membuka bagasi dan mengambil paper bag.Arin mengerutkan keningnya, “Itu apa?”“Baju aku. Sekalian mau numpang mandi,” ucap Dariel sambil nyengir.
Dewa mendapat lemparan bantal.“Bos!”“Gue lagi tidur. Beraninya lo bangunin gue?” teriak Dariel.Bagai singa yang tertidur dan dipaksa bangun. Begitulah Dariel sekarang.Arin, Lili dan Joni kaget mendengar teriakan Dariel dari dalam kamar. Mereka bertiga berbondong menuju kamar Arin.“Apa-apaan ini?” sentak Arin dari pintu kamar. Dia menggeleng melihat bantal tidur miliknya ada di lantai.Arin lihat Dewa hanya diam saja. Begitu juga Dariel. Dariel masih tiduran di atas ranjang Arin.“Wa,” panggil Joni.Dewa melirik ke belakang tubuhnya. Dewa mendekati Arin dan berdiri di belakang Arin.“Bos Dariel lempar bantal ke gue. Padahal gue cuman bangunin dia,” rajuk Dewa dengan wajah memelas. Dewa mengadu pada Arin agar terhindar dari amukan Dariel.“Mas Dewa aku suruh bangunin kamu. Kita makan bareng sekarang,” titah Arin. Setelah mengucapkan itu, Arin melengos dan kembali ke meja makan. Dewa tersenyum pongah ke hadapan Dariel.Sumpah. Dariel kesal setengah mati melihat wajah menyebalkan Dew
Seperti permintaan Dariel 2 hari lalu, akhirnya Arin, Lili, Dariel dan Joni pergi berangkat ke kampung halaman Arin dan Lili. Dalam keadaan lelah sepulang kerja, Arin dan Lili langsung terlelap tidur di kursi belakang, sedangkan Dariel dan Joni duduk di depan, mata mereka masih melek.Dariel memang sengaja tadi hanya masuk kerja setengah hari. Setelah istirahat makan siang, dia pulang ke rumah untuk istirahat dan tidur. Begitu pula dengan Joni. Dia sudah tidak menjadi seorang pemadam kebakaran lagi, tapi dia membantu toko milik keluarganya jadi waktu yang dia miliki juga cukup luang.“Rencana mau lamar Lili kapan?” tanya Dariel pada Joni yang sedang menyetir.“Sudah saya lamar. Kedua orang tua saya sudah melamar Lili pada Arin untuk saya. Jadi sekarang Lili itu tunangan saya, bukan pacar saya.”“Kapan?”“Sudah lama. Bahkan mama yang ngebet ingin Lili jadi istri saya. Dia yang suruh buru-buru.”“Kan sudah dapat lampu hijau buat nikah. Kenapa ngga langsung nikah aja?”“Lili ingin Arin y
Bab 139 : Ziarah dan perihal kakek-nenekSetelah Arin memijat punggung dan pundak Dariel semalam menggunakan alat pijat lumba-lumba, kondisi tubuh Dariel cukup membaik dari yang awalnya pegal-pegal karena kelelahan menyetir sekarang sudah tidak terlalu pegal. Meskipun masih terasa pegal, tapi tidak seburuk semalam.Jam 7 pagi sekarang. Keadaan rumah Arin cukup ramai. Bukan hanya di dalam rumah, tapi diluar rumah juga sangat ramai. Yup, diluar rumah Arin ada beberapa tetangga yang penasaran dengan siapa yang datang ke rumah Arin, secara disana terparkir mobil mewah dan elegan. Sangat jarang ada mobil mewah yang datang ke desa mereka. Memang beberapa kali Arin dan Lili menggunakan mobil Joni atau Citra saat akan berziarah, tapi mobil Joni dan Citra tidak semewah mobil Dariel.Banyak ibu-ibu yang sengaja nongkrong di sebrang rumah Arin karena saking penasarannya.Lili mengintip dari jendela, "Kak, ngga ada kerjaan banget deh itu ibu-ibu ngeliatin rumah kita," ucap Lili kesalArin yang s
"Cukup meresahkan mendengar aduan dari tetangga-tetangga disini. Apalagi kalian bukan mahrom," ucap pak RT.Sekarang Arin, Lili, Dariel dan Joni berada di rumah pak RT. Ini merupakan ide Arin untuk mendatangi rumah pak RT, yakni meminta ijin agar Joni dan Dariel bisa menginap di rumah mereka. Awalnya Arin sudah mencoba untuk tidak memikirkan gunjingan-gunjingan para tetangga pagi ini, tapi tetap saja dia merasa salah bagaimanapun Dariel dan Joni bukanlah warga disana."Iya pak, saya mau minta maaf. Saya ingin melakukan ijin tapi karena kami baru sampai jam 2 malam, lalu tadi pagi kami langsung ziarah, jadi baru bisa sekarang untuk melakukan ijin kesini," ringis Arin menyadari kesalahannya."Jika sebelumnya kalian tidak sampai menginap jadi tidak terlalu membuat khawatir warga disini, tapi jika sekarang kalian menginap jadi ya banyak gunjingan sana-sini. Saya pribadi tidak mempermasalahkan jika kalian menginap disini, dengan datangnya kalian meminta ijin pada saya setidaknya saya jadi t
Bandara hari ini cukup ramai, terutama hari ini adalah weekend."Kamu udah coba telpon Saskia?" Tanya Dariel pada Arin. Beberapa kali Dariel cek jam tangan miliknya. Satu jam lagi pesawat akan lepas landas. Memang masih ada waktu, tapi jika datang lebih awal akan lebih baik.Tidak henti-hentinya Arin bertukar pesan dengan Saskia di aplikasi hijau, "Udah, aku lagi chat-an sama Saskia. 15 menit lagi dia nyampe," jawab Arin masih dengan berbalas chat dengan Saskia.Hari ini mereka akan berangkat ke Swiss dan Chicago.Arin, Dariel, Lili, Joni dan Sean akan pergi ke Chicago. Sedangkan Dewa, Citra, Fatma, dan Saskia akan berangkat ke Swiss. Sesuai dengan rencana jika rombongan Chicago akan datang ke Swiss setelahnya.Awalnya Sean akan berangkat bersama keluarga Frans dan Bram, tapi dia akhirnya membatalkannya, karena akan sangat kikuk jika pergi bersama mereka.15 menit berlalu, tapi belum terlihat tanda-tanda kedatangan Saskia.Mereka masih menunggu Saskia di ruang tunggu keberangkatan pes
Arin berdiri di depan cermin di kamar hotelnya. Gaun yang dia kenakan saat ini adalah gaun dengan model off shoulder berwarna ungu tua dengan gradasi hitam. Rambut Arin hanya disanggul sederhana.Cantik. -- batin Arin tersenyum dengan percaya diri untuk menutupi kegugupan yang sedang dia alami sekarang. Berkali-kali Arin menghembuskan napasnya.Tiba-tiba saja Lili datang dan merangkul pundak Arin. Lili menumpukan kepalanya ka pundak Arin, "Kakak tegang, ya?" tanya Lili terkekeh melihat kegugupan Arin.Arin mengangguk sambil meringis."Tenang aja, kak. Kakak kan udah sering ketemu sama ayah sama om-om nya kak Dariel," tenang Lili beberapa kali mengusap punggung Arin."Kondisinya beda, Li. Meskipun kakak itu sekretarisnya pak Bram, terus kenal pak Frans sama pak Andrew juga tapi ya tetap aja beda. Apalagi pak Andrew yang notabenenya ayah Dariel, bahkan pak Andrew jarang nyapa kakak di hotel. Kalo pak Frans sama pak Bram sih udah sering," keluh Arin.Lili memutar tubuh Arin menghadapnya,