Suara ayam jantan yang berkokok keras dengan suksesnya udah bikin aku terbangun. Shit! Sejak kapan papa piara ayam? Makin aneh aja Iaki tua itu!
Dengan malas aku buka mata. Kok masih gelap? Lalu aku sadar ada sesuatu yang nutup mata aku. Ehm sepertinya masker mata.
Spontan aku tarik masker mata itu .
Dimana aku? Ini kandang ayam ya? Apa aku Iagi mimpi buruk?
Gimana bisa aku tertidur di kandang ayam kayak gini!
Dan ada Iagi pemandangan horror di depan aku! Si Erik tidur pulas di lantai beralaskan tIkar dekat tempat aku tidur! Uh bayangin aja, dalam tidurnya pun dia terlihat norak dan kampungan luar biasa!! Gak ada manis—manisnya dikit—dikit pun. la memakai kaus oblong putih, sarung ungu (Iagi—lagi warna yang paling aku benci!!) dan matanya dkayaku pi oleh masker mata gambar Upin—lpin. Jijay! Terus mulutnya ternganga lebar, kadang—kadang ngecap—ngecap sendiri. Dan kakinya mengangkang dengan pongahnya, satu kakinya bahkan nangkring di ranjang yang aku tempati.
Ohmaigod, apa yang terjadi semalam? Kenapa aku bisa ada di tempat si Erik? Dan apa yang dia laku kan ke aku? Aku tambah shock saat menyadari baju aku udah berganti dengan dandanan persis yang dia pakai sekarang!!!
BRAKK !!
Saking shocknya aku jatuh dari ranjang reyot yang aku tempati dan tanpa ampun menindih tubuh si Erik yang tertidur di lantai!
"Eh copot copot copot!!” si Erik berteriak latah.
”Yaallah Mbak! Pagi-pagi sudah akrobatan gini.”
”Akrobat pala Kamu!!” aku jitak kepalanya kesal. Gak ngaruh ke dia kayaknya.
" Masa Kamu sudah kangen sama aku Mbak? Baru ditinggal tidur semalam.”
Matanya menatap genit hingga tak sadar aku nutupin dada aku.
"Mau apa kamu? dasar meşum!”
"Tenang Mbak, Santai aja. Aku ini lelaki alim Mbak...
alim,berbudi dan bercita—cita luhur..aku tidak neko—neko kok.”
”Ck! Bercita-cita luhur...bulshit!”
”Lho bener Mbak Ena! Cita-cita luhurku ya ngawini Kamu Mbak!”
Aku melotot kesal sama makhluk hina dina ini. Borwboro taku t dia malah terkekeh. Urat malunya udah putus semua kali ya, kok ada makhluk gak tau diri kayak gini!
"Kamu yang gantiin baju aku ya?” tanya aku curiga.
" Siapa lagi toh Mbak? Kamu mabuk, baju Kamu bau kena muntahan. Bisa masuk angin kalau tidak diganti toh "
"Jangan—jangan Kamu manfaatin kesempatan ya!" kata aku menuduh.
Jijik aku bayangin yang enggak—enggak tentang si Erik ini.
"Suwer Mbak, aku gak ngapa-ngapain. memang Aku yang ganti baju Kamu mbak merem melek...eh mbek merem terus Kamu Mbak!" bantahnya.
"Awas Kamu kalau bohong, ntar aku cungkil biji mata Lo!"
"Yaallah sadisnya calon Isteriku ini," komennya pura—pura taku t. Uh cemen Lo!
"Ini tempat Kamu?" Aku berdiri dan melihat kamar sepetak yang lebih mirip kandang ayam ini. Secara wc aku aja jauh lebih gede dan lebih mentereng dibanding tempat si Erik.
"ini kos—kosan ku Mbak, lumayan toh. Rumahku di desa lebih jelek Mbak"
Gak salah ya Papa jodohin aku ama makhluk hina dina yang super kere ini? Pasti ini salah satu cara Papa menghukum aku, tapi hukumannya terlalu tragis buat aku! Papa telah menghancurkan masa depan aku kalau gini!!
Kebencian aku pada Papa semakin mendalam.
Di kampus ini cuma Lola yang bisa ngertiin aku. Meski dia gak mau kayakan aku jadi cewek clubbing, tapi dia gak pernah nge-judge aku negatif gara—gara hobi dunia malam aku itu.
"Jadi Kamu nginep di kos Erik?" Dia membelalakkan matanya saat dengar cerita aku.
"Psshhtttt!" Aku tutup mulutnya rapat—rapat. Hadeh, suara Lola stereo amat sih!
"Aku mabok La. Yang aku ingat dia dengan semena—mena membopong aku keluar dari klub."
"Cih, barbar juga tuh orang. Gak sesuai dengan citra kampungannya," komentar Lola rada kagum gitu.
"Udah, gak usah muji. Eneg aku ndengerinnya! Jujur aku bingung ngadepin makhluk purba ini La. Niatan aku mau ngerjain dia gak berhasil. Jutekin dia juga gak mempan. Dia cuek aja saat aku sadisin dia. Bahkan tanpa malu dia terus buntutin aku. Trus meski aku maki—maki dia nyantai aja. Jadi aku mesti gimana?"
Lola terkekeh mendengar keluhan aku.
"Kena batunya Kamu say, dapat cowok model ancur kayak gitu tapi gak bisa Kamu singkirin. Dia nempel bagai lintah. Tapi btw aku jadi kagum ama kegigihannya, Elena. Jarang lho ada cowok yang bisa sabar ngadepin Kamu kayak gitu."
"Udah aku bilang jangan muji! Mau muntah aku La."
Lola tertawa terbahak—bahak melihat kegalauan aku.
"Nah tuh orangnya nongol," katanya sembari nunjuk si Erik.
Aku langsung cabut begitu lihat dia mau nempel aku. Eh, dasar gak tau diri, si Erik malah ngejar aku sambil teriak—teriak,
"Mbak Ena! Tunggu Mbak! Enteni aku Mbak!"
Aku terus ngibrit, eh dianya ngomong makin ngacau hingga bikin kita jadi bahan perhatian di kampus!
"Yaallah Mbak! Pagi-pagi ngajak lari kayak filem India! Tunggu aku Mbak! Tunanganmu ini masih belum sarapan. Tega Kamu Mbak!
Suara cemprengnya bikin yang dengerin ketawa—ketiwi. Rasanya aku pengin menguburkan diri aja! Ancur martabat aku!!
Aku brenti dan membekap mulut toanya!
"Bisa tutup mulut gak! Aku robek mulut Kamu ntar!"
"Hmmmhhh hpppphhhh," dia berusaha ngomong tapi aku tutup mulutnya rapat—rapat!
Lalu dia membuka tutupan tangan aku hanya dengan sedikit usaha. Gile! tenaganya kuat sekali.
"Mbak Ena, salah sendiri kenapa lari dari aku . Ya kukejar sambil teriak. Kan itu filemnya Mbak..Kejarlah Daku Kau Kutangkap. Yayangku ini memang seneng dikejar ya."
"Bacot Kamu!! Ngapain cari aku. Sudah dibilang di kampus jangan cari—cari aku, pu.."
"Pura—pura gak kenal!" dia memotong ucapan aku.
"Nah tuh ngerti.”
”Ngerti Mbak, Ngerti Mbak, tapi aku tidak mau. Aku ini terlanjur suka sama Kamu Mbak. Sehari tidak ketemu serasa setahun je!” rayunya kampungan.
'Udah gak usah ngrayu! Jayus tau. Mau muntah aku dengernya! l'
”Lho Gimana toh Mbak? Aku ini tidak ngerayu Lho, ini dari hati aku paling dalem .”
ARGHHHH! pengin aku lipat-lipat aja nih orang, trus aku masukin koper. Buang aja ke laut!
Aku sudah tidak tahan lagi dengan kelaku an Erik aku buru-buru pergi masuk ke kampus supaya tidak berlama-lama Bersama Erik
"Maaf Den ganteng, Bibik gak bisa menjaga malaikat kecil ini lebih lama lagi. Padahal.. yaoloh, dia manis banget. Gara-gara dia, kantin bibik laris manis. Cewek-cewek berebut mau mencium dan menggendongnya. Dia juga gak rewel. Tapi bibik mesti balik nih.” "Napa, Bik?" gak sadar gue nyemprot si bibik seakan gue ini majikannya aja."Aahhhh, Den ganteng kayak gak tahu aja. Si Akang kan datang, Bibik mau indehoi dulu lah.."Anjrittttt!!!! Gue baru ingat. Si Bibik paling suka bolos berjualan kalau suaminya yang TKI itu balik kampung. Kali ini juga sama. Dengan terpaksa gue menerima si baby. Apa perasaan gue aja, kok si baby makin kusam aja bajunya? Udah terkena noda apa aja tuh? Terus mukanya belepotan apa aja?! Gue mengendusngendus si baby. Bau apa aja nih?? Semua bercampur aduk menjadi satu! Ada bau parfum murahan, bau sambal terasi, bau minyak nyongnyong... juga, bau ketek siapa ini?Gue mengendus-ngendus lagi tubuh si baby. Kayaknya gue rada familiar bau ke
"Lola, gue...."Tut... tut.. tut..Telpon gue diputus bahkan sebelum gue sempatmenyelesaikan satu kalimat. Dia marah. Sepertinya kali ini Lola marah besar. Gue bergidik dibuatnya. Lola jarang marah, tapi sekalinya marah.. dia mengerikan!Pikiran gue jadi suntuk. Ini masalah pelik buat gue, masalahnya gue paling gak tahan kalau Lola marah pada gue. Gue mesti menemuinya. Tapi bagaimana nih?! Pada saat genting begini, Miah Van Houten malah ijin pulang kampung. Ngerti sihgue, dia kan mau dilamar Pak Raden Singomengolo Wediemboke. Jadian juga dua makhluk absurd itu. Gak nyangka gue.Ah, jadi bagaimana sekarang? Gak ada yang menjaga Princess! Gak mungkin dia gue bawa riwa-riwi sana sini sambil ngerayu Lola supaya mau baikan ama gue. Konsentrasi gue bisa ambyarrrrr..Nah saat gue sedang kebingungan begitu, gue melihat Dugol keluar dari kamarnya dengan memakai seragam SMAnya. Gue jadi terpikir satu ide."Tan, kok ngelihatnya gitu sih?" tanya
Gue jadi melongo. Kok begini sih? Ah, dia bercanda kali! Gue tertawa terbahak-bahak."Astaga, Dean... candaan lo jayus banget! Masa lo kagak tau yang gue pengin?"Gue mengerjapkan mata, berharap Dean segera menerkam gue gegara gemas seperti biasanya. Namun dia hanya menatap, gak paham."Kamu kenapa? Sakit mata?" tanyanya polos.Olala, sepertinya otak Dean berkurang kapasitasnya. Apa itu gegara kebanyakan 'bongkar pasang' dalam jiwanya? Dean, masa harus gue yang agresif sih? Biasanya kan elo. Masa bodoh, ah! Gue pun mulai nyerbu dia. Dean terkejut saat gue menarik kausnya hingga ia jatuh kearah gue."Elena lo! "Belum sempat dia memberontak, gue udah menindih tubuhnya."Apa-apaan nih? Gue buk..."Gue membungkam mulutnya dengan ciuman panasgue. Perlawanan Dean melemah seketika. Dia diam saja saat gue memagut bibirnya gemas. Melumat bibir penuhnya dengan agresif. Tak lama kemudian dia membalas ciuman gue. Kami berciuman de
Gue tahu tampilan gue emang amburadul. Enggak banget pokoknya saat dipandang mata. Rok gue compang-camping, bahkan blus gue mendadak berubah model crop gegara gue robek sendiri. Juga, rambut gue terurai awut-awutan.Parahnya gue gak punya alas kaki alias nyeker.Tian ternganga lebar menatap gue."Are you Elena?" tanyanya menggoda."No. Gue Tini Wini Biti," jawab gue asal.Tian berdecak sambil bersiul jenaka."Pantas mereka menganggap lo preman cewek ..""Ck, gue memanggil lo bukan untuk mengkritisi tampilan gue,Tian!" gue merajuk manja.Bastian tertawa sambil mengacak poni gue gemas."Gue nyaris gak percaya lo menelpon gue untuk menjamin lo keluar dari penjara. Juga Dean... ehm, Druno."Tian mendecak kesal."Sweetie, sepertinya bocah itu memberikan pengaruh kurang baik buat lo."Gue mengangguk mengiyakan."Tian, pengaruhnya sangat dashyat! Baru sebentar dia muncul, tapi kenapa
Tibalah kami di bangunan rumah tua yang kosong dan nampak terbengkelai. Bukan kosong. Gue memandang beberapa bajingan yang berjalan mendatangi kami. Mereka ini lebih menyeramkan daripada kawanan si Dugol. Mereka bertato, gondrong, memakai tindik dimana-mana, dan nampak seperti orang sakaw.Jujur, gue takut. Tapi gengsi mengakuinya. Namun karena merasa cemas tanpa sadar gue memilin ujung rok gue. Dugol melirik tangan gue, spontan gue menghentikan gerakan unfaedah itu.Si Dugol tersenyum sinis."Boss, ternyata mereka sudah siap menyambut kita," salah seorang bawahan si Dugol berkata. "Bagus! Jadi kita tak usah repot mencari bajingan itu!Serbuuuuuu!!" teriak si Dugol memberi komando.Selanjutnya bagaikan adegan di film action, mereka saling menyerang dengan senjata tajamnya. Tusuk menusuk. Bacok membacok. Pokoknya seram dah! Gue h
Udah pukul 06.30. Mengapa si Dugol belum turun untuk sarapan? Dia bisa telat masuk sekolah! Ih, dasar bocah preman! Niat sekolah kagak sih?! Tapi ngapain juga gue kepoin masa depannya?! Jadinya, gue kayak emaknya saja. Kadang gue jadi bingung sendiri, dia itu laki gue apa anak gue sih?!Ceklek.Gue membuka kamar si Dugol tanpa permisi. Leh, kemana dia? Kamarnya kosong! Apa dia keperluan mendesak?! Misal kena jadwal piket bersih-bersih kelas. Ahhh, model preman begitu.Gak mungkinlah dia mau ikut piket kelas!Tiba-tiba satu pikiran jelek mampir di otak gue. Janganjangan dia asik tawuran! Segera gue menelpon hapenya. Kagak diangkat! Perasaan gue semakin tak enak. Seharian ini gue berusaha menghubunginya tapi sepertinya Druno gak mau menerima telpon gue. Sialnya, dia juga gak muncul didepan gue. Gue gak tahu dia pulang jam berapa. Gue tertidur di sofa saat menunggunya.Saat terbangun keesokan harinya gue udah berbaring di ranjang gue. Apa si Dugol yan