Share

Bab 7

Aku tidak ingin membayangkan bagaimana perasaan atau ekspresi Steve saat mendengar aku sempat menolak dari perkataan Dave, seolah aku sangat ingin bersama Steve atau memaksa bersama Steve. Padahal aku tidak menolak sama sekali.

“Perasaan aku tidak pernah bilang kalau aku menolak,” balasku pada Dave. Memberikan tatapan lurus-lurus padanya.

Dave mengerut, lagi. Mungkin dia sedang berpikir kenapa aku membalasnya karena merasa ucapannya tidak ada yang salah.

“Kau menolak, itu pasti. Kau memang tidak mengatakannya tapi kau menggeleng saat pertama kali kusuruh. Dan saat kedua kalinya barulah kau menurut dan setuju,” ungkap Dave.

Aku menggeleng, dan semakin berusaha mengabaikan Steve, apalagi saat aku akan menyebut ibunya lagi. 

“Aku menggeleng karena berpikir mungkin sulit mengubah keputusan Mrs. Felton, tidak semudah seperti yang kau pikirkan dan katakan. Dan sudah kubilang, ‘aku akan berusaha’. Jika aku awalnya menolak aku pasti akan menjawab ‘iya’ atau ‘baiklah’!”

Wajah Dave kaku saat aku berseru padanya. 

Aku melanjutkan lagi, “Jangan-jangan kau juga tidak puas dengan jawaban ‘aku akan berusaha’ meski kau bilang ‘bagus’? Aku baru sadar kalau sebenarnya seperti ini pikiranmu semalam.”

Dave terlihat tidak terima, “Kau menyalahkanku? Kau pikir aku bisa membaca pikiran?!”

“Kalian!” Steve berseru membuatku dan juga Dave terkejut. Kami sontak melihat ke arahnya.

“Tidak ada perdebatan lagi! Tidak ada yang akan melakukan sesuatu! Kalian pikir apa yang kalian lakukan?!”

Napasku tercekat, tidak menyangka Steve akan menyalahkanku juga. Dia bahkan membentak. Jika keadaan tidak seserius ini aku akan dengan senang hati bertanya dengan polos ‘apa maksud perkataanmu Steve? aku tidak mengerti sama sekali apa yang kami lakukan seperti yang kau maksud’.

Meski aku tidak sepenuhnya paham apa yang Steve katakan, sudah pasti dia marah karena tindakanku dan Dave. Entah kenapa aku yakin dia tidak ingin aku berbicara dengan ibunya untuk membatalkan pernikahannya karena kita tidak akan tahu apa yang akan dilakukan ibunya nanti. Dan jelas dia tidak ingin Dave mendorongku melakukan itu.

Keadaan hening, tidak ada yang bersuara antara aku dan Dave. Steve juga belum bersuara lagi ikut mengheningkan keadaaan. Kami saling melihat ke arah lain karena saling menghindari, tidak ingin bertatapan dengan siapa pun.

Sampai akhirnya, “Maaf,” ucap Steve. Aku dan Dave kembali melihat ke arahnya lagi. “Aku lepas kendali,” lanjut Steve. Mungkin menyesal telah membentak kami.

Aku dan Dave tidak langsung menyahut. Aku bingung harus membalas seperti apa. 'Tidak apa-apa Steve, aku mengerti. Tapi kau jangan memaksakan diri jika pertunangan ini bukan hal yang kau inginkan.' Seperti itu kah yang harus kukatakan?

Tapi aku tidak berani mengatakan dengan jelas ini bukan hal yang dia inginkan. Karena itu akan membuatku semakin merasa sakit.

Hening beberapa detik sampai Dave bersuara, “Aku juga.” Dia juga menyesal?

Aku menatap Dave yang masih menatap ke arah lain. Keadaan macam apa ini? Rasanya aku ingin lari dan pergi sejauh-jauhnya.

Hening lagi beberapa detik. Lalu Dave melihat ke arahku dengan sebelah alis terangkat. Dia seolah berkata tinggal aku yang harus minta maaf. 

Tapi kemudian aku ragu dengan dugaanku saat dia berkata, “Hanya kau yang tidak bersalah di sini. Maaf sudah salah paham.”

Aku tertegun. Benar-benar tidak bisa menebak pikiran pria yang satu ini.

Pandanganku perlahan menunduk, dengan napas yang berat aku menyahut, “Justru aku yang paling bersalah di sini.” Suaraku pelan sekali.

Bisa kurasakan pandangan kedua pria di depanku menajam. Aku berkata lagi, “Kenapa semua ini terjadi adalah karena perbuatanku. Akulah penyebabnya.” Mungkin memang aku harus mengakuinya dengan terang-terangan. Dan ini sakit sekali.

Aku menarik napas, “Jangan menyela ucapanku dulu,” ucapku tahu mereka akan berkomentar.

“Jika dari awal aku tidak pernah menerima tawaran Mrs. Felton, semua ini tidak akan terjadi.” Aku menggepalkan tangan.

Aku menunduk terus karena aku sedang berusaha tidak menangis meski mataku sudah berkaca-kaca. Aku juga berusaha mengatur napasku yang terasa menyakitkan tenggorokan. Tapi aku tidak berniat menunduk terus, perlahan aku mengangkat kepala.

Sampai akhirnya aku bisa menatap mereka dan mengabaikan ekspresi mereka yang memucat, mungkin karena melihat raut mukaku. 

Aku berkata, “Karena itu, aku akan memperbaiki kesalahanku.”

*****

Aku duduk dengan perasaan yang gelisah tapi tetap berusaha tenang. Sekarang berhadapan langsung dengan Mrs. Felton, ibu Steve, benar-benar membuat gugup. 

Yeah, aku sudah berada di rumahnya sekarang setelah mengendarai mobilku sendiri dari apartemen Steve yang menghabiskan waktu satu jam.

“Mom, aku ingin membicarakan tentang pertunangan,” aku diam sejenak untuk melihat reaksi ibu Steve setelah aku menyebut kata ‘tunangan’.

Ibu Steve jelas langsung menatap dengan teliti, fokus memperhatikan. Membuatku semakin gugup.

“Pertunangan kami, antara aku dan Steve. Bagaimana,” aku berhenti lagi, mempersiapkan diri menyebut kalimat selanjutnya, “Itu,”

“Kenapa sayang?” tanya ibu Steve membuat aku menghentikan kalimatku yang ingin mengatakan kata ‘dibatalkan’.

“Ada apa dengan dengan pertunangan kalian? Ingin tahu kapan waktunya dilaksanakan?” tanyanya lagi.

Aku menelan ludah sebelum akhirnya menggeleng cepat, “Bukan.”

“Lalu?” Ibu Steve terlihat penasaran dengan apa yang akan aku katakan. Dia terlihat curiga.

Aku membuka mulut dan hendak berkata.

“Kau ingin membatalkannya?” tanya Ibu Steve pada akhirnya tepat sasaran menebak apa yang akan kukatakan, raut wajahnya tidak secerah saat bertanya waktu dilaksanakannya pertunangan. Tentu saja dua hal itu sangat berkebalikan.

Dan perkataan tepat sasarannya itu sama sekali tidak membuatku tenang dan malah semakin gelisah. Aku ragu dan tidak langsung menjawab karena takut.

“Jawab Helen.” Ibu Steve tidak menyebutku dengan ‘sayang’ lagi, dia sudah tidak bersikap santai lagi.

Aku ingin menjawab, tapi sekali lagi ibu Steve menghentikanku dan melanjutkan bertanya, “Apa yang Steve lakukan padamu sampai kamu mau membatalkan pertunangan yang sudah kamu setujui sebelumnya?”

Sepertinya dia tidak membutuhkan jawabanku karena sudah bisa menebaknya dengan tepat sekali lagi. Bahwa benar jika aku mau membatalkan pertunanganku dan itu karena Steve. 

“Steve tidak melakukan apa pun, Mom.” jawabku pada akhirnya. Dia terlihat menghela napas.

“Jadi memang benar kamu mau membatalkan pertunangan kalian?” tanyanya mulai terdengar lebih lemah. Karena aku mengakui untuk membatalkan pertunanganku.

Aku menahan napas. Meski ternyata dia sebenarnya belum yakin dengan jawabanku, dan memberi pertanyaan menjebak tadi untuk memastikan, aku harus mengatakannya untuk memperjelas.

“Iya, Mom.” jawabku.

“Mana kunci mobilmu?” Ibu Steve bangkit dari duduknya dan mengulurkan tangannya padaku. Suaranya kembali menguat.

“Untuk apa, Mom?” tanyaku sambil menyentuh tas tangan milikku, tempat kunci mobilku ditaruh.

“Mom pinjam. Kita pergi ke suatu tempat,” jawabnya sambil menggerakkan telapak tangannya tanda agar aku segera memberikan kunci mobilku padanya.

“Karena mungkin setelah ini kamu tidak ke sini lagi, sekalian Mom bawa mobil kamu,” lanjutnya saat aku memberi kunci mobilku setelah kuambil dari dalam tas.

Aku termenung karena kalimatnya, apa artinya rencanaku berhasil? Aku berhasil meminta Mrs. Felton membatalkan pertunangan? Karena itu dia mengatakan aku tidak akan kembali lagi ke kediamannya?

*****

Dina Dwi

Selamat membaca! 😊Aku harap kalian suka dengan cerita ini dan semoga cerita ini menghibur ya..🤗 jangan lupa untuk vote dan beri komentar di cerita ini sebagai bentuk dukungan kalian. See you guys😘

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status