Share

Mengapa Kamu Tidak Mau Menikah Denganku?

Hmm, Lydia menatap wajah tampan di hadapannya. Jadi seperti ini calon suaminya? Dia tahu dalam hidupnya semua sudah diatur oleh papanya, dari sekolah dimana, kuliah dimana, dan apa yang dia harus kerjakan. Jadi ketika papanya menjodohkannya, dia tidak terlalu kaget. 

Tapi setidaknya, dia seharusnya menikah dengan pria keturunan konglomerat juga. Bukankah seharusnya papa melakukan itu, agar perusahaan mereka semakin kuat? Tapi mengapa malah harus pria ini? Dia jauh lebih buruk dari mantannya, Jang Hanseo yang hanya memiliki pabrik. Pria Korea itu, masih kurang oke jika bersanding dengan anak pemilik grup gabungan ANZ. Tapi pria ini, dia malah hanya CEO perusahaan Lydia sendiri, 

"Papa sudah gila," gusar Lydia dalam hati.

Kini pria itu mau mengajak bicara, pasti ingin segera melaksanakan amanat papa. Pria itu jangan berharap, Lydia tidak sudi bersanding dengan orang biasa.

"Mau ngomong apa?" Sambil melepaskan sabuk pengaman, Lydia meregangkan tubuhnya. Tubuhnya teramat lelah, setelah berada di angkasa selama 7 jam, badannya terasa sudah separuh melayang.

"Tentang… kita," ujar Jacob dengan suara pelan. 

"Kita...KITA? Sejak kapan ada 'kita', diantara Lydia dan pria tidak jelas ini?" Lydia mendengus dalam hati.

Jacob menelan ludahnya, dia kesulitan untuk mengungkapkan kata-kata yang ada di kepalanya. Dia segera buka kunci mobil dan segera turun. Lydia juga mengikutinya turun dari mobil, tapi segera menekan nomor password kunci rumah dan meninggalkan Jacob di luar.

Jacob yang sedang berbaik hati untuk mengeluarkan koper Lydia, dengan kesal segera mau ikut masuk. Tapi pintu terkunci sehingga dia menggedor pintu itu dengan kesal.

"Lydia, buka pintunya." Hening, tidak ada tanggapan, maka dia mengulangi lagi perbuatannya.

"Lydia!" Terdengar langkah kaki dari dalam tapi pintu tetap tidak di buka. 

"Koper… sudah diturunkan semua?" Terdengar suara dari intercon. "Sabar Jacob, ambil hatinya. Ingat jabatan CEO di depan pintu." Suara hatinya memperingatkan ketika Jacob mau memaki.

"Kalau sudah, baru kamu boleh masuk!" ancamnya kekanak-kanakan. Dengan mendongkol, Jacob kembali ke belakang mobilnya dan menurunkan semua koper dan mengaturnya rapi di depan pintu rumah Lydia. 

Sudah lewat jam 12 malam, Jacob menjadi kuli bagi wanita ini. Entah apa yang ada di pikiran Pak Kurnia mengatakan anaknya akan menjadi istri yang baik. Dengan gembira Lydia mengintip dari jendela. Dia tertawa senang, balas dendam selalu menyenangkan.

"Sudah!" teriak Jacob kesal, memanggil Lydia keluar. Tapi wanita itu sengaja berlambat-lambat, Lydia sangat senang melihat wajah sengsara Jacob di depan pintu.

"Lydia!" Kesabaran Jacob sudah habis, jika memang dia tidak mau bicara Jacob sebaiknya pergi. Tapi saat dia mau masuk ke mobilnya, Lydia membuka pintunya. Dengan menggertakkan giginya Jacob masuk ke dalam.

Lydia duduk di sofa dan menatap Jacob yang ikut duduk di hadapannya. Wanita itu terlihat lelah. Jacob sebenarnya ingin membatalkan pembicaraan ini, karena dia juga langsung merasa lelah sekali setelah duduk di sofa yang nyaman ini.

"Jadi…,-" Jacob baru mau berbicara ketika Lydia mengangkat tangannya.

"Maaf, aku nggak mau menikah denganmu…, sorry, kamu sih ganteng… tapi, ... bukan tipeku." Dia merebahkan kepalanya ke sandaran sambil menutup matanya. Jacob menahan napasnya karena marah. 

"Aku juga tidak mau menikah denganmu, tapi kita…,-" balasnya cepat, berkebalikan dengan apa yang dia baru mau katakan. Bibirnya kali ini lebih cepat dari kepalanya. Lydia bangkit dari sandaran dan membelalakkan matanya.

"Kenapa?" potong Lydia lagi. Keningnya berkerut separuh rambutnya jatuh berantakan di sisi wajahnya, "Lydia tidak salah dengar kan, pria ini menolak menikah dengannya? Kalau Lydia yang menolak itu jelas karena dia adalah Lydia Kurnia, tapi…, kalau pria ini? Apa alasannya dia menolak menikah dengannya?" pikirnya kesal.

"Apa?" Jacob cukup senang reaksinya seperti ini, dengan pura-pura menolak wanita ini akan menjadi penasaran dengannya.

"Kenapa? Kenapa kamu nggak mau menikah denganku?" Senyum di hati Jacob semakin lebar. Wanita ini begitu angkuh, dia pasti kesal sekali.

"Kenapa? Yah, sama seperti kamu nggak mau menikah denganku! Aku tidak kenal siapa kamu, aku juga tidak suka tipe seperti kamu, aku juga …,-" Jacob menghentikan ucapannya. Karena Lydia bangkit dari duduknya dan berdiri di hadapan Jacob.

"Apa? tipe seperti aku? Memangnya tipe seperti aku kenapa? memang tipemu seperti apa?" ujarnya marah dengan tangan di pinggang. Karena marah, napas Lydia jadi terengah-engah.

"Maaf, sepertinya saya tak perlu menjelaskan, saya hanya ingin membicarakan bagaimana cara kita agar membatalkan pernikahan… perjodohan kita," ucap Jacob yang masih berperan sebagai korban perjodohan paksa.

"Ughh! 'SAYA' mau ke toilet dulu!" hardik Lydia sengaja menabrak Jacob lalu masuk ke kamar mandi.

Jacob tersenyum sinis menatap rambut wanita itu bergoyang, meninggalkannya sendiri di ruang tamu. Dia sudah separuh berjalan ke arah pintu keluar saat terdengar jeritan Lydia dari kamar mandi.

Arah jarum pendek jam di dinding sudah mendekati angka 1, badannya terasa remuk, Jacob lelah sekali, karena terbiasa tidur rutin setiap jam 10 malam. Sekarang ini sudah jauh diatas jam tidurnya. Tapi, jeritan minta tolong terdengar kembali dari belakang. "Aish, apa lagi sekarang," gerutunya.

Dengan kesal, Jacob sengaja berlambat-lambat menuju kamar mandi. Asal suara Lydia ternyata dari kamar mandi di kamar tidurnya. Dengan sungkan Jacob masuk ke dalam. Wanita itu masih menjerit ketakutan dan memanggil Jacob sambil memohon kepadanya.

"Ada apa?" tanyanya di depan pintu kamar mandi.

"Masuk saja, cepat!" jawab Lydia panik dari dalam. Jacob segera membuka pintu dan setelah uap menghilang terlihat Lydia berdiri ketakutan, dengan tubuh polosnya, menunjuk ke ujung kotak pancuran air.

Ada seekor kecoa besar disana. Wajar ada kecoa di sana, karena rumah ini sudah lama kosong, tapi yang tidak wajar mengapa wanita ini tidak memakai pakaian sama sekali! Dia mau mandi di jam 1 pagi? Jacob, walau tidak tertarik dengannya tetap lelaki tulen! Namun seluruh perhatian Lydia tertuju pada serangga hitam bersayap di ujung kotak pancuran airnya, dia tak sadar kalau dia polos seperti bayi baru lahir.

"Bawa dia pergi, tolong Jacob!" Lydia menyentuh lengan baju Jacob. Dengan menahan dirinya untuk tidak melirik ke tubuh Lydia lagi, Jacob berusaha untuk menangkap kecoa itu. Namun sialnya, kecoa itu malah terbang menuju Lydia. 

Dengan panik ketakutan, Lydia segera ke belakang Jacob dan memeluknya. Jacob sekuat tenaga berusaha untuk tidak berpikir macam-macam. 

Mata Lydia mengikuti kemana arah kecoa terbang itu, dia teringat kata papanya dulu, jika ada kecoa terbang, tandanya dia akan bertelur. Oh tidak jangan sampai binatang itu bertambah banyak! Dia takut sekali dengan kecoa.

"Tangkap dia Jacob, jangan sampai dia bertelur di rumahku!" Jacob segera mengambil kesempatan itu untuk melepaskan diri dari rangkulan Lydia, dan keluar dari kamar mandi. Namun saat dia keluar, terdengar pekikan lagi dan bunyi terjatuh. 

Lydia yang malang tergeletak di kamar mandi, masih dalam keadaan polos dengan kecoa di rambutnya. Wanita itu takut sekali dengan kecoa, begitu kecoa terbang ke rambutnya, dia langsung pingsan. Jacob segera menghampiri wanita itu, dan mengusir kecoa yang segera masuk kembali ke lubang air yang sedikit terbuka. Dengan kesal Jacob menutup lubang air itu. Lalu menatap wanita pingsan bertubuh polos di hadapannya.

"Aish, apa yang dia harus lakukan? Dia tidak mungkin membiarkannya tidur di lantai semalaman?" pikirnya dengan mendengus kesal. 

Jacob meletakkan kepala Lydia di lengannya serta di lekukan kakinya dan mengangkatnya ke tempat tidur. Tubuh Lydia walau terlihat langsing namun ternyata berat, dengan susah payah Jacob mengangkatnya. Tubuh Jacob yang sudah lelah, menjerit ketika dia menggendong wanita itu.

Lydia berniat mandi tadi, dia sengaja mau membuat Jacob menunggu lama, tapi malah menjadi celaka sendiri. Jacob meletakkan wanita itu lalu merapikan posisi tidurnya. Dia segera menutup tubuhnya dengan selimut, karena pemandangan tubuh moleknya membuat mata Jacob terus berekreasi.

Setelah rapi, Jacob merebahkan tubuhnya di samping Lydia sebentar untuk melepaskan lelah. "Aish, nyamannya, jika saja dia bisa langsung terbang menuju rumah," ucapnya berandai-andai dalam hati, lalu tanpa sadar dia malah ikut tertidur.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status