Share

Sop Janda

Lydia melirik lengan kekar di sampingnya. Pria itu hanya menatap lurus tanpa berkata apa-apa. Mereka mau kemana, dia tidak tahu. Namun yang memalukan adalah, perutnya terus bergetar, Lydia mencoba menutup perutnya agar suaranya tidak terlalu terdengar, tapi perutnya malah berbunyi lagi. 

Andai dia bisa makan daging panggang, atau sup tofu… tiba-tiba Lydia merindukan makanan yang biasa disantap di Korea Selatan. "Sup iga sapi ala Korea yang segar, nasi yang legit, betapa nikmatnya." Air liur menitik karena dia terus membayangkannya. 

Sudah ketiga kalinya Jacob mendengar bunyi perut wanita itu, semalam dia memang tidak makan apa-apa. Sepertinya dia juga belum sarapan dan malah langsung ke kantor. "Daripada bersolek dengan make-up tebal seperti itu, seharusnya dia makan." pikir Jacob mendengus kesal. Dia sendiri juga belum makan karena rapat, rencananya, dia akan makan di kantin kantor. Tapi karena wanita menyebalkan di sebelahnya, dia jadi harus makan di luar.

Mereka masuk ke halaman sebuah rumah. Begitu mobil terparkir Jacob langsung turun begitu saja dan masuk ke dalam. Dengan kesal Lydia keluar dari mobil, lagi-lagi hak sepatunya akan rusak, karena lantai yang tidak rata, Lydia mendesis kesal.

Dengan susah payah Lydia berjalan masuk ke dalam rumah, yang ternyata adalah restoran, Jacob sudah duduk di kursi dengan kakinya yang panjang keluar ke jalan. Begitu tatapan mata mereka bertemu, Jacob malah membuang matanya. 

"Ish, buat apa mengajak kesini kalau dia tidak mau melihatnya?" Batin Lydia. Sebenarnya, jantung Lydia berdebar kencang saat dia tiba-tiba menarik tangannya, dia kembali teringat ciuman mereka pagi tadi.

Jacob suka rumah makan ala Jawa-Sunda ini, masakannya juga enak. Ini salah satu restoran kesukaannya. Tapi seleranya hilang ketika melihat wanita badut itu masuk. "Siapa yang pergi ke kantor dengan celana kulit ketat dan jas merah menyala seperti itu, memang dia mau fashion show?" tanyanya dalam hati. Dia segera mengalihkan perhatiannya pada kolam ikan kecil di samping meja.

"Kita kemana sih, ini restoran ya, kamu lapar?" Lydia duduk dengan susah payah karena celananya yang terlalu ketat. Jacob memandang Lydia tidak percaya, "Bagaimana dia malah menuduh Jacob yang lapar?" pikirnya kesal. 

"Perutmu itu yang membawaku kesini. Cepat pilih makananmu dan makan." Lydia segera memegang perutnya dengan malu. "Oh, ini benar restoran? Sangat berbeda dengan restoran kebanyakan di Korea," batin Lydia menatap sekelilingnya.

"Aku tidak mengerti makanan apa yang enak, kamu aja yang pilih, samakan saja." ujarnya menatap Jacob dengan penuh harap. Setelah tahu mereka akan makan dia menjadi sangat kelaparan.

Jacob memanggil pelayan, lalu berkata "Janda 2, sedang ya. Dan 2 es teh manis." Kening Lydia segera berkerut mendengar pesanan Jacob. "Janda… widow? Aish makanan aneh seperti apa itu?" pikirnya penasaran.

Pria itu setelah selesai memesan langsung sibuk dengan handphone. Lydia juga tidak mau kalah, dia segera mengambil fotonya, ini pengalaman baru bagi Ratu Ulzzang, Lydia Kurnia. Dia segera mengetik dengan semangat, "Pertama kali makan Janda." Lydia segera post di IG-nya.

Saat makanan itu datang, air liur Lydia langsung terbit, wanginya yang menyeruak, sungguh menggoda. Janda itu, sangat pandai memasak. Lydia segera mulai makan dengan lahap. Jacob mendengus melihat wanita itu makan dengan kalap, dia seperti belum makan selama seminggu. 

"Kamu, harus perkenalkan aku sama janda ini, masakannya enak sekali." Jacob sampai berhenti makan mendengar ucapannya.

"Apa?" 

"Janda yang masak sup ini, aku mau ketemu, aku mau berfoto dengannya, aku mau kasih review bagus untuk restorannya," ucap Lydia sambil menggerogoti tulang sapi yang lunak. Jacob segera mendengus geli.

"Sudah, kalau tidak mengerti kamu makan saja, nggak usah review segala. Cepat habiskan nanti aku antar kamu pulang." Jacob tersenyum mendengar kekonyolan yang Lydia baru saja katakan.

Lydia menatap Jacob yang tersenyum kepadanya, matanya yang dari kemarin dingin, kali ini berkilat jenaka, tiba-tiba hatinya bergetar. "Apa ini yang tiba-tiba dia rasakan?" perasaannya tak enak.

"Papa bilang aku harus kerja, lagi pula, mobilku ada di kantor." Dia langsung meminum es teh untuk mengalihkan perasaannya. "Hmm, rasa tehnya juga berbeda rasanya berbeda dengan teh korea," pikirnya lagi. 

Jacob memandang Lydia yang terbatuk karena minum terlalu cepat. Ada bagusnya juga jika Lydia bekerja di kantor. Dengan begitu dia bisa menggoda Lydia setiap hari.

"Oke, nanti aku urus ID card-mu agar bisa masuk." Jacob kembali tersenyum, dan hati Lydia kembali bergetar. "Aish, ada apa ini dengan hatiku?" Lydia menjadi kesal sendiri dengan perasannya.

Mereka kembali ke kantor dengan suasana hati yang berbeda. Walau Lydia tadi merasa terpaksa, tapi sepertinya memasuki perusahaan menjadi asisten sepertinya boleh juga, yang penting Lydia sudah di dalam perusahaan.

Saat di mobil, Jacob melirik ke arah wanita yang sedang bergumam sumbang di sebelahnya. Dia melepaskan jas merah noraknya, ternyata dia mengenakan kaos bertali tipis di dalamnya, yang memperlihatkan pundaknya yang putih dan dadanya yang penuh. Jacob menghela napas, mau tak mau, teringat pemandangan indah semalam. "Hmm, apa yang dia pikirkan? Dia harus fokus!" gerutunya dalam hati.

Petugas keamanan lobi kembali tersenyum kepada Jacob sambil memandang Lydia. Kali ini Lydia boleh masuk, karena dia menempel pada Jacob. Separuh hatinya bersyukur, tapi separuhnya lagi mendongkol karena mereka lebih mengenal Jacob daripada dirinya.

Jacob membawa Lydia ke bagian HRD untuk membuat ID card untuknya tapi Lydia sangat menyesal tidak membawa lampu tambahan untuk fotonya. Wanita cerewet itu terus mengeluh karena hasil fotonya jelek. Jacob kembali jengkel dan hampir membatalkan semuanya rencananya.

Namun Lydia lebih kesal lagi saat dia mendengar bisik-bisik yang tak menyenangkan saat di toilet. "CEO membawa pacarnya yang bodoh untuk menjadi asistennya." Seketika Lydia ingin menarik bibir orang itu, sayangnya dia tidak dapat melihat siapa orangnya.

"Di sini mejamu, kamu seruangan denganku jadi nanti aku bisa langsung kasih tahu tugasmu," ujar Jacob saat mereka memasuki ruangannya. Wanita itu mendengus. Dia benci dianggap pacar CEO yang bodoh, kalau nanti dia jadi CEO, mereka semua akan dipecat!

"Harusnya aku yang duduk di situ, kamu yang di sini." Lydia menunjuk kursi CEO dan langsung duduk sambil meletakkan kakinya di meja.

"Pemandangan disini lumayan juga, dan … kalau sambil kerja menatap wajah Jacob, lumayan juga." pikirnya, tersenyum senang. Jacob mendengus jengkel dan menghampirinya. 

"Berdiri," sentaknya pelan.

"Nggak mau, kalau mau duduk di sana aja!" Dia menunjuk kursi asisten di ujung ruangan lalu memutar kursi yang membuat Jacob harus mundur. Jacob segera menahan kursi itu dan menatap lekat-lekat ke wajah Lydia yang terkejut karena wajah mereka yang begitu dekat.

"Cepat turun!" Tapi pandangan Lydia malah ke kulit wajah Jacob yang terkelupas. Dia mengangkat tangannya untuk merasakan kulit wajah Jacob yang kering. "Masa CEO perusahaan kosmetik kulitnya kering?" gumamnya dalam hati memperhatikan wajah Jacob dengan seksama. 

Jacob tersentak kaget karena merasakan sentuhan lembut tangan Lydia di wajahnya. Dia sontak teringat kecupan mereka tadi pagi, apakah wanita ini mau lagi? Dia tersenyum tipis, mengagetkan Lidya yang segera melepaskan tangannya. Jacob baru mau melangsungkan idenya, saat pintu kantornya terbuka.

"Jacob, mana yang lebih baik, biru atau hi,-" Ava terkejut menatap Jacob dan Lydia yang seperti hendak berciuman. Jacob menegakkan tubuhnya, dan Lydia segera menyandarkan tubuhnya di kursi, mencoba menenangkan jantungnya yang berdebar kencang. "Kenapa tangannya bisa begitu cepat menyentuh wajah pria ini?" pikirnya menatap Jacob tersenyum tipis ke arah Ava. Lydia benci senyum tipis itu.

"Oh…, maaf aku mengganggu." Wanita berambut pendek itu segera keluar dengan canggung. Jacob memberi tanda pada Lydia agar pindah ke mejanya sambil keluar mencari Ava.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yanti D
Wow benget
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status