Share

Memamerkan Kemesraan

Septi masuk kerja seperti biasa. Jabatannya adalah sebagai  general manajer di sebuah perusahaan textile. Dia tergolong sangat mampu dalam pekerjaannya. Sehingga di umur yang hampir kepala tiga dia dipercayakan sebagai general manajer.

Dia menitipkan Rasmi dan Bagas kepada asisten rumah tangganya . Seorang ibu-ibu yang sudah sangat dekat dengannya. Dia ikutan sedih atas kejadian yang menimpa keluarga Septi. Beliau selalu berpesan untuk bersabar. Semua pasti ada balasannya dan hikmahnya.

“Siapa tahu, di balik musibah ini. Ada rezeki besar menanti.” Begitu beliau berkata. Entah kenapa perkataan tersebut selalu terngiang di kepala Septi. Membuat Septi merasa sangat yakin.

Dan benar saja. Hari ini. Dia mendapatkan berita bahwa CEO perusahaannya mengundurkan diri. Alasannya karena ingin mendirikan perusahaannya sendiri. CEO tersebut memanggil Septi untuk menghadapnya.

“Selamat Pagi, Pak. Ada yang bisa saya bantu?”

“Mulai hari ini, kamu siap-siap ya. Saya akan memberi pelatihan kepada kamu. Sebelum saya benar-benar mengundurkan diri dari perusahaan ini.”

“Maksudnya Pak?”

“Saya sudah mendiskusikannya kepada pemilik perusahaan. Saya memilih kamu yang sekiranya memiliki kinerja yang terbaik. Bisa mengatur semua devisi di perusahaan ini. Kamu yang akan menggantikan saya sebagai CEO di perusahaan ini.

Septi langsung menutup mulutnya yang mengangga. Tidak pernah terlintas di benaknya kalau dia akan menjadi CEO di perusahaan ini. Selama ini dia sudah merasa nyaman dengan posisinya. Tidak pernah terpikirkan untuk naik jabatah. Namun, sekarang seolah rezeki sedang berpihak kepadanya. Dia akan menempati posisi tertinggi di perusahaan ini.

Dia jadi mengingat apa yang dikatakan oleh asisten rumah tangganya. Bik Ratih. Di balik musibah, pasti ada rezeki yang lebih besar menanti. Dia ingin mengungkapkan kebahagiaannya kepada asisten rumah tangga yang sudah dia anggap sebagai ibunya sendiri itu.

Sore itu. Setelah melakukan training yang cukup panjang. Melelahkan. Namun, Septi sangat menikmati Wanita itu pun pulang ke rumah.

Namun, senyum yang tampak di wajahnya saat di depan rumah mendadak menjadi mendung, tatkala melihat Jihan dan Wisnu datang ke rumah. Mereka tampak sangat mesra. Saling bergandengan tangan. Sepertinya Wisnu sengaja pergi ke situ untuk menemui kedua anaknya. Namun, kedua anak yang dikunjungi tampak berlindung di balik badan Bik Ratih. Tidak sudi disentuh oleh ayah kandungnya.

Melihat Septi yang turun dari mobil, seketika Wisnu beralih kepada Septi. Menghardiknya.

“Ini pasti ulah kamu kan? Kamu menjelek-jelekkan aku di depan kedua anakku sampai mereka tidak mau aku sentuh.”

Septi masih tenang. Tidak menjawab. Sekilas dia melihat Jihan yang terlihat sinis. Girang sekali sepertinya dia melihat Septi yang dimarahi oleh Wisnu.

“Buat apa menjelek-jelekkan kamu, Mas. Tanpa aku melakukannya. Kamu sudah menunjukan kejelekanmu dengan mendekati wanita ini. Jelas dong mereka ngambek sama kamu.”

Septi melenggang begitu saja. Langkahnya seperti tanpa beban melewati mereka berdua. Pengkhianat dan pengkhianat. Memang klop mereka. Sungguh tidak sedikit pun Septi merasa cemburu. Atau sakit hati lagi. Dia sudah melupakan semuanya. Rasa cintanya tidak tersisa sama sekali untuk Wisnu.

“Kurang ajar kamu! Suami lagi ngomong kok ditinggalin begitu saja!”

Septi tidak menggubris. Dia bersama dengan Bik Ratih menggiring kedua anak itu untuk masuk ke rumah. Bik Ratih tampak geleng-geleng kepala melihat kelakukan Wisnu. Ikut sakit hati dia.

“Kalau memang dia berniat mengunjungi keluarga ini. Harusnya tidak perlu membawa wanita jalang itu!”

“Sudahlah, Bik. Biarkan saja. Nanti kalau bosan, mereka juga pulang.”

Septi sama sekali tidak keberatan dengan kehadiran mereka. Bahkan mereka tampak di ruang tamu bermesra-mesraan, Septi tidak peduli. Namun, yang Septi khawatirkan adalah perasaan anak-anaknya. Sakit hati melihat bapaknya bersama dengan wanita lain. Bahkan, Rahmi saja tidak segan untuk mengusirnya.

“Tante, ngapain ke sini? Pergi sana!”

Rahmi kecil mengacungkan jemarinya keluar. Ekspresi wajahnya marah menggemaskan. Namun, dari sorot matanya yang polo situ tampak terluka. Kehilangan sosok ayah yang paling dia cintai.

“Hush, Rasmi.  enggak boleh berkata seperti itu. Kamu harus sopan ya sama Tante.”

Jihan berkata dengan lembut. Namun sangat menjengkelkan. Septi mendengus pelan. Sepertinya dia harus bertindak. Sebelum kejiwaan anaknya terganggu.

“Sebaiknya, Mas pulang saja ke rumah Jihan. Jangan di sini. Kasihan anak-anak.”

Wisnu melotot. Dia yang semua duduk pun berdiri.

“Kamu itu! Aku sudah berniat baik mengunjungi kalian. Malah diusir!”

Septi jengah. Suaminya berubah menjadi sosok yang lain sejak dekat dengan Jihan. Entah racun apa yang dimasukan Jihan ke dalam otak suaminya sampai-sampai pria itu menjadi sangat pemarah. Tidak ramah. Tidak punya perasaan dengan keluarganya sendiri.

“Niat baikmu tidak diterima di keluarga ini, Mas. Kamu lebih sering memperhatikan wanita ini dibandingkan aku dan anak-anak kita. Kamu malah sengaja memamerkan dia dengan membawanya ke sini. Tanpa mempertimbangkan bagaimana perasaan anak-anakmu.”

Septi sengaja menyebut wanita ini. Karena mulutnya tidak sudi untuk menyebut nama sahabat yang tega menikam dari belakang.

Tiba-tiba, Jihan menangis. Sontak saja, Wisnu langsung menenangkannya.

“Kamu kenapa Sayang?”

“Aku sudah berniat baik, Mas. Ingin menjalin hubungan yang baik dengan Septi dan kedua anaknya. Yang sudah aku anggap sebagai anakku seniri. Tapi, kenapa ya Septi tidak mau menerima kebaikanku, Mas. Dia malah menganggapku mengacaukan perasaan anak-anaknya.”

Wisnu langsung menoleh tajam ke Septi. Pria itu tersungut dengan tatapan tajam. Seolah menganggap Septi adalah musuh besarnya.

“Lihat! Akibat ulahmu! Kenapa sih kamu tidak mau menerima Jihan? Apa susahnya menerima dia sebagai saudara madumu! Malah lebih bagus peranmu sebagai istri akan terbantu dengan kehadiran Jihan!”

Terbantu dia bilang? Yang ada malah semakin memperkeruh. Kalau begini. Mending dia lepas saja Wisnu bersama dengan Jihan. Dia iklas lahir batin. Sayangnya, keadaannya yang sedang hamil. Belum memungkinkan untuk itu. Dan Dia juga tidak bisa sembarangan berkata kepada Wisnu. Mengingat ada dua buah hatinya di situ. Pertengkaran orang tua akan membuat jiwa anak rusak. Septi tidak mau kalau sampai hal itu terjadi.

Daripada meladeni Wisnu. Septi lebih memilih menggiring anak-anaknya untuk ke belakang. Di sana ada taman bermain. Sambil membantu Bik Ratih memasak. Dia bisa bercengkrama dengan anaknya.

“Heh! Mau kemana kamu! Kebiasaan ya, Suami belum selesai berbicara sudah pergi!”

Bagas tampak berbalik. Yang sangat mengejutkan. Anak yang biasanya pendiam itu terlihat mendorong ayahnya, juga wanita tidak tahu diri di sampingnya. Tanpa Septi berbicara apapun, kedua anaknya sudah tanggap. Rasa benci perlahan tumbuh di hati mereka. Apa yang kamu tanam itu yang kamu tuai, Mas.

“Pergi! Saya enggak suka lihat ayah dan tante di sini!”

Wisnu tidak bisa berkutik. Dia merasa tidak nyaman berada di rumahnya sendiri karena kedua anaknya yang membencinya. Pria itu menundukkan badan. Membujuk Bagas. Namun, Bagas tidak bergeming. Dia tetap menginginkan kedua orang itu pergi segera dari rumah itu.

Wisnu pun mengalah pergi. Dia mengandeng tangan Jihan. Sekilas, dia memandang sinis  terhadap Septi, seolah ingin berkata. Awas saja. Namun, Septi sama sekali tidak takut. Septi bagaikan harimau betina. Kalau sudah waktunya nanti. Mereka yang akan diterkam hidup-hidup.

Setelah itu, keadaan damai. Mereka makan malam dan dilanjut dengan belajar. Kedua anak itu sama sekali tidak menanyakan tentang ayahnya. Malah asyik belajar. Bahkan yang membuat Septi trenyuh, kedua anak itu malah menghibur Septi, seolah mengerti kalau hati sang ibu tersakiti.

*

Keesokan harinya, baru saja Septi mau berangkat kerja. Terlebih dahulu dia  mengantar Bik Ratih untuk mendampingi Rasmi dan Bagas. Namun, baru saja mereka keluar rumah. Sudah ada tamu yang tidak diundang. Marni dan Dina. Mau bikin keributan apalagi mereka.  sudah ada Marni dan Dina. 

"Mau membuat keributan apa lagi kalian?" tanya Septi, memutuskan untuk mengkonfrontasi kedua wanita itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status