Beranda / Lainnya / Jagoan Kampung Merantau Ke Kota / Bab 143" Tetap Jadi Manusia

Share

Bab 143" Tetap Jadi Manusia

Penulis: Ayusqie
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-06 23:52:42

**

Pukul tiga dini hari, Gending telah sampai kembali di rumah Acropolis. Ia terpaksa meminta maaf pada Pak Budi yang membukakan pintu pagar untuknya.

Sampai di ruang kamarnya Gending langsung saja membanting tubuhnya di atas kasur dengan posisi telungkup.

Aduh, ada yang mengganjal, keluhnya dalam hati.

Ia memiringkan badannya sedikit, lalu mencabut sebuah pistol palsu yang terselip di pinggang dan meletakkannya begitu saja di dekat bantal.

“Hehh..!” Gending mendengus kecil.

“Pistol korek api harga cepe-an!” Katanya dalam hati.

Ia masih tidak menyangka bahwa Kelvin bisa begitu mudah ia kelabui hanya dengan sebuah  pistol palsu.

Lalu sekarang, setelah ia menyelesaikan uruan pribadinya dengan Kelvin, apakah sang ajudan ini sudah merasa puas? 

Cukup, sudah cukup puas. Akan tetapi, dalam kadar yang jauh lebih besar, justru ia merasa bersyukur.

Mengapa begitu?

Karena ia berhasil

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 208: Pertanyaan Sejumlah Peluru

    **Fiiuhh..! Aku menarik nafas lagi.Selanjutnya, bagaimana ini?Supaya kelihatan cool dan tidak gugup, aku berjalan mondar-mandir saja dulu.Ya, aku pun berjalan lima langkah ke arah kanan, lalu berbalik lagi ke arah kiri. Begitu terus berkali-kali.Sembari berjalan itu aku mengusap wajahku, daguku, dan merapikan rambutku.Pistol revolver milik Kenzo tadi aku pegang dengan tangan kanan seperti menenteng kaos kaki.Sikapku santai, tenang, percaya diri, namun menguarkan aura maut yang menciutkan nyali. Kenzo dan Niko pun menolah-noleh, searah dengan sosokku yang mondar-mandir di depan mereka berdua.Mereka cemas bukan buatan. Akan tetapi, apakah mereka menyesal? Apakah mereka telah kalah? Atau menyerah??Nah, itu yang masih aku cari tahu. Sebab biasanya, mentalitas orang yang telah terbiasa menghabisi nyawa orang lain akan lebih didominasi oleh kenekatan.

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 207: Leg Lock

    **Lebih dekat lagi.,Lebih dekat lagi.., Fiuhh..! Orang yang bernama Niko malah menyenggol-nyenggol tubuhku dari arah yang tidak bisa aku serang.Aku terus bertahan, pura-pura pingsan. Kedua mataku yang terbuka setengah aku pertahankan untuk tidak berkedip.Serrrr..! Begitu rasanya aliran darahku sewaktu melihat Kenzo mengambil sepucuk revolver dari balik pinggangnya.Kenzo lantas menurunkan tangannya ke bawah, mengarahkan moncong pistol ke arah kepalaku.“Cepat! Tunggu apa lagi?? Habisi dia!” Kata Niko geregetan, mulai tak sabar.Kenzo mengangguk. Ia kemudian memasukkan jari telunjuknya pada trigger pistol, dan membidik tepat di kepalaku.Apakah ini sudah saatnya?Sekali lagi, sudah saatnya..??Ya!Inilah saatnya!Secepat geliatan macan secepat itu pula aku berkelit. Zzzttt..! Tubuhku berguling satu kali, lalu kedua kakiku naik ke atas saling silang

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 206: Habisi Dia!

    **Ciiiiiitt..!Terdengar jeritan roda mobil yang menggesek aspal. Beberapa meter kemudian mobil sedan hitam yang baru saja menabrak Gending itu pun berhenti di tepi jalan.Lampu depannya tetap menyala. Asap tipis berwarna putih keluar dari moncong knalpot yang segera diembunkan oleh udara malam.Di dalam mobil sedan hitam itu, Niko dan Kenzo serentak menoleh ke arah belakang. Pandangan mereka berdua menembus kaca belakang, melihat dan memperhatikan sosok Gending yang barusan tadi mereka tabrak.“Apa dia masih hidup?” Tanya Niko, si lelaki berambut gondrong, yang duduk di balik kemudi. Kenzo, lelaki rambut pendek yang ditanya pun semakin menajamkan pandangannya ke sosok yang sedang tergeletak di aspal itu.“Pasti sudah mati, sudah tidak bergerak begitu.” Sahut Kenzo.Berbeda dengan Niko yang sebelah tangannya tetap bertengger di lingkar kemudi. Ia merasa tidak sependapat dengan Kenzo si komptatrio

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 205: Penyesalan Widya

    **Tuuutt..!Tiga kali,Hingga berkali-kali Widya menelepon Gending, namun panggilannya tetap tidak diangkat oleh sang ajudan itu.Widya menarik nafas yang dalam, lalu menunduk. Rasa bersalah di dalam dirinya semakin merajalela, membuat dirinya tidak nyaman dan mendadak jadi gelisah.“Gending pasti marah kepadaku,” katanya dalam hati.“Itu makanya dia tidak mau mengangkat teleponku.”Tiba-tiba, ada yang membersit di dalam ingatan Widya. Bersamaan dengan itu telinganya menegang dan bulu romanya meremang.“Saya pergi dari rumah Acropolis malam hari.”“Malam hari, kenapa begitu?”“Supaya saya tidak perlu berpamitan dengan Ibu Suri dan juga Venus.”Itu adalah potongan dialog antara Gending dengan dirinya tadi siang di kantor. Kata-kata Gending yang terakhir dalam dialog itu seakan mengiang-ngiang di dalam telinga Widya.Widya tersentak. Ia menat

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 204: It’s Over, Honey

    **Prakk..!Widya terkejut!Tiba-tiba saja lukisan bergambar badut hello Kitty dan wanita berbusana pengantin di dinding kamarnya terjatuh.Tentunya, hal itu memutus kesedihan yang ia ratapi sejak beberapa jam yang lalu. Perlahan ia mengangkat wajahnya dari bantal yang telah basah akibat air matanya sendiri.Bayangan Kelvin, yang sejak tadi menghuni alam pikirannnya sekejap raib. Digantikan keanehan yang berusaha ia nalari dengan logika yang wajar.Putri Wibisono ini pun bangkit dari ranjangnya. Sebentar ia duduk di tepian ranjang, terisak beberapa kali, sambil mengusap air matanya menggunakan punggung tapak tangan, kanan dan kiri bergantian.Ia lalu berjalan pelan menuju ke satu bidang dinding di sisi kiri. Sampai di situ, ia membungkuk, mengambil lukisan badut hello Kitty yang terjatuh dan memeriksa bingkainya.Ini adalah lukisan karya anak down syndrome bernama Mikhail, yang ia dapat dari sebuah lomba di Taman Mini Indonesia

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 203: Tabrak Brak!

    **“Kenapa kamu tidak mau berpamitan dengan Ibu Suri?”“Entahlah, Iroh.., aku merasa tidak tega saja.”“Aku tidak sanggup melihat matanya, melihat wajahnya, melihat sosoknya di kursi roda, lalu bilang pamit mau pergi.., rasanya, Iroh, seperti mau meninggalkan ibu sendiri.”“Sepertinya, kamu sudah cukup dekat dengan Ibu Suri itu ya?”“Bisa dikatakan, begitulah. Ibu Suri itu orangnya baik, Iroh. Jauh berbeda dengan Miss Widya anaknya.”“Kamu tahu kan, ada pepatah yang berbunyi; buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Nah, Miss Widya ini jatuhnya jauh, jauh banget dari pohonnya.”Terdengar suara helaan nafas yang panjang dari sisi Iroh.“Jangankan dengan Ibu Suri, bahkan dengan Venus saja aku tak sampai hati mau pamit.”“Orang bilang, mata adalah jendela hati. Maka begitulah kira-kira ketika aku melihat bola mata Venus.”&ldq

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status