Share

Bab 9: Sumpah Pocong

Author: Ayusqie
last update Last Updated: 2025-06-06 23:52:40

**

Hati Widya begitu kisruh saat ini. Ada banyak perasaan yang bergejolak dan itu didominasi oleh rasa jengah, marah, salah tingkah, tidak nyaman, risih, keki, gugup.., whatever!

Apa pun itu membuat Widya ingin memasuki kamar mandi pribadinya di kantor ini. Ia ingin meludah, muntah, atau bila perlu mandi besar sekalian. Ganjil, entah mengapa ia tiba-tiba merasa jijik.

Cepat ia melipat surat dan memasukkannya ke dalam saku jasnya. Setelah itu ia putar badan. Tetapi, langkah kakinya tertahan di satu sudut persis di samping wastafel.

Pada detik ini juga ia tak sudi, jika Mojo si lelaki badut itu mengetahui dirinya yang akan masuk ke kamar kecil.

Privasi!

Widya putar haluan lagi, ingin keluar, tepatnya menuju toilet umum yang berada di ujung lorong, tak jauh dari resepsionis dan ruang rapat. Widya membuka daun pintu kantornya dan berhenti sebentar untuk..,

“Jangan sentuh apa pun di ruangan saya ini!” Pesannya ketus pada Mojo.<

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 10: CEO Kok Gitu

    **“Heeee..! Apa-apaan ini??” Tanyaku dalam hati.“Kelilit tali pocong dari mana dia kok bersikap macam anak-anak begitu??”“Ibu Widya ini CEO, kan??” Batinku terus bertanya-tanya.“Lhaaa.., CEO kok gitu??”Aku menelan ludah. Bingung tak tahu harus bagaimana melihat Ibu Widya itu menghentak-hentakkan kakinya ke lantai, sembari meremas-remas kepalan tangan, disusul kemudian dengan berjalan hilir mudik macam setrika laundry.Sungguh aku tak habis pikir. Apa yang membuatnya tiba-tiba berubah dengan sangat drastis begitu. Dari seorang pemimpin perusahaan yang anggun dan berwibawa menjadi.., konyol?Ya, konyol. Kocak juga, iya.Tuh, tuh, wajahnya cemberut macam jeruk purut. Seperti anak-anak mau menangis tapi tidak jadi, atau seperti orang yang.., bisulnya mau pecah.Aku terus memandangi Ibu Widya yang hilir mudik di seberang situ. Ia tampak blingsatan sendiri, panik, dan bingun

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 9: Sumpah Pocong

    **Hati Widya begitu kisruh saat ini. Ada banyak perasaan yang bergejolak dan itu didominasi oleh rasa jengah, marah, salah tingkah, tidak nyaman, risih, keki, gugup.., whatever!Apa pun itu membuat Widya ingin memasuki kamar mandi pribadinya di kantor ini. Ia ingin meludah, muntah, atau bila perlu mandi besar sekalian. Ganjil, entah mengapa ia tiba-tiba merasa jijik.Cepat ia melipat surat dan memasukkannya ke dalam saku jasnya. Setelah itu ia putar badan. Tetapi, langkah kakinya tertahan di satu sudut persis di samping wastafel.Pada detik ini juga ia tak sudi, jika Mojo si lelaki badut itu mengetahui dirinya yang akan masuk ke kamar kecil.Privasi!Widya putar haluan lagi, ingin keluar, tepatnya menuju toilet umum yang berada di ujung lorong, tak jauh dari resepsionis dan ruang rapat. Widya membuka daun pintu kantornya dan berhenti sebentar untuk..,“Jangan sentuh apa pun di ruangan saya ini!” Pesannya ketus pada Mojo.

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 8: Isi Surat

    **Widya Wibisono, sang CEO yang cantik dan energik ini merasa amat tersinggung dengan pertanyaan dari lelaki bernama Mojo di depannya.Spontan ia mendelikkan mata dan menghunuskan tatapannya ke arah Mojo. Jengkelnya lagi, Mojo itu menunjukkan ekpresi wajah seperti salah tingkah. Bukannya merasa bersalah.Mengapa? Mengapa Widya harus tersinggung? Bukankah itu pertanyaan yang wajar dan itu normal?Sayangnya, saat ini, tidak!Mengapa?Karena di setiap lebaran atau di setiap momen apa pun, setiap bertemu dengan saudara, kerabat atau sahabatnya, ia kerap mendapat pertanyaan yang senada; ‘kapan nikah’, kapan kawin’, ‘cepetan kawin bentar lagi kiamat’, begitu lho!Ada makna yang tersembunyi di balik pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Bahwa, dirinya ini jomblo-lah, tidak laku-lah.Sementara ia sendiri belum terpikir akan segera menikah. Lagi pula Kelvin Hammond, k

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 7: Kapan Nikah

    **Aku ingin segera menanyakan status Ibu Widya ini. Masih lajang-kah? Atau, sudah menikah-kah? Akan tetapi, menurut hematku itu tidak sopan.Aku butuh banyak perbincangan terlebih dulu. Butuh pendekatan yang persuasif untuk menanyakan sesuatu yang berada di ranah pribadi itu.Lagi pula, sekarang ini ia sedang gondok-gondoknya. Maksudku, sedang jengkel setengah mati. Ya karena aku, ya karena situasi, dan karena beberapa hal berikut yang selanjutnya ia pertanyakan padaku.“Kamu ingat waktu dulu kita bertabrakan di sudut jalan? Hape yang saya pegang terjatuh. Buah melon yang sedang kamu pegang juga terjatuh, ingat?”“Ingat, Bu,” jawabku pelan.“Jujur ya, waktu itu saya marah sekali karena keteledoran kamu sewaktu berjalan.”Kamu yang teledor! Sahutku dalam hati. Kamu yang berjalan tanpa melihat kanan-kiri, kamu yang berjalan sambil mengutak-atik ponsel!Ibu Widya meneruskan kata-katanya.

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 6: Kuntilanak di Balik Meja

    **Sang CEO, alias Ibu Widya itu, juga tak kepalang terkejutnya. Ia sampai membuka kacamata dan mengucek-ngucek matanya.Tanpa sadar ia bangkit berdiri. Aku yang sudah duduk pun ikut berdiri.“Kamu..,” jarinya menuding aku.“Kamu..,” aku pun menuding dia.Sontak saja ia meradang.“Lancang betul kamu berani menuding-nuding saya di kantor saya sendiri??” Ketusnya seketika.Deg! Jantungku seakan berhenti berdegup. Aku langsung terbungkam beberapa saat.“Maaf, maaf, maafkan saya, Bu.” Aku menurunkan tudingan tanganku, lalu pelan-pelan kembali duduk.Aku yang tak sanggup menerima tatapan tajam Ibu Widya cepat saja menundukkan kepala.Oh, betapa ajaibnya kehidupan ini!Dulu ketika aku kesulitan mencari alamat Wisnu Wibisono, aku merasa dunia ini teramat sangat luasnya. Namun sekarang ketika aku telah menemukannya, ternyata dunia hanya selebar daun kelor. Tak lebih!Bagaimana mungkin, oh, bagaimana mungkin??Ibu Widya Wibisono sang CEO ini ternyata wanita yang tadi malam aku selamatkan di bu

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 5: Arung Tower

    Keesokan harinya..,Dengan menaiki bus lalu aku teruskan dengan naik ojek online, akhirnya siang ini aku sampai di Priok, tepat pada alamat yang aku tuju. Sesuai dengan petunjuk yang kudapat dari Galih tadi malam. Lalu sekarang, aku berdiri canggung di tepi jalan raya. Matahari terik kota Jakarta hampir mencapai titik kulminasinya, membuatku terpaksa menyipitkan mata.Kepalaku menengadah, menatap sebuah gedung tinggi nan megah dengan pucuknya yang tampak menusuk langit.Dua puluh lima lantai, kurang lebih, inilah dia, gedung yang bernama Arung Tower. Jendela-jendela kantornya yang persegi tampak tersusun simetris dari atas ke bawah, juga dari kanan ke kiri.Aku kemudian melangkah menuju gedung Arung Tower itu. Sembari berjalan aku membetulkan posisi tas selempangku, sembari meyakinkan diri bahwa sepucuk surat yang terbungkus amplop untuk Pak Wisnu Wibisono telah berada di dalamnya sejak aku pergi dari rumah tadi. “Permisi, selamat siang, Pak,” sapaku pada seorang petugas sekuriti,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status