"Kondisinya sudah membaik, tapi ada yang harus kita bicarakan."
Gray yang masih duduk di samping istrinya menoleh, dia melihat Ray dan Daniela yang sudah ada di ruangan itu sejak dirinya datang. Sepertinya tidak ada yang harus disembunyikan lagi.
Raut kesedihan terlihat di wajah Daniela, setelah Gray mengatakan penyakit istrinya Daniela tidak berhenti menangis. Ray hanya bisa diam, dia tidak menyangka Gray dan Amayra bisa menyembunyikan kesedihan sendiri dari semua orang dan keluarga besar mereka.
Tapi mengingat kondisi Amayra, mereka sepakat merahasiakan hal itu karena kalau sampai Ibu mereka mengetahui kondisi Amayra--Gretta pasti akan langsung memisahkan Gray dan Amayra dengan paksa.
Atas persetujuan Gray akhirnya operasi besar itu dilakukan. Operasi pengangkatan rahim Amayra.
Kenyataan tentang Amayra tidak bisa disembunyikan lagi, keluarga Gray sudah mengetahuinya. Syarat yang diajukan Gretta selama satu tahun sudah dianggap tidak berlaku, karena bagaimana mungkin Amayra bisa memiliki anak--dia bahkan sudah tidak memiliki rahim.
Sejak saat itu Gretta semakin gencar memaksa Gray menceraikan Amayra, tapi Gray tetap bertahan. Cintanya pada Amayra akan dia pertahankan.
***
Satu bulan telah berlalu, Amayra juga sudah pulih pasca operasinya. Dia bisa kembali pulang ke rumah. Gray menggandeng tangan istrinya, namun tak ada raut kebahagiaan di wajah wanita itu.
Amayra masuk ke kamar tanpa mengatakan apapun pada Gray. Amayra sangat sedih dan kecewa, harapan satu-satunya tidak akan pernah terwujud sekarang.
Amayra menatap pemandangan luar dari jendela kamarnya, membelakangi Gray yang dari tadi menatapnya cemas.
"Keputusanku tidak berubah Gray. Aku ingin kita bercerai. Aku sudah tidak memiliki harapan lagi. Aku tidak akan bisa membahagiakan dirimu!" air mata Amayra mengalir di kedua pipinya.
Raut cemas diwajah Gray sudah menghilang, dia terlalu terkejut, lidahnya seperti terkunci. Gray hanya diam menatap punggung istrinya.
"Tanpa persetujuanku kau mengizinkan para Dokter itu mengangkat rahimku! Bagaimana bisa kau melakukan itu! Kalian sudah merenggut hakku untuk menjadi Ibu!"
"Apa kau tidak berpikir, apa yang terjadi kalau kau tidak di operasi waktu itu! Hidupmu dalam bahaya, Amayra!"
Amayra berbalik dan berteriak, "Biarkan saja aku mati! Sekarang apa gunanya aku hidup! Aku tidak bisa membuat keluarga kita bahagia!"
"Baiklah, semua hanya tentang dirimu 'kan? Terus saja seperti itu!"
Gray pergi dari kamar itu sambil menutup pintu dengan keras. Cukup, dia sudah tidak bisa bertahan lebih lama. Apa gunanya sebuah hubungan kalau hanya berjuang seorang diri.
Amayra menatap pintu di depannya dengan raut sedih. Bersabar memang tidak ada batasnya, tapi Amayra hanya perempuan biasa dengan banyak kelemahan. Ini sudah melewati batasnya, dia hanya harus membiarkan pria yang dicintai pergi dari sisinya, karena Amayra tahu Gray tidak akan bisa bahagia bila tetap disampingnya.
Gray mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi melewati jalan yang sudah mulai lengang. Jarum di speedometer mobil menunjuk ke arah angka 160 km/jam. Hal yang menguntungkan karena jalanan sedang lengang. Amarah dan rasa kecewa berkecamuk didalam dada. Gray terus memacu mobilnya.
*
Seperti hari-hari sebelumnya, Mia dengan sabar merawat Fia, memberinya makan, membersihkan tubuhnya dan menunggu di sampingnya saat malam. Sesekali Mia akan melihat sesuatu yang menyakitkan hatinya. Saat penyakit itu mulai menyerang adiknya, Fia akan merasakan kesakitan yang luar biasa pada perutnya dan memuntahkan banyak darah.
Mia juga merasakan sakit itu, serasa tubuhnya bergetar ketakutan melihat Fia yang sangat menderita.
Suster Sarah mengatakan pada Mia, operasi transplantasi hati harus segera dilakukan. Tapi operasi itu akan dilakukan oleh seorang Dokter Spesialis dari luar negeri dan memerlukan biaya yang besar, meski Suster Sarah sudah meminjamkan uangnya dan ditambah tabungan Mia tapi itu tidak cukup.
Angin berhembus kencang dan malam sangat pekat tanpa bulan dan bintang yang menghiasi langit. Mia berjalan dengan langkah yang gontai. Dia terlihat putus asa.
Siapa orang yang bisa menolongnya?
Tiba-tiba wajah seseorang terlintas dalam pikiran. Mia menemukan seseorang yang mungkin bisa membantunya. Mungkin ini sudah saatnya dia melupakan masa lalu.
Rumah mewah itu berdiri kokoh di depannya dengan gerbang yang menjulang tinggi. Sudah empat tahun Mia tidak ke tempat ini, kenangan di masa lalu mulai berputar seperti kaset rusak. Disinilah Mia menaruh harapan besar pada orang-orang yang tinggal di rumah itu sekarang, Om dan Kakak sepupunya.
Mia masuk ke rumah mewah itu, ternyata banyak sekali perubahan dekorasi di dalamnya dan hal itu membuatnya sedih. Kenangan masa lalu perlahan menghilang.
Suara dari halaman disamping rumah menarik perhatian Mia, dua orang pria tampak berbincang sambil menikmati angin malam yang berhembus. Tanpa menyadari kehadiran Mia, mereka terus berbicara.
"Kau membuatku kecewa, Evan." ucap seorang pria paruh baya, terlihat kemarahan di wajahnya. Ronny Elard, saudara kembar Rudy Elard--Ayah Mia dan Fia.
"Pa, beri aku waktu lagi."
"Membawa gadis itu saja tidak becus! Sudah susah payah aku menyingkirkan Rudy dan Istrinya, buatlah ini menjadi mudah. Kita harus mendapatkan Fia, karena tanpa gadis itu kita tidak bisa menguasai seluruh harta ini! Kita perlu tanda tangannya!"
"Baiklah, kalau perlu aku akan membawanya dengan paksa!"
"Itu baru putraku!"
"Menjijikkan!"
Sebuah suara menginterupsi pembicaraan Ayah dan Anak, dua orang pria itu terkejut melihat tamu yang tidak diundang menatap mereka nyalang.
Mia benar-benar tidak mengerti, kenapa ada orang serakus seperti Paman dan Sepupunya yang tega berbuat tidak adil kepada keluarga sendiri. Mia, bahkan pernah terpedaya dengan mulut manis pamannya hingga dirinya menandatangani lembaran kertas. Sampai akhirnya Mia mengerti itu adalah berkas pengalihan harta warisan. Mia bahkan tidak bisa membuat pembelaan karena uang diatas segalanya, hukum tunduk pada uang. Begitulah yang Mia alami tapi perempuan itu yakin bahwa keadilan masih bisa dia dapatkan suatu saat nanti.
Sekarang Mia harus melindungi adiknya dari keluarga yang bersifat lintah itu, yang suka menghisap darah keluarganya sendiri.
"Mia, keponakanku! Kau salah paham, Nak!"
"Dengan membawa harapan untuk meminta pertolongan pada Om dan Kakakku, aku datang ke rumah ini. Adikku Fia dalam keadaan kritis, dia membutuhkan biaya operasi. Jika di hati kalian masih ada empati, apa itu akan membuat kalian berubah?"
Evan menatap Ayahnya, "Pah, apa kita harus pergi ke Rumah Sakit?"
"Apa anakku ini memiliki akal yang pendek, mana mungkin aku mengeluarkan uang, aku tidak mau rugi. Sudah dipastikan gadis itu tidak akan selamat."
"Ronny Elard, jaga ucapanmu!" Mia berteriak, suaranya menggema di dalam rumah itu.
"Aku masih bisa mencari cara lain mendapatkan harta milik adikmu, tapi aku tidak akan mengeluarkan sepeserpun. Pergilah dan mengemis di jalanan!"
Air mata mengalir deras di pipi perempuan itu, kesedihan dan amarah bergejolak di dalam hati. Untuk sekarang Mia mungkin masih lemah tapi dia pasti kembali merebut apa yang sudah direbut darinya. Mia pergi dari rumah besar Elard, diiringi dengan tawa Ronny dan Evan.
Ketika masuk ke rumah megah itu Mia dan Gray disambut dengan kelopak bunga mawar yang berterbangan di udara. Alunan lagu terdengar merdu dan setiap sudut tempat dihiasi bunga-bunga indah bermekaran. Mia terpesona dengan kejutan pesta resepsi pernikahannya, Gray menoleh ke ibunya. Siapa lagi yang bisa membuat kejutan seindah ini. Gretta tersenyum. Para tamu undangan memberi ucapan selamat pada kedua mempelai pengantin. Mereka yang datang ke acara resepsi pernikahan ini adalah rekan bisnis keluarga Adelard. Pernikahan ini bisa dikatakan sederhana berbeda dengan pernikahan Gray dan Amayra dulu yang sangat mewah. Selalu ada bayangan di bawah cahaya. Setelah insiden yang terjadi di akad pernikahan adik iparnya, Daniela semakin membenci Mia. Hanya satu hal yang bisa mengikat mereka tapi satu hal itu juga yang akan menjadi alasan mereka
Pasangan pengantin berdiri di altar pernikahan, bersalaman dengan para tamu. Senyum menghiasi bibir mereka setelah drama yang menguras emosi. Sementara di sudut tempat, Adrian menatap penuh kepedihan. Dia meninggalkan tempat pernikahan itu diikuti oleh Audrey dan Viona. Gray mengalihkan pandangannya ketika Amayra berdiri di hadapannya. Awalnya Mia tidak memahami penyebab perubahan sikap sang suami tapi ketika mendengar ucapan mereka, Mia mulai paham apa hubungan keduanya. "Selamat atas pernikahanmu, Gray." ucap Amayra dengan senyum manis dibibirnya. "Aku tidak pernah mengundangmu." Gray menggenggam tangan Mia. "Aku berdoa semoga kau selalu bahagia
Gray turun dari altar pernikahannya, dua pria yang sudah lama bersaing di dunia bisnis itu saling bertatap muka. Namun, hanya beberapa detik saja Gray sudah mendaratkan sebuah pukulan keras di wajah Adrian. "Pukulan itu untukmu yang sudah menghancurkan kehidupan Mia, merenggut paksa miliknya!" teriak Gray. Adrian tertawa, sambil mengusap bekas pukulan di wajahnya, "Merenggut paksa kau bilang? Kami melakukannya dalam kondisi sadar dan sama-sama menginginkannya. Tanyalah pada Mia, kami tidak mungkin merasa terpaksa, karena kami melakukannya sampai pagi. Kami sama-sama menikmatinya malam itu karena aku adalah pria pertamanya, aku memperlakukannya dengan sangat baik." Dipelukan Sarah, Mia menangis keras dan tubuhnya gemetaran. Hatinya sangat terluka, dipermalukan di hadapa
Kebaya warna putih membalut tubuhnya, kerudung panjang menutupi rambutnya yang disanggul dan dihiasi bunga-bunga berwarna putih. Meski kebayanya terlihat sedikit kebesaran agar Mia merasa nyaman karena saat ini dia sedang mengandung. Mia terlihat cantik, seulas senyum merekah di bibir ranumnya. Hari baru telah menunggunya, ada kalanya Mia merasa takut. Tapi Gray telah meyakinkannya dan Mia sangat mempercayainya. Senyumnya ada sekarang, itu hanya karena Grayson Adelard. "Mia!" Mia menoleh ke arah pintu yang terbuka, muncul Cindy di balik pintu. Cindy terlihat cantik dengan gaun pestanya yang berwarna krem. Tak lama kemudian Sarah datang. Mia tersenyum bahagia melihat mereka yang datan
"Disinikah?!" "Hmm, sebelah kanan, ambil yang diatasnya!" "Ini?" "Iya, ambil itu, pelan-pelan jangan sampai membuat goyang yang di sebelah nanti bisa jatuh!" "Cerewet sekali, apa kamu tahu aku sangat kesulitan disini!" "Fokus saja pada pekerjaanmu!" "Mia Malva Elard, berani sekali kamu menyuruh anak CEO melakukan ini!" Gray berteriak dari atas, tangannya terus berusaha bekerja mengganti genteng yang bocor dengan yang utuh. Sementara Mia bertugas memegang tangga yang dipijak oleh Gray. "Anak CEO? Bukankah Bos pemilik restoran?
Mobil warna silver Gray berhenti tepat di depan rumah Mia. Gray tidak bisa mampir karena dia ada beberapa hal yang harus diurusnya. Mia mengangguk memaklumi, karena calon suaminya itu sangat sibuk terlebih persiapan pernikahan akan 80% dia urus sendiri. Pasti sangat melelahkan. Mia menautkan kedua alisnya ketika melihat Gray tiba-tiba berhenti jalan dan berbalik menatap dirinya. "Apa ada yang ketinggalan?" tanya Mia dengan wajah bingung. "Jangan lupa minum vitaminmu dan makan yang banyak, kalau tidak mematuhiku aku akan menghukummu lagi!" Mia mengangguk dengan cepat membayangkan hukuman yang dimaksud Gray mungkin seperti d