Amel berlari ke arah Eni, tanpa di minta Amel langsung menceritakan kejadian tadi bersama Santi kepada Eni. Saat ini, perasaan Amel tidak karuan, Amel memeluk Eni dan tidak lagi bisa bercerita.
"Sabar, Mel, Santi emang orangnya gitu, tapi di sini kamu juga enggak rebut Ipul, kan mereka bukan pacar. Sudah tenang aja ya," ucap Eni memberi Amel semangat. "Ayo kita kerja lagi, jodoh nggak usah dipikirin, nanti datang sendiri," ajak Eni dengan senyum manisnya.Amel melangkah mengikuti Eni dari belakang, Amel berharap semua akan baik-baik saja. "Aku nggak cari musuh, tapi kalau aku juga ada rasa sama Ipul, aku juga tidak bisa diam," gumam Amel sendiri. Di kantin Santi masih duduk dan kini malah memesan es teh, saat sedang menikmati esnya Santi kaget ketika ada yang menepuk bahunya. "Eh lu, gue kira siapa, ngapain tepuk-tepuk?" omel Santi ke orang yang menepuk. "Boleh gue duduk dulu nggak?" tanya dia. "Boleh, duduk situ," perintah Santi, "ada perlu sama gue?" lanjut Santi. "Langsung aja, tadi gue lihat lu ngobrol sama Amel, ada masalah apa?" tanya orang tersebut. "Nggak usah tahu dan nggak usah ikut campur, itu urusan gue sama Amel," jelas Santi lalu melangkah pergi. "Gue juga nggak suka Amel, siapa tahu kita bisa kerjasama," bisik orang itu saat Santi melewatinya. Santi berhenti sebentar, menatap orang tersebut lalu meninggalkannya sendiri. "Gue harus bisa ajak Santi kerjasama supaya lebih mudah jauhin Amel dari Ipul," ucap orang itu dengan penuh keyakinan. *** Di tempat lain, Supri membantu Ipul menghias sebuah ruangan yang akan Ipul jadikan tempat menyatakan cintanya kepada Amel. "Terima kasih ya, Pri, lu udah mau bantuin gue, lu emang teman terbaik gue," ucap Ipul tersenyum menatap Supri. "Santai aja, Bro, kaya ke siapa aja sih lu, gue senang bantu lu, asal lu bahagia," jawab Supri terdengar seperti sedih. "Mungkin gue simpan aja sendiri rasa ini, asal kamu bahagia, Mel," gumam Supri dalam hati. "Kenapa bengong, Pri. Lu capek?" tanya Ipul yang melihat Supri diam saja. "Nggak, Pul. Ayo lanjutin," ajak Supri lalu melanjutkan yang belum selesai. Ipul yang tidak merasa apapun juga langsung melanjutkan membantu Supri. Mereka menghias sebuah ruangan hanya berdua sampai selesai. Ipul sengaja hanya mengajak Supri karena tidak mau merepotkan yang lain. Di sela-sela mereka menghias ada obrolan dan candaan. *** Saat ini, Amel dan Eni sudah selesai bekerja, Eni mengajak Amel jalan-jalan, Eni tahu Amel sedang tidak baik-baik saja, Eni ingin menghibur Amel. "Mau kemana kita, En," tanya Amel ke Eni saat masih di parkiran. "Beli ice cream yuk atau mau nonton, ada flim seru kayanya," Eni memberi pilihan ke Amel. "Beli ice cream aja yuk sekalian beli cemilan sambil ngobrol-ngobrol, cafe langganan aja yuk. Ayo naik," ajak Amel. Tidak lama, mereka sampai di cafe langangganan mereka, cafe ini mempunyai suasana indah dan makanan yang hampir lengkap, yang banyak digemari anak-anak muda zaman sekarang. Mereka memilih duduk di dekat cendala. "Silahkan mau pesan apa?" tanya seorang pelayan sambil memberi buku menu. "Kita pilih dulu ya, Kak, nanti kita panggil," jawab Eni. "Baik, saya tinggal ya, Kak," ucap pelayanan itu dengan senyum manis. Mereka menanggung dan juga tersenyum, Eni memberi buku menu itu kepada Amel, "pilih yang kamu mau, Mel, aku yang traktir," ucap Eni tersenyum. "Tumben, Kak, ada apa?" tanya Amel sedikit curiga. "Apa sih, Mel, cuma mau traktir kamu aja," jelas Eni. Perbedatan itu berakhir, Amel mengalah dan memilih menu yang dia inginkan. Eni memang sengaja traktir Amel dengan tujuan Amel bisa kembali tersenyum lagi. "Mel, kenapa sih, keliatan banget banyak pikiran?" tanya Eni di saat mereka sedang menikmati makanan tapi terlihat Amel lebih banyak diam. "Ehem, apa aku salah kalau dekat Ipul?" tanya xxc menoleh ke arah Eni. "Kamu nggak salah, Mel, ingat Santi sama Ipul itu nggak ada hubungan apa-apa, mereka juga nggak pacaran, jadi nggak salah," jelas Eni. "Udah sekarang lupain soal Santi, bikin pusing, ice cream kamu udah mau leleh tuh," lanjut Eni sambil menunjuk ice cream Amel. "Iya bener katamu, En, habis ini jalan-jalan yuk," ajak Amel penuh semangat dan tersenyum. "Nah gitu, ini baru Amel yang aku kenal, habisin makanannya," jawab Eni yang tak kalah semangat karena senang Amel sudah tersenyum. Akhirnya, setelah mereka menikmati makanan itu, mereka bermain time zone dan sekedar jalan-jalan di mall. Eni merasa bahagia melihat Amel ceria lagi. Di kamar, saat Amel sudah ingin tidur terdengar bunyi hp, ternyata ada pesan masuk dari Ipul, pesan itu berbunyi, Amel besok sore di minta datang ke sebuah cafe yang alamatnya sudah tertera di pesan itu dan meminta Amel datang sendiri. "Mel, besok kamu datang ya ke cafe ceria, Jl. Panjang puncung No.24. Sebaiknya kamu datang sendiri, aku ada perlu sama kamu. Kalau kamu tidak tahu tempatnya kamu boleh minta antar Supri. Maaf, Mel, ganggu waktu istirahat kamu, aku harap kamu datang. Aku tunggu kamu sampai datang, sampai bertemu besok, Mel." bunyi pesan dari Ipul. Karena ngantuk dan lelah, Amel hanya membaca pesan itu lalu meletakkan kembali handphonenya di meja dekat tempat tidurnya. Amel langsung tertidur tanpa membalas pesan itu. Amel juga tidak begitu memikirkan kenapa Ipul menyuruhnya datang sendiri, tapi boleh minta antar Supri. Amel langsung tertidur saat itu. *** Di kamar lain, Ipul yang sudah mengirim pesan kepada Amel selalu menatap handphonenya, berharap Amel membalas pesan itu, tapi hingga larut malam tak ada tanda-tanda handphone itu berbunyi. Ipul kwatir jika Amel tidak datang karena Ipul sudah menyiapkan semua dengan matang. "Mel, aku harap kamu datang dan kamu mau jadi pacar aku. Semoga besok berjalan lancar sesuai harapan aku," gumam Ipul sendirian. Malam itu, Ipul tidak bisa tidur, Ipul merasa gelisah, Ipul takut rencananya gagal, karena harapan Ipul saat itu sudah begitu besar. Ipul memutuskan untuk mencoba tidur dengan harapan walau pesan itu tak terbalas tapi Amel tetap mau datang. Beberapa saat Ipul meletakkan handphonenya berbunyi. Ipul tidak sempat melihat siapa yang menghubungi karena pikirannya hanya kepada Amel. "Halo, Mel, Gimana kamu mau?" tanya Ipul saat sambungan terhubung. "Mau apa, Pul? Amel kenapa?" ucap suara lain di ujung telepon. Ipul langsung melihat nama yang tertera, ternyata Santi yang menghubunginya. Ipul mengatakan jika dia salah panggil, dia harusnya panggil Santi. Santi yang percaya begitu saja tidak mempermasalahkan itu dan tidak bertanya lebih lanjut.Semalam Sandi sudah memberikan undangan untuk pihak keluarga Amel. Rencananya hari ini akan membagikan undangan itu ke teman-temannya, tak terlupakan juga ke tempat kerja lamanya. Orang tua Amel juga sudah menyiapkan nama-nama yang akan mereka undang. "Mah, aku hari ini mau keluar, mau sebar undangan ke teman-teman," ucap Amel kepada Mama Dina di meja makan. "Iya, hati-hati ya, ayah tadi sudah mulai bawa undangannya," jawab Bu Dina. Mereka lalu menikmati sarapan dalam diam. Setelah semua selesai, Amel berpamitan, dia mengendarai motornya sendiri. Amel menemui Indra, teman sekolahnya di SMP dan SMA dulu. Dia minta tolong kenapa indra untuk menyebarkan undangan pernikahannya. Sebenarnya bisa saja Amel menyebarkannya sendiri tapi Mama Dina meminta Amel untuk minta tolong ke orang saja. Sementara untuk ke tempat kerja lama Amel yang akan datang sendiri. Sebelumnya, Amel sudah janjian dengan Indra di coffe shop dekat taman kota. Amel datang mencari Indra sepertinya belum keliatan,
Semua persiapan pernikahan Amel dan Sandi sudah hampir siap, undangan juga siap dibagikan. Acara akad nikah akan diadakan di masjid dekat rumah Amel dan hanya dihadiri dari keluarga. Untuk resepsi kedua mempelai dan keluarga sudah setuju jika resepsi akan diadakan di gedung kota. Baju pengantinnya sendiri sudah diberikan Om Aryo sebagai kado pernikahan mereka. Om Aryo memberikan yang terbaik untuk mereka. "Terima kasih, Om, aku suka banget sama gaunnya," ucap Amel di saat Om Aryo menyuruh Amel mencobanya. "Iya, Yo, cantik," lirik Sandi yang masih di dengar mereka. "Untuk ponakan om pasti harus yang bagus," jelas Om Aryo."Aku juga kalau nikah mau dong om dibuatkan gaun," sela Mila, karyawan butik. "Emang kamu mau nikah sama siapa, Mil. Jomblo aja mikir nikah," ledek Om Aryo terseyum.Mereka semua tertawa tapi Mila malah cemberut. Melihat itu, Sandi ikut bicara."Nanti aku pinjemin gaun terbaik toko ini buat kamu, tapi kalau kamu mau miliki ada syaratnya," ucap Sandi melirik Amel.
Tiga bulan kemudian. Amel terbangun dengan senyum bahagia, melihat cincin yang melingkar dijarinya. Semalam Sandi telah melamarnya dan mereka akan melangsungkan pernikahan bulan depan. Kedekatannya dengan Sandi selama ini bisa membuat Amel membuka hati. Walaupun Sandi ke butik hanya seminggu dua atau tiga kali, tapi itu membuat mereka sering ketemu dan saling nyaman. Dua bulan yang lalu, Sandi menyatakan perasaannya kepada Amel, tanpa di sangka Amel menerimanya. Kala itu, Amel bilang kepada Sandi jika dia serius Amel ingin segera menikah, daripada harus pacaran berlama-lama. Sandi setuju dengan Amel, karena usia Sandi yang juga sudah matang dan Sandi sudah yakin kepada Amel. Dia berjanji akan segera melamarnya, dan tadi malam Sandi menepati janjinya. Dia membawa hampir semua keluarganya datang ke rumah Amel dan melamarnya. Acara berlangsung lancar dan sudah ditetapkan satu bulan lagi mereka akan menikah. Hubungan Amel sendiri dengan orang tua dan adik Sandi baik, mereka sudah saling
Sandi melajukan mobilnya menuju butik. Setelah kejadian saat berpamitan tadi, Sandi dan Amel tidak terlihat bicara, mereka diam saja. "Mel," "Mas," Ucap mereka bersamaan. "Kenapa, Mel, kamu dulu aja," ucap Sandi. "Apa masih jauh, kok nggak sampai-sampai?" Tanya Amel padahal hatinya ingin menanyakan hal lain. "Sebentar lagi, di ruko jalan merpati itu lho ruko kita. Kamu tau kan?" jelas Sandi dan bertanya kepada Amel letak ruko. "Oh, iya, Mas. Mas mau ngomong apa tadi?" "Nggak jadi, Mel," Sandi tersenyum melihat Amel. Keadaan di dalam mobil kembali sunyi, Sandi mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. *** Di tempat lain, persahabat Ipul, Yana, Gilang, dan Supri tidak membaik. Mereka kini terlihat asing satu sama lain. Tapi untuk menyapa Supri mereka masih mau, tidak dengan yang lain. Mereka masih mau berteman dengan Supri karena mereka tidak ada yang tahu perasaan Supri terhadap Amel. Yang mereka tahu Supri berpacaran dengan Eni. Entah apa jadinya jika mereka tahu peras
Aryo berpamitan dulu karena masih ada kepentingan. Amel dan Sandi juga sudah berada di dalam mobil Sandi, mereka akan menuju rumah Aryo. Sebenarnya Sandi juga sudah tahu rumah Aryo hanya saja untuk mengambil barang-barang memang perlu Amel yang masih saudara Aryo. Di dalam mobil mereka hanya diam saja, tidak ada yang mau membuka obrolan lebih dulu. Amel duduk di samping Sandi, Sandi yang meminta itu. Tadinya, Amel mau duduk di belakang tapi Sandi bilang dia seperti supir. Akhirnya Amel mengalah dan pindah ke depan. "Pak, bisa mampir pom bensin dulu. Saya ingin ke toilet," pinta Amel tanpa menoleh ke Sandi. "Boleh, kebetulan di depan ada pom bensin," ucap Sandi lalu menuju pom bensin. Mobil yang Sandi kendari belok ke pom bensin, berhenti di dekat toilet. "Saya ke toilet dulu, Pak," ucap Amel lalu keluar dari mobil. Sandi mengangguk dia juga keluar dari mobil dan menuju mini market. Dia membeli beberapa minuman dingin dan cemilan. Sandi menenteng kantung kresek dan menyimpanny
Pagi itu, Amel sedang bersiap-siap, dia merias wajahnya dengan sentuhan bedak tipis. Amel terlihat cantik, dia menggunakan kemeja berwana pink dipadukan dengan hijab berwarna hitam dan menggunakan rok panjang hitam. Amel terlihat begitu anggun, dia tidak seperti biasanya yang menggunakan celana panjang."Cantik sekali putri ayah ini," puji Pak Edi memuji Amel karena dimatanya hari ini terlihat segitu anggun."Emang biasanya Amel nggak cantik, Yah?" kesal Amel. "Hari ini kamu beda, Sayang. Oya, Om Aryo jemput kamu?" "Nggak, Yah, Om Aryo sedikit telat. Amel di suruh datang duluan ke cafe biru,""Kamu janjian di cafe biru? Bareng ayah saja kita searah," pinta Pak Edi tersenyum."Sarapan sudah siap, lagi ngobrolin apa sih tumben aku," ucap Bu Dina yang baru datang dari dapur membawa beberapa hidangan. "Aku bantu siapin, Mah, Mama duduk aja," Amel melangkah ke dapur mengambil beberapa makanan yang sudah siap. Setelah semua siap, mereka menikmati sarapan pagi itu dengan tenang. Hanya su