Sebelum berangkat, Amel membaca pesan Ipul sekali lagi, Amel bingung harus datang atau tidak, Amel meletakkan kembali hp di meja rias.
"Mau ngapain Ipul ngajak ketemu ya," ucap Amel sendiri di depan cermin sambil membenarkan jilbabnya. "Kalau Ipul menyatakan cintanya, aku harus gimana. Aku memang suka sih, tapi dia juga dekat sama Santi," Amel menghela nafa panjang. "Huuh, kalau Santi tahu Ipul sudah punya pacar kan dia pasti menghindar. Sudahlah pikir nanti, aku berangkat kerja aja dulu," Lalu Amel berangkat meraih hp, memasukkannya dalam tas tanpa membalas pesan Ipul. *** Hari itu kerjaan sangat banyak, membuat Ipul sulit untuk bertemu Amel dan menanyakan jawaban pesannya. Amel sangat beruntung karena tidak bertemu Ipul, Eni yang melihat Amel gelisah mendekati Amel. "Mel, kenapa, kelihatan gelisah?" tanya Eni. "En, semalam Ipul kirim pesan, baca sendiri," jawab Amel memberikan hp kepada Eni. Eni yang mengerti maksud pesan itu memberikan saran kepada Amel untuk datang. "Mungkin ada hal penting yang ingin Ipul sampaikan, datang aja, kalau kamu takut mau aku temani?" tawar Eni yang meminta Amel datang. Amel menggeleng bertanda tidak usah ditemani, Amel berkata Amel berani datang sendiri. Amel lalu mengatakan firasat tentang pesan itu. Eni setuju dengan firasat Amel, Eni juga mengira seperti itu. Eni memberikan Amel semangat, apapun keputusan Amel dia akan mendukung, dia tahu apa yang Amel pikirkan saat ini. Eni pun mengajak Amel bekerja kembali, karena masih banyak yang harus diselesaikan. *** "Belum ada jawaban juga dari Amel?" tanya Supri mengagetkan Ipul yang sedang istirahat di kantin. "Belum, Pri, hari ini juga belum sempet ketemu, kerjaan banyak," jawab Ipul dengan lesu. "Semoga Amel mau datang, nanti coba gue cari-cari kesempatan buat tanya Amel," Supri memberi semangat Ipul. "Ada acara apa, datang kemana?" tanya Yana yang tiba-tiba ada di belakang Ipul. "Oh, Ipul mau ke rumah gue, jadi gue suruh datang," jawab Supri berbohong. Supri tahu gimana keponya Yana, walaupun Supri juga mencintai Amel tapi Supri nggak mau rencana Ipul gagal. Supri juga ingin melihat sahabatnya bahagia. Dia rela mengobankan perasaannya untuk sahabatnya. *** Jam pulang kerja telah berakhir, Supri meminta Ipul menunggu di cafe itu untuk memastikan semua sudah siap, sedangkan Supri sendiri akan menemui Amel dan memastikan Amel akan datang ke cafe itu. Sangat kebetulan Amel berdiri di dekat motornya, Supri belum terlambat, Supri segera memanggil Amel. "Mel, ada waktu bentar?" tanya Supri memastikan tidak ingin menggangu Amel. "Ada apa, apa soal Ipul?" tanya Amel balik. "Iya, kamu datang ya, Ipul sudah siapin semua, aku tahu kamu masih ragu tapi sekali lagi aku bilang sama kamu, Ipul dan Santi nggak ada hubungan. Kamu datang dulu, apapun nanti jawabanmu, jawab dari hati kamu. Ya udah aku pulang dulu, aku cuma mau bilang itu," jelas Supri lalu berlalu pergi. "Tunggu ...," teriak Amel membuat Supri berhenti dan menoleh ke arah Amel. "Kamu tahu soal Ipul?" Tanya Amel penasaran karena di pesan Amel tidak boleh mengatakan kepada siapapun. Supri mengangguk dan menempelkan jarinya bertanya Amel diam. Amel yang paham mungkin memang hanya teman dekat Ipul saja yang tahu. Supri berpamitan kepada Amel, Supri yakin Amel akan datang ke cafe itu dan rencana Ipul akan berhasil. Di sisi lain, Amel memperhatikan Supri yang meninggalkannya dengan diam. Amel masih merasa ragu dengan semua. "Masih ada beberapa jam lagi, lebih baik aku pulang dan mandi dulu biar bisa mikir," gumam Amel sambil melihat jam di tangannya lalu mengendari motornya dan pergi begitu saja. *** Supri yang melangkah pergi lalu menghubungi Ipul, memberitahu Amel pasti datang dan memberi semangat kepada Ipul. "Siapa yang Supri maksud ya," gumam seseorang yang mendengarkan. Lalu seseorang itu berniat untuk mengikuti Supri tapi nihil ternyata Supri pulang ke rumah dan tidak mencurigakan sama sekali. Seorang itupun melangkah pergi tanpa mendapatkan informasi lainnya. Supri yang tidak tahu jika dari tadi ada yang mengikuti dia terlihat biasa, dia masuk rumah dan mengganti bajunya, tapi hatinya merasa tidak tenang, seakan ada yang menggangu pikirannya. *** Ipul bersemangat mendengar kabar dari Supri jika Amel akan datang, Ipul mengecek kembali semua persiapan. Semua sudah terlihat rapih dan sudah sesuai dengan keinginan Ipul. Hiasan ruangan yang cantik, makanan yang enak, itu membuat Ipul puas. Tak lupa juga dia sudah menyiapkan mental dan kata-kata yang indah untuk mengatakan tujuannya kepada Amel. "Semoga Amel juga suka dengan semua ini," batin Ipul lalu dia pulang untuk segera bersiap-siap. Saat Ipul sudah siap dan ingin kembali lagi ke cafe, Ipul dikejutkan dengan kedatangan Santi yang sudah ada di teras rumahnya. "Sudah rapih, kamu tahu aku mau ke sini?" tanya Santi merasa yakin dengan pertanyaannya. "Ehem, a-aku, oh aku mau ada acara, ada apa ke sini?" tanya Ipul yang mulai bisa merubah expresi. "Mau ajak kamu jalan, kebetulan kamu udah siap, yuk," ajak Santi menarik tangan Ipul. "Maaf, San, aku ada perlu penting yang tidak bisa ku tinggalkan," tolak Ipul secara halus. Santi merasa kecewa dengan tolakan Ipul, mereka berdebat kecil sampai akhirnya Santi pergi dengan raut wajah sedih. "Huh, aku harus tunggu Santi agak jauh, bisa saja dia mengikutiku," gumam Ipul sambil melihat ke arah Santi. Saat sedang bengong, Ipul dikagetkan dengan dering telepon hpnya. Nama Supri tertera di sana, kebetulan sekali. Ipul menceritakan Santi yang datang ke rumah dan meminta Supri mengawasi Santi, Supri bersedia. Ipul merasa lega dan berterima kasih kepada Supri, lalu Ipul pergi langsung menuju cafe itu. Ipul sengaja datang satu jam lebih awal dari jam yang sudah disampaikan kepada Amel. Sebenarnya dia terlihat gugup dan takut rencana hari ini gagal, makanya dia memberikan waktu untuk dirinya sendiri agar bisa santai dan mengatur nafasnya. *** Amel mondar mandir merasa bingung mau datang atau tidak, akhirnya dia memutuskan untuk menghubungi Eni. Lagi-lagi Eni memberi saran untuk mengikuti kata hati Amel, Eni juga berkata sama dengan Supri, jika Santi dan Ipul tidak ada hubungan maka dari itu Amel tidak perlu merasa kwatir dengan Santi. Amel menutup telepon itu dan berterima kasih atas saran Eni, tapi saat ini Amel masih belum beranjak dari duduknya, Amel masih memikirkan semuanya. "Bismillah aja deh, semoga baik-baik aja," ucap Amel mengusap wajahnya dan menghembuskan nafas panjang. Sejujurnya Amel bingung dengan hatinya juga dengan perasaannya saat ini. Tapi dia juga harus membuat keputusan jika fellingnya benar.Semalam Sandi sudah memberikan undangan untuk pihak keluarga Amel. Rencananya hari ini akan membagikan undangan itu ke teman-temannya, tak terlupakan juga ke tempat kerja lamanya. Orang tua Amel juga sudah menyiapkan nama-nama yang akan mereka undang. "Mah, aku hari ini mau keluar, mau sebar undangan ke teman-teman," ucap Amel kepada Mama Dina di meja makan. "Iya, hati-hati ya, ayah tadi sudah mulai bawa undangannya," jawab Bu Dina. Mereka lalu menikmati sarapan dalam diam. Setelah semua selesai, Amel berpamitan, dia mengendarai motornya sendiri. Amel menemui Indra, teman sekolahnya di SMP dan SMA dulu. Dia minta tolong kenapa indra untuk menyebarkan undangan pernikahannya. Sebenarnya bisa saja Amel menyebarkannya sendiri tapi Mama Dina meminta Amel untuk minta tolong ke orang saja. Sementara untuk ke tempat kerja lama Amel yang akan datang sendiri. Sebelumnya, Amel sudah janjian dengan Indra di coffe shop dekat taman kota. Amel datang mencari Indra sepertinya belum keliatan,
Semua persiapan pernikahan Amel dan Sandi sudah hampir siap, undangan juga siap dibagikan. Acara akad nikah akan diadakan di masjid dekat rumah Amel dan hanya dihadiri dari keluarga. Untuk resepsi kedua mempelai dan keluarga sudah setuju jika resepsi akan diadakan di gedung kota. Baju pengantinnya sendiri sudah diberikan Om Aryo sebagai kado pernikahan mereka. Om Aryo memberikan yang terbaik untuk mereka. "Terima kasih, Om, aku suka banget sama gaunnya," ucap Amel di saat Om Aryo menyuruh Amel mencobanya. "Iya, Yo, cantik," lirik Sandi yang masih di dengar mereka. "Untuk ponakan om pasti harus yang bagus," jelas Om Aryo."Aku juga kalau nikah mau dong om dibuatkan gaun," sela Mila, karyawan butik. "Emang kamu mau nikah sama siapa, Mil. Jomblo aja mikir nikah," ledek Om Aryo terseyum.Mereka semua tertawa tapi Mila malah cemberut. Melihat itu, Sandi ikut bicara."Nanti aku pinjemin gaun terbaik toko ini buat kamu, tapi kalau kamu mau miliki ada syaratnya," ucap Sandi melirik Amel.
Tiga bulan kemudian. Amel terbangun dengan senyum bahagia, melihat cincin yang melingkar dijarinya. Semalam Sandi telah melamarnya dan mereka akan melangsungkan pernikahan bulan depan. Kedekatannya dengan Sandi selama ini bisa membuat Amel membuka hati. Walaupun Sandi ke butik hanya seminggu dua atau tiga kali, tapi itu membuat mereka sering ketemu dan saling nyaman. Dua bulan yang lalu, Sandi menyatakan perasaannya kepada Amel, tanpa di sangka Amel menerimanya. Kala itu, Amel bilang kepada Sandi jika dia serius Amel ingin segera menikah, daripada harus pacaran berlama-lama. Sandi setuju dengan Amel, karena usia Sandi yang juga sudah matang dan Sandi sudah yakin kepada Amel. Dia berjanji akan segera melamarnya, dan tadi malam Sandi menepati janjinya. Dia membawa hampir semua keluarganya datang ke rumah Amel dan melamarnya. Acara berlangsung lancar dan sudah ditetapkan satu bulan lagi mereka akan menikah. Hubungan Amel sendiri dengan orang tua dan adik Sandi baik, mereka sudah saling
Sandi melajukan mobilnya menuju butik. Setelah kejadian saat berpamitan tadi, Sandi dan Amel tidak terlihat bicara, mereka diam saja. "Mel," "Mas," Ucap mereka bersamaan. "Kenapa, Mel, kamu dulu aja," ucap Sandi. "Apa masih jauh, kok nggak sampai-sampai?" Tanya Amel padahal hatinya ingin menanyakan hal lain. "Sebentar lagi, di ruko jalan merpati itu lho ruko kita. Kamu tau kan?" jelas Sandi dan bertanya kepada Amel letak ruko. "Oh, iya, Mas. Mas mau ngomong apa tadi?" "Nggak jadi, Mel," Sandi tersenyum melihat Amel. Keadaan di dalam mobil kembali sunyi, Sandi mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. *** Di tempat lain, persahabat Ipul, Yana, Gilang, dan Supri tidak membaik. Mereka kini terlihat asing satu sama lain. Tapi untuk menyapa Supri mereka masih mau, tidak dengan yang lain. Mereka masih mau berteman dengan Supri karena mereka tidak ada yang tahu perasaan Supri terhadap Amel. Yang mereka tahu Supri berpacaran dengan Eni. Entah apa jadinya jika mereka tahu peras
Aryo berpamitan dulu karena masih ada kepentingan. Amel dan Sandi juga sudah berada di dalam mobil Sandi, mereka akan menuju rumah Aryo. Sebenarnya Sandi juga sudah tahu rumah Aryo hanya saja untuk mengambil barang-barang memang perlu Amel yang masih saudara Aryo. Di dalam mobil mereka hanya diam saja, tidak ada yang mau membuka obrolan lebih dulu. Amel duduk di samping Sandi, Sandi yang meminta itu. Tadinya, Amel mau duduk di belakang tapi Sandi bilang dia seperti supir. Akhirnya Amel mengalah dan pindah ke depan. "Pak, bisa mampir pom bensin dulu. Saya ingin ke toilet," pinta Amel tanpa menoleh ke Sandi. "Boleh, kebetulan di depan ada pom bensin," ucap Sandi lalu menuju pom bensin. Mobil yang Sandi kendari belok ke pom bensin, berhenti di dekat toilet. "Saya ke toilet dulu, Pak," ucap Amel lalu keluar dari mobil. Sandi mengangguk dia juga keluar dari mobil dan menuju mini market. Dia membeli beberapa minuman dingin dan cemilan. Sandi menenteng kantung kresek dan menyimpanny
Pagi itu, Amel sedang bersiap-siap, dia merias wajahnya dengan sentuhan bedak tipis. Amel terlihat cantik, dia menggunakan kemeja berwana pink dipadukan dengan hijab berwarna hitam dan menggunakan rok panjang hitam. Amel terlihat begitu anggun, dia tidak seperti biasanya yang menggunakan celana panjang."Cantik sekali putri ayah ini," puji Pak Edi memuji Amel karena dimatanya hari ini terlihat segitu anggun."Emang biasanya Amel nggak cantik, Yah?" kesal Amel. "Hari ini kamu beda, Sayang. Oya, Om Aryo jemput kamu?" "Nggak, Yah, Om Aryo sedikit telat. Amel di suruh datang duluan ke cafe biru,""Kamu janjian di cafe biru? Bareng ayah saja kita searah," pinta Pak Edi tersenyum."Sarapan sudah siap, lagi ngobrolin apa sih tumben aku," ucap Bu Dina yang baru datang dari dapur membawa beberapa hidangan. "Aku bantu siapin, Mah, Mama duduk aja," Amel melangkah ke dapur mengambil beberapa makanan yang sudah siap. Setelah semua siap, mereka menikmati sarapan pagi itu dengan tenang. Hanya su