Batara tahu betul kenapa Giri sangat ingin menjalankan misi tingkat menengah. Ia tahu, Giri juga berambisi untuk menjadi jauh lebih kuat. Tapi tidak seperti Abimana, yang berambisi menjadi Raja. Giri berambisi jauh lebih kuat hanya sekedar balas dendam.
Giri Mahasura, berasal dari keluarga yang disegani Desa Asoka. Tapi malangnya kini hanya ia sendirilah satu-satunya orang yang berasal dari keluarga Mahasura.
Beberapa tahun yang lalu, seluruh garis keturunan Mahasura dibantai oleh seorang yang tidak dikenal, termasuk ayah dan ibu Giri. Giri satu-satunya Mahasura yang selamat atas insiden tersebut karena saat itu ia sedang berlatih di hutan selepas belajar dari perguruan.
Sejak saat itu Giri bersumpah akan mencari pelaku atas pembantaian itu. Tapi Giri yang pintar tahu, mereka yang telah membantai keluarga Mahasura pastilah memiliki kekuatan yang sangat besar. Karena Mahasura terpandang bukan sekedar terpandang. Mahasura adalah salah satu keluarga terkuat di Desa Asoka. Tidak heran Giri sangat pintar dan berkemampuan, memang seperti itulah ciri khas seorang Mahasura. Tapi ia sadar belum cukup kuat untuk segera membalas dendam.
Batara tahu, Giri belum cukup kuat walau ia diakui pendekar terkuat dikalangan pendekar pemula. Teman seregunya Abimana, adalah pendekar terlemah dikalangan pendekar pemula. Tentu tidak akan banyak membantu. Sekar pun ingin mengambil misi tingkat menengah bukan karena ingin, ia hanya ikut kemana pun Giri pergi walau itu ke meloncat ke jurang.
Daripada saling melengkapi, Regu 1 sebenarnya adalah regu yang membebani Giri. Oleh karena itu Batara tidak akan memberikan mereka misi tingkat menengah sebelum waktunya. Ia tidak ingin kehilangan satu-satunya Mahasura tersisa.
Giri dengan perasaan masih kesal berjalan mendekati meja Batara untuk mengambil gulungan misi yang baru saja dibacakan kepada mereka. Tapi tiba-tiba ruangan Batara tersebut dimasuki sekelompok orang.
Batara melihat siapa gerangan yang masuk. Ia tahu betul siapa yang baru saja datang segera ia keluar dari mejanya dan berlutut di lantai lalu diikuti dua pengawalnya.
Seluruh ruangan berlutut kepada seorang yang baru saja datang kecuali seorang, Abimana Yasa. Ia sendiri juga belum menyadari satu ruangan termasuk Batara telah berlutut. Abimana masih terkejut dengan sosok yang datang, karena wajahnya tidak asing baginya.
"Kau...?" gumam Abimana.
"Hey bodoh! Kenapa kau tidak berlutut?" bisik Sekar.
"Kenapa aku harus berlutut?" balas Abimana enteng.
"Bodoh! Dia adalah Pangeran Jati Narapati. Putra mahkota Kerajaan Geni," tambah bisik Giri.
"Eeeh? Pa.. pangeran? Putra Mahkota?" Abimana seolah tidak percaya. Karena orang yang mereka anggap Pangeran adalah orang yang sempat ia tolong saat perjalanan mau kemari.
Jati tersenyum kepada Abimana. "Senang bertemu dengan kau lagi Tuan Pendekar," ucap Jati.
Seluruh ruangan kaget, bagaimana bisa Jati seorang pangeran bisa mengenali Abimana, pendekar bodoh.
Djani yang geram dengan Abimana sontak berdiri dan langsung menekan bahu Abimana dengan keras sehingga Abimana dibuat berlutut secara paksa.
"Argh!" Abimana menyeri kesakitan.
"Tuan Muda, saya sedikit terkejut anda tiba-tiba datang. Apakah ada sesuatu hal mendesak yang bisa saya bantu?" ucap Batara.
"Berdirilah, tolong jangan perlakukan aku seolah aku adalah ayahku. Aku bukanlah Raja, aku hanya putranya," balas Jati.
Dengan sedikit canggung seluruh orang di ruangan itu berdiri secara perlahan dengan perasaan sedikit canggung.
"Haha kita bertemu lagi disini! Siapa yang menyangka ternyata kau juga seorang pangeran?" ucap Abimana dengan nada keras.
Semua orang di sana melotot ke arah Abimana, tapi ia tidak peduli atau memang tidak mengerti isyarat dari mata yang menatap ke arahnya. Tapi Jati yang seharusnya marah karena diperlukan tidak sopan padahal ia pangeran hanya tersenyum kepada Abimana.
Tidak lama kemudian, seorang pendekar tingkat menengah datang masuk ke ruangan tersebut dan menyerahkan sebuah gulungan penting berwarna merah api kepada Batara. Gulungan tersebut adalah gulungan resmi dari Kerajaan Geni. Batara tahu seberapa pentingnya gulungan tersebut, sehingga ia tidak menunda membukanya. Ternyata gulungan tersebut berisi permohonan Raja agar mengawal anaknya Jati saat hendak pulang ke Ibukota.
Batara pun segera bertanya kepada Jati dengan sedikit panik. Kenapa ia tidak memberitahu kedatangannya, terlebih lagi ada apa dengan sekujur tubuhnya yang terdapat perban yang sepertinya baru dipasang. Di depan semua orang Jati pun menjelaskan,
Ternyata Jati telah sampai ke Desa Asoka sejak dua hari yang lalu untuk suatu urusan bisnis. Ia sengaja tidak memberitahukannya kepada Batara karena Jati tidak suka penyambutan yang berlebihan. Jati memang terkenal dengan kerendahan hatinya. Jati lebih memilih menginap di penginapan sederhana seolah hanya seorang pengembara biasa.
Tapi Jati tidak tahu, ternyata ada orang yang mengincarnya. Seorang pendekar tingkat menengah yang terkenal sepak terjang kejahatannya. Pendekar Rantai Besi. Dari sepuluh prajurit yang ia bawa yang dimana adalah lima orang prajurit resmi Kerajaan Geni dan lima orang lagi pendekar bayaran yang diutus ayahnya. Tujuh orang mati dihabisi Pendekar Rantai Besi.
"Lalu bagaimana kau bisa selamat Tuan? Dimana sekarang Pendekar Rantai Besi itu!" ucap Djani geram.
Jati segera menatap ke arah Abimana. "Pria itu sudah tertangkap, semua karena atas bantuan Abimana, ia membantuku saat kupikir aku akan segera mati."
"Terimakasih Abimana, aku akan mengingat selalu jasamu," tambah Jati dengan sedikit menundukkan kepala kepada Abimana.
"Haha aku hanya menjalankan tugasku sebagai pendekar hehe," balas Abimana cengengesan.
Semua orang yang ada di sana terkaget mendengar cerita Jati. Batara bertanya kepada pendekar menengah yang membawa gulungan. Pendekar itu mengangguk bahwa yang dikatakan Jati benar adanya.
Giri terkaget, bukan Abimana yang berlutut dihadapan Pangeran. Tapi Pangeran yang menunduk untuk dirinya. Apa benar Abimana sekuat itu? Giri membatin.
"Baiklah Tuan, aku akan mengutus pendekar tingkat tinggi untuk mengawal anda pulang," celetuk Batara memecahkan keheningan.
"Tidak, tidak perlu Raden Batara. Kau tidak perlu mencari pendekar lain untuk mengawalku. Pendekar yang kau cari sudah ada disini," balas Jati melihat ke arah Abimana.
Lagi-lagi semua terkejut dengan ucapan Jati. "Tapi Tuan, menurutku lebih aman jika anda dikawal oleh pendekar tingkat tinggi. Abimana mungkin beruntung saat mengalahkan Pendekar Rantai Besi. Ia pasti sudah kehabisan banyak tenaga kanuragan saat bertarung dengan para pengawal anda," ujar Zali. Batara dan Djani pun mengangguk setuju.
"Bisa jadi, tapi aku tidak tahu mengapa. Aku merasa lebih aman jika dikawal oleh Abimana."
Batara beserta dua pengawalnya tidak tahu harus berkata apa lagi. Mereka menatap Abimana yang terus tertawa karena dipuji Jati.
"Haha inilah aku, Pendekar Abimana yang menyelamatkan Pangeran haha."
"Djani, siapa pendekar tingkat tinggi yang tersedia sekarang?" bisik Batara.
"Saya juga baru ingat Raden, seluruh pendekar tingkat tinggi sedang menjalankan misi. Hanya ada pendekar tingkat menengah saat ini yang tersedia," balas Djani.
Batara sedikit mengerutkan dahinya. Akhirnya ia terpikir sebuah ide sembari berjalan ke arah mejanya.
"Giri Mahasura, Abimana Yasa, Sekar Candani. Dengan ini kalian akan melakukan misi tingkat tinggi!"
Seluruh Regu 1 terkaget. Abimana berteriak kesenangan.
Di gerbang Desa Asoka, Regu 1 sudah berkumpul bersama Pangeran Jati serta para pengawalnya. Hanya satu orang lagi yang sedang mereka tunggu saat itu."Ah sial, kenapa pria itu harus ikut? Bukankah kita bisa mengawal Jati sendiri hingga sampai ke rumahnya?" gerutu Abimana sembari melipat tangannya dan menghentak-hentakan kakinya. Sementara orang-orang yang disana hanya pura-pura tidak mendengar ocehan Abimana termasuk dua temannya Sekar dan Giri."Sekar, kau sependapat denganku bukan?"Buk! Sekar malah menjitak kepala Abimana dengan cukup keras."Argh Sekar kenapa kau selalu memukulku?""Sopanlah kepada Pangeran Jati. Kau tidak bisa begitu saja menyebut namanya seolah dia temanmu! Kau juga tidak boleh meremehkan misi ini!" bentak Sekar geram."Ah baiklah-baiklah." Abimana segera menciut saat Sekar memarahinya. Sementara Giri sungguh malu melihat tingkah Abimana dan Sekar di depan Pangeran Jati."Pangeran apa
Sudah cukup lama mereka berkuda meninggalkan Desa Asoka. Perjalanan itu sungguh sangat membosankan bagi Abimana. Sementara Zali dan Giri tampak waspada menjaga depan dan belakang. Sedangkan Sekar sibuk curi-curi pandang ke arah Giri. "Sekar, apa kau tidak lelah berkuda sendirian? Bagaimana kalau kita berdua menunggangi di satu kuda yang sama saja?" celetuk Abimana mengganggu konsentrasi Sekar ketika melihat Giri. "Abimana kau benar mau mati ya!!" balas Sekar geram. Sementara Jati cukup terhibur melihat tingkah Abimana dan Sekar. "Abimana, tetaplah waspada," celetuk Giri. "Haha Giri, kau terlalu penakut. Bukankah kita sedang menggunakan rencana Zali agar perjalanan kali ini tidak mencolok? Tidak ada yang sadar bahwa ada pangeran disini." "Awas!" jerit Zali tiba-tiba menarik kudanya dengan kencang. Semua orang yang dibelakangnya pun ikut panik dan menghentikan kuda juga secara bersamaan. Sreek! Sreek! Dua or
Sesaat kemudian beberapa pendekar utusan Desa Asoka tiba ke tempat Zali dan Regu 1 berada. Tapi Pendekar Pedang Bersaudara pun tetap tidak buka suara. Oleh karena itu Zali memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka, sedangkan Pendekar Pedang Bersaudara dibawa paksa ke Desa Asoka untuk diperiksa lebih lanjut.Kelompok Pendekar Pelarian memang sudah terkenal sepak terjangnya. Jadi mereka tidak akan bicara hanya dengan interogasi biasa.Perjalan berkuda kembali berlanjut, tapi sekarang kondisi sangat tegang dan waspada. Apalagi Abimana merasa sangat tidak berguna saat mereka diserang terakhir kali. Ia menatap Giri dengan kesal, kenapa selalu saja ia kalah dengan Giri. Giri selalu berada di satu tingkat di atasnya."Hiya! Hiya!" Abimana tiba-tiba memacu kudanya dengan sangat cepat melewati Zali bahkan mulai sangat jauh meninggalkan teman-temannya."Abimana! Sedang apa kau!" jerit Zali. Tapi Abimana tidak peduli, ia sengaja melaju l
"Eh? Apa ini tidak apa?""Pria itu berani sekali. Apa ia sudah memikirkan perbuatannya?""Bukankah kelima orang itu pencuri yang memang sudah sering berulah disekitar sini?"Orang-orang yang melihat Abimana sebenarnya daripada kagum atas apa yang telah ia lakukan mereka sejatinya khawatir."Raja katanya? Apa dia sudah gila?""Hey ayo kita pergi dari sini sebelum orang itu tahu,""Benar, palingan dia besok akan merasakan akibatnya,"Satu per satu warga yang tadi penasaran dengan ulah Abimana mulai membubarkan diri tanpa sepatah rasa terimakasih pun. Tidak ada yang satu warga pun yang tampak memberinya selamat.Abimana yang sedang menunggu pujiannya pun terheran. Kota itu memang tidak beres, pikirnya. "Tuan Pendekar teri..makasih atas bantuan anda. Tapi sebaiknya tadi kau tidak perlu membantu saya," ucap wanita yang ditolong Abimana. "Kenapa Nona? Apa sebenarnya yang akan terjadi," balas Abimana.
"Baiklah, besok kami akan pergi sendiri tanpamu," ujar Zali dengan dingin. "Terserah kalian," balas Abimana tidak mau kalah. "Abimana, jangan gegabah. Apakah kau tahu atas pilihanmu itu? Kau akan dianggap pendekar yang tidak patuh oleh Desa Asoka dan Kerajaan Geni. Kau akan diasingkan sebagai pendekar. Masa depanmu sebagai pendekar akan terancam kecuali kau menjadi pendekar pelarian," jelas Sekar. "Cih." Abimana sedikit terbayang dengan apa yang dijelaskan Sekar. Sepertinya pilihannya kali ini akan membuatnya sulit kedepannya. "Baiklah, aku sadar penuh akan pilihanku. Aku tidak peduli dengan apa yang terjadi ke depannya. Bagiku, ini adalah jalan pendekarku. Membela yang lemah. Apa gunanya setia kepada kerajaan yang tidak dapat mengatasi hal ini?" ucap Abimana kemudian dengan dingin. Semua tercengang mendengar ucapan Abimana. Tidak biasanya Abimana seserius itu. "Aku akan ikut Abimana," celetuk Giri t
Abimana dengan semangat pendekar mencari tiap jalan di kota Hancur untuk mencari Wangkawa yang dikatakan pemimpin dari semua berandal yang ada di kota Hancur. "Hey apa kau tahu dimana Wangkawa?" tanya Abimana bertanya kepada seorang pemuda yang duduk di pinggir jalan. Tapi pemuda itu langsung lari kocar-kacir. "Tidak! Aku tidak tahu!" jerit pemuda itu sambil berlari. "Dasar aneh," gumam Abimana. Tidak jauh dari sana Abimana melihat pengemis, segera ia bertanya juga kepada pengemis tersebut hal yang sama. "Ah pergilah! Jangan ganggu aku!" teriak pengemis tersebut dan langsung lari secepat mungkin meninggalkan Abimana. Tapi Abimana yang sudah geram dan tidak tahu lagi harus mencari kemana, langsung saja ia mengejar pengemis tersebut dan buak! Pengemis tersebut dibuat jatuh oleh Abimana hingga ia tersungkur di tanah. "Tolong lepaskan aku, lepaskan. Aku tidak tahu apa-apa," ucap si pengemis saat tubuhn
Sekar tampak panik, Zali terdesak beradu senjata dengan Wangkawa. Giri pun begitu kaget dengan kehebatan lawannya. Jika ia bergerak maka Pangeran Jati akan tanpa perlindungan, bagaimana jika ada musuh lain yang menargetkan Pangeran. "Hey bangun, aku belum selesai," ucap pria yang membuat Giri terhempas. Kini Giri diangkat hanya dengan menarik pakaian pendekarnya ke atas. "Giri!" jerit Sekar lagi, kali ini ia ingin beranjak dari tempatnya. "Sekar! Fokus saja melindungi Pangeran! Giri tidak selemah itu" jerit Zali membuat langkah Sekar terhenti. Lagi-lagi Sekar tidak bisa mengkendalikan perasaannya ketika melihat Giri terluka. Ia sampai lupa bahwa saat ini keselamatan Pangeran Jati adalah yang utama. "Haha Zali, kau pikir siapa yang sedang dihadapi bawahanmu itu? Dia adalah Manggala, muridku," ucap Wangkawa. "Aku tidak peduli siapa dia, Cepat atau lambat ia akan dikalahkan Giri." "Zali, seharusnya kau mengkhawatir
Trang! Bersama dengan jatuhnya Giri pada pangkuan Abimana. Pedang Zali pun patah ketika beradu dengan parang raksasa Wangkawa. Wangkawa tersenyum puas, entah karena Manggala yang berhasil membunuh Giri atau kerena Zali kini sudah tidak memiliki pedang lagi."Bawahanmu cukup hebat. Tapi masih belum cukup bila lawannya Manggala," ujar Wangkawa menyeringai. Kali ini Zali tidak bisa membantah lagi. Memang tampak jelas tidak jauh dari mereka Giri sudah terbujur kaku di pangkuan Abimana."Kau!!! Tidak akan aku maafkan!" ucap Abimana yang sangat marah. Angin sangat kencang tiba-tiba mengitari Abimana yang sedang meletakkan tubuh Giri secara perlahan.Sangking kencangnya membuat Zali dan Wangkawa menghentikan pertarungan karena angin tersebut sangat mengganggu.Zali, Wangkawa, dan Manggala terbelalak ketika melihat Abimana. Karena mereka bisa merasakan kanuragan, dan kanuragan milik Abimana mendadak menjadi sangat besar dalam sekejap.