Share

Bab 5 - Seruling

last update Huling Na-update: 2025-05-13 15:14:45

“Hutan Lianhua?” Luo Yin melebarkan matanya mendengar itu, sementara raut wajahnya menyiratkan kekhawatiran. “Hutan itu kan ....”

“Tidak perlu khawatir!” potong Hua Lianyi dengan tenang. “Aku pastikan putramu aman. Aku ke sini hanya mewakili Luo Yi untuk berpamitan padamu, karena putramu itu mengatakan kalau dia belum berpamitan denganmu ketika pergi ke Hutan Lianhua. Dia juga menitipkan pesan kalau dia ingin meminta maaf padamu karena pergi dari rumah tanpa berpamitan.”

Mendengar itu, Mata Luo Yin mulai berkaca-kaca dan ia bergumam dalam hati seraya menundukkan kepala. “Luo Yi, ibu bangga padamu. Kau berusaha menunjukkan pada ibu dengan tekad kuat bahwa kau bisa mengubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.” 

Wanita itu mengusap air matanya yang mulai menetes, lalu ia menangkupkan tinjunya di depan dada dan membungkukkan tubuhnya di depan Hua Lianyi. “Maaf karena tadi saya telah menyambut kedatangan Anda dengan cara tidak sopan. Saya sekarang percaya dengan Anda. Tolong jaga putra saya dengan baik!”

Hua Lianyi mengangguk pelan. “Aku akan menjaga putramu dan melatihnya sampai menjadi kuat sepertiku.” 

Hua Lianyi segera menghilang dari pandangannya setelah mengatakan itu, seperti asap yang tertiup angin. Luo Yin hanya bisa memandangi tempat wanita itu berdiri tadi, lalu berbisik lirih, “Kultivator Ranah Legenda!”

Bagi para kultivator, Jurus Teleportasi hanya bisa dikuasai oleh Kultivator Ranah Legenda.

Sebenarnya, Luo Yin sudah sempat menebak sejak awal. Cara bicara wanita itu, ketenangannya, dan kekuatan luar biasa yang ia tunjukkan—semuanya mengarah pada satu kesimpulan. Namun, emosi dan kekhawatiran terhadap anaknya sempat menutupi intuisi itu. Baru sekarang ia merasa yakin.

Akan tetapi, hal yang tidak diketahui Luo Yin, bahwa sebenarnya Hua Lianyi bukan Kultivator Ranah Legenda, melainkan pengguna Teknik Pernafasan Alam yang memungkinkannya memiliki kekuatan yang setara dengan Kultivator Ranah Legenda. 

***

Sementara itu, di Hutan Lianhua, lebih tepatnya di Perpustakaan Bawah Tanah, terlihat Luo Yi telah fokus membaca sebuah buku yang berjudul ‘Cara Menenangkan Diri’. Ia berpikir jika ia membaca buku ini ia akan lebih cepat menguasai Teknik Pernafasan Alam, karena seperti yang dikatakan gurunya, teknik itu membutuhkan ketenangan tingkat tinggi.

Di saat sedang serius-seriusnya membaca buku itu, tiba-tiba sebuah cahaya lembut berpendar di depannya, membentuk siluet tubuh seseorang. Dalam hitungan detik, sosok Hua Lianyi muncul tanpa suara di hadapan Luo Yi, seolah cahaya itu membawanya langsung dari tempat lain.

“Yier,” kata Hua Lianyi tiba-tiba, suaranya lembut dan tenang.

Luo Yi tersentak ringan, lalu segera menoleh. “Guru?”  

“Aku baru saja kembali dari menemui ibumu.”

  

Mata Luo Yi melebar. “Guru sudah ke rumah?”  

Hua Lianyi mengangguk. “Aku telah menyampaikan izinmu dan juga pesanmu. Aku bisa merasakan dari sorot matanya, dia sangat menyayangimu dan bangga padamu, meski dia tak mengatakannya langsung.”

Hua Lianyi menatap rak buku di sekeliling mereka, lalu matanya tertuju pada buku yang sedang dipegang Luo Yi.  

“Itu buku ‘Cara Menenangkan Diri’, ya?” tanyanya lembut sambil mendekat.  

Luo Yi mengangguk, “Ya, Guru. Saya pikir jika saya memahami isi buku ini, saya akan lebih cepat menguasai Teknik Pernafasan Alam.”  

Hua Lianyi tersenyum kecil, lalu mengangkat tangannya dan menarik sesuatu dari cincin penyimpanan di jarinya, sebuah seruling giok berwarna perak yang berkilau diterpa cahaya yang memancar dari kristal-kristal yang menggantung pada langit-langit ruangan ini.  

“Kalau begitu, biarkan aku tunjukkan padamu cara merasakan ketenangan dengan lebih dalam.”

Ia mendekatkan seruling itu ke bibirnya dan mulai memainkan sebuah nada lembut.  

Alunan musiknya pelan, menyapu ruangan seperti angin musim semi. Nada demi nada terasa menyusup ke dalam hati Luo Yi, menenangkan pikirannya, seolah semua beban pikirannya menghilang. Tubuhnya terasa ringan, matanya sayu, dan kesadarannya nyaris dibuai ke alam mimpi.

Hua Lianyi menurunkan serulingnya perlahan. Tatapannya jatuh pada Luo Yi yang duduk lesehan di atas lantai keramik Perpustakaan Bawah Tanah ini, bersila dengan punggung bersandar ringan ke rak buku. Mata pemuda itu tampak setengah terpejam, seperti sedang berjuang melawan rasa kantuk yang datang akibat alunan merdu serulingnya tadi.

Melihat itu, Hua Lianyi tersenyum tipis.  

“Jangan tidur di sini, Yi’er. Ayo ke kamar,” katanya lembut, seolah suara lembutnya melanjutkan irama ketenangan yang baru saja ia ciptakan.

“Maaf, Guru,” kata Luo Yi. “Saya sebenarnya belum ingin tidur. Tapi karena suara seruling yang Guru mainkan begitu merdu, saya merasakan ketenangan luar biasa. Saking nyamannya, saya hampir tertidur saat mendengarkannya.” 

Hua Lianyi menawarkan, “Apakah kau ingin belajar memainkan seruling?”

Luo Yi mengangguk seraya melempar senyum. “Ajari saya, Guru!” pintanya.

“Sepertinya aku tidak perlu mengajarimu bermain seruling,” kata Hua Lianyi.

Senyum Luo Yi sedikit memudar, tetapi matanya masih menatap penuh antusias.

Hua Lianyi melangkah pelan mendekatinya, lalu duduk bersila di hadapannya. Ia menunjuk buku yang masih digenggam oleh Luo Yi.

“Buka halaman 178,” katanya tenang.

Luo Yi menuruti, membalik halaman buku hingga menemukan halaman yang dimaksud. Di sana tergambar sketsa seruling dan posisi jari, serta beberapa keterangan teknik dasar meniup nada.

“Kau bisa belajar sendiri dengan buku itu,” kata Hua Lianyi, lalu menyerahkan seruling yang di tangannya pada pemuda itu. “Ambil ini!”

“Terima kasih, Guru.” Luo Yi menerima seruling itu sembari tersenyum senang, tangannya menggenggam benda itu dengan penuh semangat, seolah tak sabar untuk mulai belajar.

“Berlatihlah!” Hua Lianyi beranjak berdiri. “Tapi jangan lupa untuk beristirahat!” sambungnya, lalu melangkahkan kaki menaiki tangga spiral.

“Baik, Guru!” 

Setelah kepergian gurunya, Luo Yi menatap seruling di tangannya dengan penuh rasa ingin tahu. Ia kembali melirik halaman 178, memperhatikan posisi jari dan cara meniup yang dijelaskan di sana.

Dengan perlahan, ia mengangkat seruling itu ke bibirnya. Ia menyesuaikan posisi jari seperti pada gambar, menarik napas dalam-dalam, lalu mulai meniup pelan.

Bunyi yang keluar masih terdengar sumbang dan tak beraturan.

Luo Yi tersenyum kecil. “Ternyata tidak semudah kelihatannya.”

Namun ia tidak menyerah. Ia kembali membaca, memperbaiki posisi jarinya, lalu mencoba lagi.

Kali ini, terdengar alunan sederhana, masih kasar, tapi lebih jelas dari sebelumnya. Nada-nada lirih memenuhi Perpustakaan Bawah Tanah, membawa nuansa baru di tempat itu.

Ia terus berlatih, nada demi nada, hingga akhirnya sebuah melodi pendek mulai terbentuk. Meski sederhana, alunan itu membawa ketenangan yang mendalam.

Tiba-tiba, seruling di tangannya bergetar ringan. 

Luo Yi menurunkan seruling dan menatapnya dengan mata membelalak. “Apa yang terjadi?”

Namun tak ada yang terjadi lagi. Seruling itu hanya bergetar ringan, mungkin karena resonansi dari nada terakhir yang ia tiupkan. Ia menghela napas, berusaha menenangkan diri.

Tiba-tiba, suara langkah kaki bergema dari tangga spiral.

Luo Yi menoleh cepat, tubuhnya refleks siaga. Tapi langkah itu terdengar ringan, pelan, dan sangat asing.

"Itu sepertinya bukan suara Guru," gumamnya pelan.

Langkah itu semakin dekat. Siapa pun itu, kini sudah hampir mencapai ujung tangga.

Luo Yi menggenggam serulingnya. Pandangannya tertuju pada arah pintu masuk, napasnya tertahan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Jalan Sunyi sang Pendekar   Bab 37 - Langkah Tenang Menghanyutkan

    Sambil mendengarkan Zhu Xiehun berbicara, Luo Yi mengaktifkan Jurus Langkah Tenang Menghanyutkan. Setelah jurus itu aktif, dan waktu itu adalah saat di mana pria berjubah merah itu belum menyelesaikan ucapannya, Luo Yi dengan tenang melangkahkan kakinya.Dalam sekejap, ia telah berpindah di hadapan Zhu Xiehun dengan Pedang Qingling dalam genggaman tangan kanannya kini telah berada di dekat leher pria itu.Zhu Xiehun tersentak. Keringat dingin seketika mengalir deras dari pelipisnya, dan jantungnya berpacu dengan cepat.“Cepat sekali! Lebih cepat dari sang Legenda yang pernah kuhadapi sebelumnya. Aku bahkan tidak merasakan apa pun saat orang ini mengaktifkan Jurus Teleportasi. Aku harus berhati-hati dengan orang ini!” batinnya.“Si ... siapa kau sebenarnya?” Zhu Xiehun bertanya dengan suara bergetar dan sedikit terbata.Luo Yi menjawab dengan tenang. “Aku hanya seorang pendekar yang ingin menghentikan kegaduhan yang disebabkan oleh orang-orang sepertimu.”“Kegaduahan? Apa maksudmu?” ta

  • Jalan Sunyi sang Pendekar   Bab 36 - Zhu Xiehun

    Luo Yi menoleh ke arah ayahnya. Ia tersenyum tipis sebelum menjawab, “Jalan yang kutapaki adalah jalan sunyi. Dengan kata lain, aku memilih jalan yang membawaku pada ketenangan dan kedamaian. Jika aku melihat seseorang membuat kegaduhan, maka aku akan menghentikan kegaduhan itu dan menuntun orang itu ke jalan kedamaian.”Luo Yang tersentuh. Baginya, jawaban yang dilontarkannya putranya itu adalah kata-kata yang penuh makna mendalam. Ia tak tahu harus berkata apa selain merespon dengan kata, “Kau benar-benar sudah berubah, Yi'er.”Luo Yi hanya tersenyum tipis sebagai respon. Setelah percakapan itu, ia dan ketiga anggota keluarganya kemudian kembali masuk ke dalam kediaman setelah menutup kembali pintu gerbang halaman.***Malam harinya, dirasa semua orang dalam kediaman telah tertidur lelap, di kamarnya Luo Yi mengeluarkan Pedang Qingling dari cincin penyimpanannya.Saat bertarung melawan Luo Mian di Gerbang Selatan, ia sempat menghisap energi Qi merah ketika Pedang Qingling-nya itu be

  • Jalan Sunyi sang Pendekar   Bab 35 - Pahlawan Gerbang Selatan

    Setelah hening beberapa saat, Luo Yin membuka suara. “Kenapa kau tidak ingin menemui Dewan Agung, Yi'er?” tanyanya, ada garis kerutan di dahinya. “Ibu yakin beliau pasti akan memberikan penghargaan yang sangat besar padamu. Bukankah dulu tujuanmu menjadi kuat karena menginginkan itu agar semua orang mengakuimu?”Luo Yi menatap ibunya yang tampak penasaran terhadap alasan di balik keputusannya. “Apakah Ibu lupa? Kemarin aku sudah mengatakan pada Ibu dan Bibi Qin di Danau Wuyao, bahwa tujuanku menjadi kuat adalah untuk mengubah dunia persilatan yang penuh dengan kegaduhan ini menjadi tenang dan damai,” katanya tenang. “Tujuanku sudah berubah sejak aku bertemu dengan guruku.”Setelahnya, Luo Yi bangkit dari duduknya, berniat untuk keluar dan menemui Yu Xuan. Namun, baru saja selangkah ia menapakkan kaki, ia mendengar ibunya kembali berkata, “Tapi kau berhak untuk bahagia, Yi'er. Kau berhak mendapatkan penghargaan, dan untuk mendapatkan itu, kau harus menjelaskannya pada Dewan Agung.”

  • Jalan Sunyi sang Pendekar   Bab 34 - Panggilan dari Dewan Agung

    Luo Mian menatap gerbang besar yang kini telah roboh sebelum menjawab, “Dia adalah pemuda yang sangat tenang, bahkan saat di bawah tekanan aura Ranah Ksatria sekali pun.”Mendengar ayahnya mengatakan 'sangat tenang', Luo Lian dapat menebak, “Apakah itu Luo Yi?” Luo Mian mengangguk. “Semua kerusakan di Gerbang Selatan ini adalah ulah ayah, tapi pemuda itu menghentikan ayah dengan ketenangannya. Ayah tak merasakan aura ranah kultivasi sedikit pun dalam dirinya. Tapi bagi ayah, dia seperti Kultivator Ranah Legenda.”Luo Lian menundukkan kepalanya dengan wajah murung. Ia sadar, bahwa Luo Yi yang dikiranya tak memiliki dantian, ternyata menyimpan kekuatan sebesar itu. “Aku kemarin juga bertarung dengannya, Ayah,” ucapnya lirih, tetapi masih dapat didengar oleh ayahnya.Luo Mian terkekeh sebelum berkata, “Ayah yakin kau pasti kalah.”Luo Lian mengerucutkan bibirnya sebelum berkata, “Awalnya aku merasa telah membunuhnya, tapi—”“Mungkin kau terkena ilusi,” potong Luo Mian. Luo Lian menger

  • Jalan Sunyi sang Pendekar   Bab 33 - Masa Lalu Luo Mian Part 9

    Dengan kedua pedangnya, Luo Lian langsung menahan tubuhnya yang nyaris jatuh. Pria berjubah hitam itu berhasil kabur, dan ayahnya tiba-tiba dihisap oleh portal merah. Kini ... rasa putus asa menguasai dirinya. Ia menjatuhkan kedua lututnya dengan pasrah. Pandangannya kosong. Beberapa saat setelahnya, air matanya menetes, berjatuhan membasahi tanah gosong. “Kenapa ... kenapa ini terjadi pada keluargaku?” Luo Lian menjerit, suaranya lantang. Ia menangis dengan histeris. Ia merasa dirinya telah hancur. Dari belakang, Luo Lin merangkulnya, mencoba menenangkan kakaknya. “Tenangkan dirimu, Kak. Kita tidak boleh rapuh. Kita harus jadi kuat agar bisa membalas dendam!” katanya seraya menyandarkan kepalanya pada bahu kakaknya. Luo Lian memejamkan matanya, berusaha menenangkan diri dari keterpurukan. Dalam pikirannya ia berusaha mencari cara untuk menjadi kuat. Setelah berpikir beberapa saat, ia pun teringat bahwasanya ibunya pernah bercerita padanya, kalau ibunya itu dulu pernah menj

  • Jalan Sunyi sang Pendekar   Bab 32 - Masa Lalu Luo Mian Part 8

    “Tapi ibu ....” Luo Lin tak sanggup melanjutkan ucapannya begitu melihat tubuh ibunya yang tergeletak mengenaskan dan tak bernyawa lagi.Sementara itu, Luo Lian langsung mengalihkan pandangannya ke arah di mana tadi ayahnya bertarung. Matanya menajam ketika melihat sosok pria berjubah hitam itu melayang turun untuk mengambil Tongkat Bambu Emas-nya yang menancap di tanah gosong.Naga es ayahnya kini telah kembali ke wujud tombak biru tanpa adanya cahaya energi Qi yang tadi menyelimutinya. Di saat ia melihat ayahnya yang kini sedang berjuang keras untuk kembali berdiri dengan kedua tangan bergetar memegang tombak, ia meletakkan tubuh adiknya di sisi ibunya.“Tunggulah di sini, Lin'er. Aku harus menolong Ayah,” ujarnya, lalu segera menoleh ke arah pria berjubah hitam yang kini telah kembali menggenggam Tongkat Bambu Emas-nya.Luo Lin langsung menggenggam tangan kakaknya itu dengan tangannya yang lemas. “Aku sudah kehilangan ibu ... aku tidak ingin kehilangan Kakak dan Ayah!” ucapnya li

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status