Share

Bab 6 - Kembali

last update Last Updated: 2025-05-23 09:50:26

Luo Yi menghela nafas. “Ternyata Anda Guru, saya pikir orang lain,” katanya seraya menatap Hua Lianyi yang muncul dari pintu masuk tangga spiral.

“Aku hanya sedang menguji ketenanganmu,” kata Hua Lianyi dengan tenang. “Tetaplah tenang dalam kondisi apa pun, Yi'er.”

“Saya benar-benar tidak menduga kalau Guru akan menguji ketenangan saya lagi.” Luo Yi menatap seruling di tangannya. “Saya rasa, Guru melakukan sesuatu pada seruling ini.”

Hua Lianyi tersenyum tipis. “Kau menyadarinya.”

“Saya merasa Guru memiliki banyak cara untuk menguji ketenangan saya.” Luo beranjak berdiri, pandangan matanya masih tertuju pada sang guru yang berdiri di hadapannya. “Mulai sekarang, saya akan berusaha untuk selalu dalam keadaan tenang. Apa pun kejutan yang akan Guru berikan untuk menguji ketenangan saya, saya siap menghadapinya dengan ketenangan!”

***

Tiga tahun telah berlalu. Di bawah bimbingan Hua Lianyi, Luo Yi tumbuh menjadi sosok yang sangat berbeda. Tidak ada lagi kegugupan atau amarah remaja dalam dirinya. Tatapannya kini dalam dan tenang, langkahnya mantap, dan setiap kata yang ia ucapkan mengandung ketegasan yang menenangkan. Hutan Lianhua bukan hanya tempat latihan, tetapi tempat kelahiran kembali dirinya yang baru.

Siang itu, setelah bermeditasi seorang diri di atas Bunga Lotus Biru, Luo Yi segera menemui gurunya di Paviliun Bunga Persik. 

Hanya dalam waktu satu tarikan nafas saja, ia telah tiba di sana, di hadapan Hua Lianyi yang tengah duduk bersandar di bawah pohon bunga persik seraya memainkan seruling.

Tidak mungkin jika Luo Yi datang dari Danau Bunga Lotus ke Paviliun Bunga Persik hanya dalam waktu satu tarikan nafas saja, jika pemuda itu tidak menggunakan Jurus Teleportasi. 

Hua Lianyi menghentikan permainan serulingnya dan mengangkat pandangan. Di hadapannya, kini berdiri sosok murid yang telah ia bimbing selama tiga tahun. Dalam diam, ia memperhatikan Luo Yi.

“Begitu banyak yang telah berubah,” batinnya.

Pemuda itu kini berdiri tegap, mengenakan jubah biru kehijauan yang berkibar lembut tertiup angin. Tubuhnya lebih berisi, wajahnya lebih tegas, dan sorot matanya ... tenang, dalam, namun penuh keteguhan. Tak ada lagi kegugupan remaja dalam dirinya. Setiap langkah dan geraknya kini mengandung kesadaran dan kendali.

“Tatapanmu sudah berbeda, Yi’er,” gumam Hua Lianyi dalam hati, bibirnya melengkung tipis membentuk senyum bangga. “Kau bukan lagi anak yang dulu datang ke hutan ini dengan mata penuh dendam.”

Hua Lianyi menatap Luo Yi yang kini berdiri di hadapannya, lalu bertanya dengan tenang, “Ada apa, Yi’er?”

Luo Yi menundukkan kepala dengan hormat. “Guru, aku datang untuk berpamitan,” katanya dengan tenang, dan kini ia tak lagi menggunakan bahasa formal seperti dulu. Karena dalam waktu tiga tahun ini, ikatan dirinya dengan Hua Lianyi menjadi sangat kuat, seolah gurunya itu adalah ibu kedua bagi Luo Yi.

Hua Lianyi terdiam sejenak, menatap dalam sorot mata pemuda itu. Tatapan yang dulu penuh gejolak kini telah menjadi sebening dan setenang danau di pagi hari.

“Aku telah menguasai Teknik Pernafasan Alam dan semua jurus yang Guru ajarkan. Aku merasa … sudah waktunya untuk kembali.”

Angin berembus pelan, menggerakkan daun-daun Bunga Persik yang berguguran di sekitar mereka. Hua Lianyi tersenyum tipis, tetapi ada sedikit bias emosi dalam pandangannya.

Hua Lianyi beranjak berdiri, lalu melangkah dengan tenang mendekati Luo Yi. Setelah berada di hadapannya, ia menyodorkan seruling perak kesayangannya. “Bawalah ini, Yi'er. Hanya ini yang bisa kuberikan sebagai kenang-kenangan,” ucapnya lembut.

Hati Luo Yi tersentuh, namun wajahnya tetap tampak tenang, karena sekarang ia tak lagi mudah dikendalikan oleh emosi. Jika bukan karena ketenangannya yang luar biasa, sekarang ini ia pasti menitihkan air mata. “Terima kasih, Guru,” ucapnya tenang. “Tapi bagiku, tidak hanya seruling ini yang akan menjadi kenang-kenangan, tetapi semua yang telah Guru ajarkan padaku adalah kenangan terindah yang takkan pernah kulupakan.”

“Sebelum kau pergi, aku ingin berpesan padamu.” Hua Lianyi menatap wajah Luo Yi dengan tenang. “Gunakanlah kekuatanmu untuk menolong yang lemah dan membela diri dari orang yang berusaha mencelakaimu. Jangan pernah kau gunakan kekuatanmu dengan niat untuk balas dendam dan kesombongan.”

“Baik, Guru,” jawab Luo Yi dengan tenang, lalu ia menangkupkan tinju di depan dada dan sedikit membungkukkan badannya seraya berkata, “Kalau begitu, saya pamit undur diri.”

“Pergilah, dan jaga dirimu baik-baik,” kata Hua Lianyi dengan tenang. 

Luo Yi menutup matanya sejenak, lalu mengaktifkan Jurus Teleportasi. Dalam sekejap, tubuhnya memudar seperti kabut tertiup angin, meninggalkan serpihan cahaya samar yang perlahan menghilang di udara.

Hua Lianyi berdiri diam menatap tempat muridnya tadi berdiri. Angin berembus pelan, menggoyangkan ujung jubah dan daun-daun Bunga Persik yang gugur di sekitarnya. Tak ada kata, hanya tatapan kosong penuh makna.

“Selamat jalan, Yi’er,” gumamnya tenang. “Semoga kau menemukan jalanmu sendiri.”

***

Hutan Lianhua terletak di sebelah tenggara dari Ibukota Ningzou. Namun, dengan Jurus Teleportasi-nya, Luo Yi tidak langsung berpindah ke rumahnya, melainkan berpindah ke Gunung Cangwu yang terletak di sebelah timur laut dari Ibukota Ningzou. Hal tersebut ia lakukan agar orang-orang mengira kalau ia datang dari gunung itu, bukan dari Hutan Lianhua.

Bagaimanapun juga, Hua Lianyi berpesan padanya untuk selalu merahasiakan tentang hutan itu kepada siapa pun. Selain itu, ia juga tidak ingin terlihat seperti Kultivator Ranah Legenda karena bisa melakukan Jurus Teleportasi dengan energi alam.

Dari Puncak Gunung Cangwu, Luo Yi melihat tidak ada siapa pun di sini, tempat ini sepi, ia tidak melihat manusia maupun hewan di sini. Heningnya tempat ini hanya dipecah oleh desiran suara angin yang bergemuruh. Meski dingin, ia tidak menggigil dan tetap terlihat sangat tenang, seolah tidak kedinginan sedikit pun.

Merasa tidak ada seorang pun yang melihatnya, ia pun menuruni gunung ini dengan Jurus Langkah Angin, membuat dirinya bergerak secepat angin bertiup.

Dalam beberapa tarikan nafas saja, ia tiba di kaki Gunung Cangwu. Dari sini ia bisa melihat Ibukota Ningzou sudah tak jauh lagi, kurang lebih sekitar empat li.

Dari sini pun ia memutuskan menuju ke Ibukota Ningzou dengan jalan santai. Meski ia punya Jurus Teleportasi dan Jurus Langkah Angin, tetapi ia tidak ingin terlihat terlalu mencolok di mata masyarakat. Namun tetap saja, ada yang tidak bisa ia sembunyikan, yaitu fisik tubuhnya yang sekarang terlihat lebih tinggi dan lebih kekar berkat latihan keras dan rutin mengonsumsi sumber daya langka yang hanya ada di Hutan Lianhua.

Setelah satu batang dupa terbakar melakukan perjalanan dengan jalan santai, akhirnya ia tiba di Klan Qiau yang merupakan Ibukota Ningzou bagian timur.

Ya. Ibukota Ningzou terdiri dari empat klan, yaitu: Klan Qiau bagian timur, Klan Yu barat, Klan Su Utara, Klan Luo tenggara dan bagian tengah adalah pusat ibukota.

Ketika Luo Yi memasuki Klan Qiau, dari arah lain ia mendengar suara seseorang menyebut namanya.

“Luo Yi, kaukah itu?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jalan Sunyi sang Pendekar   Bab 11 - Pertemuan

    Dengan cekatan, Luo Yin segera memutar tubuhnya seraya menyiapkan bola energi Qi di tangan kanannya. Namun, begitu melihat orang yang tadi berjalan di belakangnya, ia menurunkan tangannya. Bola energi Qi yang ia siapkan untuk menyerang meredup. Matanya berkaca-kaca melihat sosok pemuda di depannya. “Kau ... kau Luo Yi, kan?”Dari jarak beberapa tombak tempat Luo Yin dan Luo Qin berada, Luo Yi tersenyum tipis, wajahnya terlihat sangat tenang. Pemuda itu mengangguk pelan seraya menjawab, “Ya, Ibu. Ini aku.”Luo Yin beranjak berdiri, air matanya mengalir deras membasahi pipinya. Wanita itu berlari ke arah Luo Yi lalu memeluknya. Ia tidak tahu harus terkejut atau bahagia. Tubuh mungil yang dulu ia peluk, kini telah berubah menjadi tubuh pemuda dewasa yang kekar dan hangat. Bahunya yang dulu sempit kini lebih lebar, dan tinggi badannya bahkan melebihi dirinya. Luo Yin menangis haru dalam pelukan putranya.Di sisi lain, Luo Qin melebarkan matanya, seol

  • Jalan Sunyi sang Pendekar   Bab 10 - Kristal Jiwa

    Luo Lian melesat ke arah Luo Yi bagaikan kilat yang menyambar. DUAR!Ledakan dahsyat yang memekakkan telinga mengguncang udara. Air Danau Wuyao terpental, membuncah ke segala arah akibat ledakkan energi Qi yang luar biasa dari serangan Luo Lian.Air danau yang terpental itu mengguyur daratan di sekitar danau, membanjiri tanah dan membuat beberapa pohon tumbang akibat hantaman arus deras yang datang secara tiba-tiba.Di tengah danau yang kini terlihat lebih surut, kabut putih mengepul tebal. Saat angin sore bertiup pelan, kabut itu perlahan tersibak, menampakkan sosok Luo Lian yang berdiri tegak di atas permukaan air. Wajahnya pucat dan nafasnya terengah-engah.Ia baru saja menggunakan Jurus Tebasan Taring Bulan, sebuah jurus yang membuat tubuhnya bergerak secepat kilat dan menebas bagaikan taring bulan yang dijatuhkan.Rambutnya yang memutih kini kembali menghitam seperti sedia kala. Aura ganasnya perlahan meredup, dan tingkat k

  • Jalan Sunyi sang Pendekar   Bab 9 - Kombinasi Dua Saudara

    Luo Lian mengeluarkan sebuah pil berwarna merah gelap seperti darah kental dari cincin penyimpanannya. Itu adalah pil yang ia dapatkan dari hadiah menang dalam pertandingan di Kompetisi Kerajaan Zhi tahun lalu. Pil itu diracik oleh alkemis tingkat tinggi yang menggunakan bahan dari darah Kultivator Ranah Ksatria. Dengan kata lain, Kerajaan Zhi dipimpin oleh seorang Raja bernama Raja Zhi Yuan, yang juga termasuk Kultivator Ranah Ksatria. Jadi, pil itu dibuat dengan darah raja itu sendiri untuk dijadikan hadiah pada kompetisi tahunan di kerajaannya.Efek dari pil ini akan membuat ranah kultivator yang mengonsumsinya meningkat ke Ranah Ksatria, tetapi itu hanya berlaku untuk sementara.Luo Lian segera menelan Pil Darah Ksatria itu. Seketika itu juga, lonjakan energi yang mengerikan memancar ganas dari tubuhnya, membuat air danau di bawahnya membelah seperti dihantam gada raksasa.Rambut Luo Lian yang semula hitam memutih, otot-ototnya memb

  • Jalan Sunyi sang Pendekar   Bab 8 - Pertarungan Pertama Luo Yi

    “Maaf, Paman. Aku datang karena ingin pulang ke kampung halamanku, bukan untuk berkelahi,” kata Luo Yi seraya berjalan dengan tenang, melewati Luo Lian. Luo Yi memanggilnya dengan sebutan paman karena Luo Lian sebenarnya sudah berusia empat puluhan tahun. Luo Lian tampak seperti usia dua puluh lima tahun karena tingkat kultivasinya telah mencapai Ranah Lanjutan Tahap Sembilan. Dalam dunia persilatan, semakin tinggi ranah seorang kultivator, maka penuaan pada tubuhnya akan semakin melambat. Dan jika seorang kultivator telah mencapai ranah tertinggi, maka penuaan pada tubuhnya benar-benar akan berhenti, bahkan akan menjadi muda lagi seperti berusia dua puluhan tahun. Inilah alasan kenapa kebanyakan kultivator memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai ranah tertinggi. Melihat Luo Yi yang dengan tenangnya melewatinya, wajah Luo Lian memerah. Pria itu merasa seolah tantangannya tak layak untuk ditanggapi, membua

  • Jalan Sunyi sang Pendekar   Bab 7 - Pertemuan Tak Terduga

    “Luo Yi, kaukah itu?”Suara lembut namun penuh rasa tak percaya itu membuat langkah Luo Yi terhenti. Ia menoleh perlahan ke arah sumber suara.Sekitar tujuh tombak dari tempatnya berdiri, tampak seorang gadis berdiri di dekat gerbang Klan Qiau. Jubah putih gading yang dikenakannya tampak berkilau samar diterpa cahaya matahari siang, dihiasi benang emas di bagian kerah dan lengan. Rambut hitamnya diikat rapi ke belakang dengan pita ungu muda.Di saat gadis itu menatapnya, Luo Yi mengenali tatapan itu. Tatapan yang dulu ia lihat saat dirinya dipermalukan di hadapan banyak orang di Sekte Pedang Langit. Saat semua menatapnya dengan hina, hanya satu orang yang memandangnya dengan iba, tanpa kata, namun menyentuh. Kini, tatapan itu kembali menyapanya. Masih sama, tapi kali ini dibalut keterkejutan.“Ya, ini aku, Nona Qiau,” jawab Luo Yi dengan suara tenang.Qiau Yu terpaku. Tatapannya menyusuri wajah Luo Yi yang kini lebih dewasa, tubuhnya tegap, sorot matanya dalam dan menenangkan. “Apakah

  • Jalan Sunyi sang Pendekar   Bab 6 - Kembali

    Luo Yi menghela nafas. “Ternyata Anda Guru, saya pikir orang lain,” katanya seraya menatap Hua Lianyi yang muncul dari pintu masuk tangga spiral.“Aku hanya sedang menguji ketenanganmu,” kata Hua Lianyi dengan tenang. “Tetaplah tenang dalam kondisi apa pun, Yi'er.”“Saya benar-benar tidak menduga kalau Guru akan menguji ketenangan saya lagi.” Luo Yi menatap seruling di tangannya. “Saya rasa, Guru melakukan sesuatu pada seruling ini.”Hua Lianyi tersenyum tipis. “Kau menyadarinya.”“Saya merasa Guru memiliki banyak cara untuk menguji ketenangan saya.” Luo beranjak berdiri, pandangan matanya masih tertuju pada sang guru yang berdiri di hadapannya. “Mulai sekarang, saya akan berusaha untuk selalu dalam keadaan tenang. Apa pun kejutan yang akan Guru berikan untuk menguji ketenangan saya, saya siap menghadapinya dengan ketenangan!”***Tiga tahun telah berlalu. Di bawah bimbingan Hua Lianyi, Luo Yi tumbuh menjadi sosok yang sangat berbeda. Tidak ada lagi kegugupan atau amarah remaja dalam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status