Share

Bab 5. Sang Tawanan

Author: IyoniAe
last update Last Updated: 2023-10-27 21:07:19

Di dalam kantor itu, Sandra duduk dengan menangkupkan tangannya ke lutut. Walau AC menyala dingin, telapak tangannya berkeringat. Ia duduk di kursi tunggal di depan meja Barra, sedangkan lelaki itu dengan tidak sopannya duduk di sudut meja. Tangannya sibuk membolak-balik kertas yang berisi riwayat hidup Sandra.

“Jadi, namamu Tawanan?” tanyanya kemudian.

“Hah?” Sanda hanya bisa melongo. Otaknya memproses secara lambat. Kemudian, ketika ia tahu apa yang dimaksud calon bosnya itu, ia menggeleng. “Bukan Tawanan, Pak, tapi Sandra.”

“Ya kan artinya sama saja.” Barra ngotot, seolah ingin menunjukkan bahwa di sini dialah yang berkuasa.

Wanita itu memutar bola matanya. “Maaf ya Pak, setahuku sinonim tawanan itu sandera, pakai e. Bukan sandra”

Namun, Barra malah mengedikkan bahu. Matanya tak lepas dari tulisan dalam kertas-kertas yang dipegangnya. “Kau masih single?”

“Ng ....” Sandra ragu sejenak. Sebenarnya ia ingin jujur. Tetapi mengingat penolakan-penolakan yang terlontar dari para HRD sebelum ini membuatnya tak berani ambil risiko. Ia lantas mengangguk. “Iya, Pak.”

Tak disangka, Barra malah mendengkus. “Kasihan,” komentarnya singkat.

Sandra menggigit pipi bagian dalamnya, mencegah dirinya mengumpat. Apa-apaan lelaki itu? batinnya sedikit kesal. Ia mencoba sabar.

“Kau juga pernah bekerja sebagai kepala pemasaran?” lanjut Barra. Ia masih membaca riwayat hidup calon asisten seketarisnya.

“Iya, Pak.”

“Kok, keluar?”

 Sandra diam sejenak. Ia mempertimbangkan jawabannya dengan saksama. “Saya mencoba peruntungan dengan membuka bisnis sendiri.”

“Pasti gagal.”

Bibir Sandra berkedut-kedut. Kalau sukses, saya tidak di sini, Pak, batinnya. Ia sampai menggigit bibirnya agar tidak mengungkapkan pikirannya.

“Sebagai informasi," Barra melanjutkan, "meski umurku lebih muda darimu, aku nggak suka dipanggil Dik.”

Siapa juga yang mau panggil kamu Dik. Namun, Sandra hanya bisa tersenyum. “Baik, Pak.”

“Aku juga nggak suka dipanggil Sayang.”

Ya ampun, bos macam apa ini? Sandra memijat keningnya sebentar sebelum menjawab, “Siap, Pak.”

“Jangan tawari aku rokok karena aku nggak merokok.”

Sandra mengangguk-angguk khidmat.

“Meski di kantorku ada mini bar, aku nggak minum minuman keras. Itu hanya buat tamu. Jadi, jangan coba-coba jebak aku dengan mencekokiku miras lalu ngajak tidur bareng,” tambah Barra.

“Pak!” Oke, hilang sudah kesabaran wanita itu. Ia berdeham untuk menahan emosinya, lalu berkata, “Maaf, Pak. Sebagai informasi saja, saya bukan ped*fil.”

Barra menengok. Satu alisnya terangkat satu. Sudut mulutnya berkedut. Ia lantas mendengkus. “Sebagai informasi juga, asisten seketarisku yang terakhir kupecat karena menawariku vodka yang dicampur obat per4ngsang.”

Mata Sandra membulat. “Oh, ya, masa? Emang siapa namanya? Orang--“

“Jangan suka menggosip,” potong Barra segera yang membuat Sandra langsung menutup mulut.

Lelaki itu lantas membanting map yang sudah selesai dibacanya. Ia membungkukkan badan, mendekatkan kepalanya ke kepala Sandra. “Katakan, bagaimana kamu bisa mendapatkan roti itu padahal tokonya sudah tutup.”

Jadi, dia tahu? batin Sandra heran. Kalau memang begitu, mengapa masih menyuruh seketarisnya membelinya? Ia lalu mendongak, menatap lawan bicaranya tetapi kemudian menyesal karena jantungnya berdetak keras. Wajah Barra berada dekat sekali dengan wajahnya sehingga ia dapat merasakan embusan napas lelaki itu yang hangat. “Sa-saya ....” Ia berdeham untuk menutupi kegugupannya. Ia beringsut mundur, menjaga jarak dari calon atasannya.

Dulu, sewaktu pertama kali bertemu dengan Barra, ia tak merasa segugup ini. Mungkin karena waktu itu ia dalam kondisi emosi. “Saya pelanggan toko itu. Jadi, saya tahu kalau ada stok roti yang belum habis, pemiliknya akan menaruh ke warung sebelahnya agar dapat dijual murah.”

“Hm ....” Barra mengelus janggutnya yang licin. Ia lalu menghela napas panjang dan bangkit, berjalan memandang kota dari jendelanya yang besar. Tangannya dimasukkan ke saku. Mungkin, seandainya pertemuan mereka tidak diwarnai insiden memalukan, plus sikap Barra tidak seaneh ini, Sandra bakal jatuh cinta pada lelaki itu.

 “Kamu tahu siapa wanita itu?” Mendadak Barra bertanya.

"Wanita yang mana, Pak?" Sandra balik bertanya.

"Miss. Evelyn."

"Ng ...." Sandra diam sejenak. Apa ini ujian? Pikirannya berpacu. Ia mengingat-ingat nama Evelyn, yang mungkin adalah artis, atau pembisnis populer. Namun, ia tak menemukannya. “Maaf, enggak, Pak.”

“Dia itu mantan duta besar Irlandia untuk Indonesia. Pengaruhnya masih sangat besar di negaranya. Jadi, kalau kita bisa membuatnya senang, produk kita bisa masuk ke negera tersebut dengan mulus,” jelas Barra. Ia masih memandang kota di bawahnya. Karena sudah hampir petang, lampu-lampu kota menyala, tampak indah sekali.

Sandra membulatkan bibirnya, membentuk huruf o. Ia takjub kepada lelaki itu. Ia merasa Barra pantas menyandang jabatan CEO, walau wajahnya tampak seperti bocah.

 “Besok,” lanjut lelaki itu tanpa menoleh, “datanglah pukul delapan tepat. Temui Wuri, wanita yang duduk di luar kantor ini. Dia akan memberitahumu tugas-tugas yang mesti kau lakukan. Dia juga akan memberimu daftar orang-orang yang kusuka dan yang tidak.”

Senyum sumringah terpampang di wajah Sandra. “Jadi, saya diterima, Pak?”

Barra mendecakkan lidah. Ia menoleh, menatap Sandra dengan jengkel. “Memangnya ada kandidat lain yang kuwawancara selain kamu?”

Sandra segera bangkit. Ia melonjak sedikit sebagai rasa senangnya kemudian pamit. Ketika keluar, ia sempat lupa menutup pintu sebelum buru-buru berbalik dan menutupnya dengan pelan sekali.

Sudut mulut Barra sedikit terangkat ketika melihat tingkah asisten seketarisnya yang baru.

***

Sandra pulang dengan hati berbunga-bunga. Akhirnya ia mendapat pekerjaan. Di tempat yang diinginkan pula. Ia yakin, kalau Alex tahu, dia pasti iri. Ia tak sempat bertanya gaji tadi. Namun, mengingat posisinya yang lumayan, dia rasa gajinya pasti cukup tinggi. Ia bisa membeli produk perawatan diri. Dan ketika sudah cantik nanti, ia ingin berpura-pura bertemu Bu Utami, lalu menyombong. Ah, pasti bakal memuaskan.

Wanita itu lantas bertanya-tanya, seandainya ia kepergok jalan berdua dengan Barra, apa Alex akan cemburu dan menyesal telah menyia-nyiakannya?

Sandra menggeleng-gelengkan kepala, mengusir khayalannya yang bukan-bukan. Ia sudah diperingatkan oleh Barra tadi untuk tidak tergoda pesonanya. Ia tak mau pekerjaannya berlangsung singkat. Ia butuh banyak uang agar tak menjadi beban adiknya.

Ketika sampai di rumah, Chadra--adiknya--belum pulang. Sepertinya dia sibuk menggarap tugas lagi. maklum, sebentar lagi adiknya skipsi.

Sandra lalu membuka pintu. Selembar kertas jatuh di kakinya. Ia memungut kertas itu dan membacanya. Rupanya itu adalah undangan pernikahan Alex dengan wanita yang Sandra tak kenal. Seketika, hati wanita itu panas. Untuk apa Alex mengundangnya? Apakah dia ingin pamer?

Ia meremas undangan itu. Kebahagiaan yang sempat ia rasakan tadi lenyap seketika.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Janda Cantik Milik CEO Arogan   Bab 95. Rasanya Mau Pecah

    Wuri bilang pada Sandra untuk tidak usah khawatir. Namun, tetap saja, Sandra gelisah. Dia sudah menelepon Barra beberapa kali, namun panggilannya tak dijawab. Dia juga sudah mengirim pesan, memberi embel-embel kata penting. Namun, sampai jam kantor usai, Barra tak kunjung membalas. Notifikasinya terbaca pun tak ada. Terlihat hanya tanda centang dua pada pesannya.Saat masuk ke bus untuk pulang, Sandra tak tenang. Perasaannya tidak enak. Pikiran buruk mulai menghantuinya. Kenapa Barra tidak menjawab telepon maupun pesannya? Apakah terjadi apa-apa dengannya? Mungkinkah dia tertimpa musibah, kecelakaan misalnya? Kapan? di mana? Apakah saat hendak menemui klien? Atau ketika rapat dadakan? Kenapa pula tadi dia tidak pamit keluar kantor? Apa yang terjadi?Sandra menjadi mual memikirkannya. Ia tak bisa membayangkan tubuh Barra terluka di dalam mobil yang jatuh ke jurang, menunggu bantuan yang tak kunjung datang hingga akhirnya .... Tidak. Sandra tak sanggup. Ia menelepon nomor Barra lagi, tet

  • Janda Cantik Milik CEO Arogan   Bab 94. Percaya diri

    Aku harus percaya diri, Sandra bertekad. Ia ingat percakapannya dengan Bu dina dulu. Sebagai kekasih Barra, banyak yang bakal menekannya. Dia tak boleh menyerah atau melempem. Mentalnya harus kuat. Bukankah dia sudh pernah diperlakuka dengan kejam oleh Bu Utami dulu? Seharusnya, Sandra sudah mampu menyesuaikan diri dengan hinaan yang menjtuhkan mentalnya. Dulu, ia sudah bisa menerima omongan kejam mantan mertua dan mantan suaminya. Jadi, seharusnya ia lebih kuat menerima hinaan dari orang lain. Toh, mereka tidak ada hubungannya dengan Sandra.Berbeda dengan Alex dan Bu Utami yang dulu adalah orang terdekatnya. Orang yang dipercayanya, orang yang mestinya melindungi Sandra. Jadi, penghinaan mereka pastinya lebih kejam dari penghinaan yang diterimanya oleh orang luar. Maka dari itu, Sandra bertekad akan menghadapinya dengan percaya diri.Toh, apa sih cacian yang mereka lontarkan padanya? Statusnya sebagai janda? Sandra memang seorang janda. Namun, dia tetaplah wanita terhormat. Dia tak

  • Janda Cantik Milik CEO Arogan   Bab 93. Penghilang Tekanan

    Dengan lesu, Sandra merebahkan dirinya ke kasur. Hari ini terasa panjang dan melelahkan. Orang-orang seolah menekannya. Ia tahu dirinya hanya orang biasa dan tak pentas mendaptkan Barra. Ia ingin menyerah dan mengakhiri saja. Sempat terlintas dalam pikirannya untuk pergi ke tempat yang jauh, kembali memulai hidup baru. Namun, saat memikirkan berjauhan dengan Barra, dadanya terasa sesak. Sepertinya ia tak sanggup. Meski begitu, bertahan di sisisnya pun rasanya sulit sekali.Ponselnya bergetar sekejap, menandakan sebuah pesan masuk. Rupanya dari Barra. Ia membacanya dan tersenyum. Kemudian, ia menyadari bahwa hanya dengan membaca pesan dari lelaki itu saja mampu membuat hatinya menjadi ringan. Bagimana kalau ia tak lagi berhubungan dengannya? Pasti lebih sulit.Ia mengetik balasan. tetapi sebelum sempat mengirimnya, Barra sudah meneleponnya."Kangen ...," nada manja sang CEO terdengar begitu Sandra menempelkan ponsel ke telinganya. Bibirnya tak bisa menahan senyuman. "Udah makan, belum?

  • Janda Cantik Milik CEO Arogan   Bab 92. Munafik

    Acara wisuda itu amat lancar. Setelah para tamu datang, para wisudawan dan wisudawati duduk di tepatnya. Setelahnya para dekan dan tamu kehormatan melakukan sambutan-sambutan di depan mimbar yang telah disediakan. Kemudian mahasiswa pilihan menyampaikan pidato perpisahannya. Setelah semuanya selesai, acara penyerahan ijazah secara simbolik dilakukan. Masing-masing wisudawan dan wisudawati dipanggil namanya supaya ke depan. Prestasi mereka disebut, begitupun dengan pesan yang sebelumnya mereka tulis.Sandra tak bisa menyembunyikan air mata harunya ketika nama sang adik disebut. Chandra bukanlah mahasiswa yang pandai hingga mendapat cum laude. Meski begitu, ia disebut sebagai mahasiswa paling rajin dan bekerja paling keras.Sandra jadi teringat dulu, ketika dia berbicara berdua dengan adiknya perihal uang kulian.“Mbak minta maaf,” katanya duduk di rumah kontrakan yang mereka tinggali sampai sekarang. “Mbak nggak bisa lagi ikut bayar uang kuliahmu. Soalnya suami Mbak nggak ngizinin Mbak

  • Janda Cantik Milik CEO Arogan   Bab 91. Seorang Barra

    Sandra tahu bahwa tidak mungkin sepasang suami istri dapat bekerja di perusahaan yang sama. Ia tahu kalau salah satu dari mereka harus mengalah. Sebab, atasan mereka tidak menginginkan masalah perusahaan dicampuradukkan ke masalah pribadi. Meski mereka yakin tak bakal melakukannya pun tetap saja manusia bisa khilaf. Jadi, perusahaan tak mau ambil risiko.Akan tetapi, bagaimana dengan sepasang kekasih? Bahkan belum tentu nantinya mereka akan tetap bersama. Bisa saja mereka bakal putus di tengah jalan. Namun, apakah salah satu dari mereka harus mengalah? Kalau memang begitu, dalam kasusnya tentu Sandralah yang mestinya mengundurkan diri. Tidak mungkin Barra. Sebab, lelaki itu seorang pemimpin perusahaan.Jika Barra keluar, bagaimana nasib perusahaan? Sandra jadi teringat perkataan Lusi dulu tentang perusahaannya yang lama. Pemimpin mereka memutuskan mengundurkan diri. Kepemipinan diambil alih sepenuhnya oleh perusahaan asing.Alhasil para karyawan seperti Lusi diperas tenaganya habis-ha

  • Janda Cantik Milik CEO Arogan   Bab 90. Akibat Beruntun

    Bisik-biik terdengar bagai dengung lebah di lobi kantor Aksara Group. Para karyawan yang baru kembali dari makan siang maupun yang sedang menunggu lift syok meelihat bos mereka menggandeng asisten seketarisnya dengan mesra.“Jadi, kabar itu beneran?”“Wah, kok bisa ya?”“Beruntung banget itu si Sandra ... iya, kan, namanya Sandra?”“Pakai pelet apa ya dia?”Pertanyaan-pertanyaan tersebut mereka bisiskkan ke telinga teman sebelahnya.Sementara itu, Sandra yang mendadak menjadi pusat perhatian orang-orang pun mencoba melepas genggaman Barra terhadapnya. “Pak, ini kan di kantor,” bisiknya, “nanti orang-orang salah paham.”“Salah paham apa?” Barra balik bertanya. Ia mengeratkan genggamannya, dan secara terang-terangan menunjukkan pada khalayak. “Nggak ada kesalahpahaman di antara kita. Dan, ya!” Ia berkata dengan lantang, seolah mengumumkan pada semua orang. “Kami memang berpacaran.”“Tuh, kan, bener kata Wulan dulu. Si Sandra itu emang penggoda. Kabarnya dia juga matre. Makanya ngelamar k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status