Share

Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin
Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin
Penulis: Ipak Munthe

1

Penulis: Ipak Munthe
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-13 12:24:54

"Ah … Sayang, kau benar-benar hebat." 

Suara yang terdengar familier itu menyambut kedatangan Sofia. 

Langkahnya langsung terhenti. Dahinya mengernyit, hatinya bergemuruh. 

Ia baru saja pulang dari pemakaman ayahnya, sekaligus menjenguk ibunya yang masih terbaring koma di rumah sakit setelah mengalami kecelakaan mobil sebulan yang lalu.

Dengan kaki gemetar, Sofia melanjutkan langkahnya menyusuri anak tangga satu per satu. Jantungnya berdetak semakin cepat. 

Saat tiba di lantai dua, suara desahan terdengar semakin jelas, saling bersahut-sahutan.

Sofia menahan napas. 

“Ah … kau juga luar biasa, Sayang ….”

Suara itu menggoda sekaligus menjijikkan. 

Dia menggigit bibir bawahnya, berusaha menenangkan diri, meskipun tubuhnya gemetar hebat. Tapi dia harus melihat dengan mata kepalanya sendiri.

Ketika Sofia sampai di depan pintu—pintu yang tak sepenuhnya tertutup—dunia seolah runtuh dalam sekejap.

Aldi, suaminya, di atas ranjang mereka … sedang menggagahi wanita lain. 

Mereka tertawa, memuji, masih dalam pelukan setelah mencapai klimaks pengkhianatan mereka.

Sofia berdiri membeku. Mulutnya terbuka, tangannya menutup mulut menahan isak. Hatinya seakan dihujam ribuan duri. 

Luka atas kehilangan ayahnya masih basah, juga ibunya yang antara hidup dan mati. Tapi Aldi dengan tega menabur garam di atas lukanya.

"Menjijikkan…" desis Sofia, suaranya nyaris seperti bisikan, namun cukup keras untuk terdengar.

Aldi spontan menoleh. Pandangannya bertemu mata Sofia, dan wajahnya langsung pucat.

"S-Sofia…." suaranya terdengar tercekat.

Panik, Aldi dan wanita itu buru-buru menarik selimut, bergegas mengenakan pakaian. Tapi Sofia sudah melangkah masuk. Matanya menyala, dadanya naik turun menahan amarah yang meluap-luap.

Sofia mengenali wanita itu. Diana, sekretaris pribadi Aldi di kantor.

Tanpa ragu, Sofia mendekat dan—

Plak!

Tamparan keras mendarat di pipi Diana.

"Akhh!" Diana menjerit, terkejut dan kesakitan.

"Wanita murahan!" teriak Sofia. "Apa yang kau lakukan di sini? Di kamarku?!"

Sofia menarik rambut Diana dengan kuat. Teriakan melengking langsung memenuhi ruangan.

"Sayang! Tolong aku!" rengek Diana, ketakutan karena tidak mengantisipasi reaksi ganas dari sang istri sah.

Sofia menatapnya tajam. "Berani-beraninya kau panggil dia 'sayang' di depanku?!"

Cengkeramannya semakin erat. Diana berteriak kesakitan, menggeliat, berusaha melepaskan diri. 

"Sofia, lepaskan dia!" Aldi akhirnya turun tangan, menarik lengan Sofia dengan panik.

Cekalan Sofia terlepas, beberapa helai rambut ikut tercabut di sela jemarinya. Diana meringis kesakitan sambil memegangi kepalanya.

Sofia menatap Aldi dengan mata berkaca-kaca, tapi bukan karena sedih, tapi karena muak.

"Beraninya kamu bawa perempuan ke rumah ini?! Ke kamar kita?!"

Ekspresi Aldi yang tadinya panik, kini berubah menjadi dingin. Ia mengangkat dagunya, "Memangnya kenapa? Harusnya kau sadar diri. Aku butuh kepuasan, dan kau tidak bisa memberikannya."

Sofia terdiam, tidak menyangka Aldi akan mengatakan hal seperti itu.

"Apalagi setelah ayah dan ibumu kecelakaan, kau sibuk dengan mereka!" lanjut Aldi.

"Mereka orang tuaku, dan ayahku baru saja meninggal. Kau di mana? Ternyata kau sibuk dengan jalangmu!" pekik Sofia.

"Itu urusanmu!" balas Aldi tak mau kalah.

Plak!

Tamparan kedua mendarat, kali ini di wajah Aldi.

"Kau…." Aldi memegangi pipinya, tak percaya telah ditampar oleh istrinya.

Diana langsung merapat pada Aldi, merengek manja. "Sayang… usir dia! Dia kasar padaku… aku sakit…."

Sofia tertawa sinis. "Kasar? Kau pantas mendapatkannya!" katanya. 

Sekarang, matanya menatap Aldi penuh penghinaan.

"Kau pikir kau siapa? Rumah ini dibeli dengan uangku. Kau hanya laki-laki miskin yang aku angkat derajatnya. Dan sekarang kau balas dengan cara begini?! Kalian berdua … keluar dari rumahku sekarang juga! Dasar bajingan!"

Bukannya lekas pergi, Aldi justru tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Sofia.

"Aku bilang pergi dari rumahku!" tegas Sofia. Dadanya naik turun karena emosi.

Aldi menyandarkan tubuhnya ke kusen pintu dengan senyum puas.

“Sepertinya ini saat yang tepat,” ucapnya tenang, tapi angkuh. “Aku juga sudah lelah terus-menerus bersembunyi hanya untuk bermesraan dengan kekasihku.”

Wajah Sofia memerah, bukan karena malu, tapi karena amarah yang menyesakkan dada. “Dasar laki-laki tak tahu malu! Aku suruh kau pergi karena aku tak sudi menampungmu lagi di rumahku ini!”

Aldi malah tertawa kecil, menyunggingkan senyum menyebalkan. “Pergi?” Ia mendekat dengan langkah santai. “Kau ini lucu sekali.”

“Kau tidak waras!” pekik Sofia.

“Tapi justru kaulah yang sudah kehilangan akal,” balas Aldi dingin. “Karena sekarang, semuanya sudah menjadi milikku. Termasuk rumah ini.”

Sofia terdiam sejenak. Matanya membelalak, seolah tak percaya dengan kata-kata yang baru saja didengarnya. Aldi menangkap keterkejutannya dengan tatapan penuh kemenangan.

“Jangan bermimpi terlalu tinggi, Aldi,” kata Sofia dengan nada tajam. “Ini rumahku. Aku pemiliknya! Keluar dari sini… dan ceraikan aku sekarang juga!”

Aldi tersenyum miring, sinis. “Tentu saja. Aku ceraikan kau sekarang juga,” katanya mantap.

Tubuh Sofia menegang saat kata itu terucap dari bibir sang suami. Meski hanya pernikahan siri, tapi kini semuanya benar-benar sudah berakhir.

“Tapi kau yang harus pergi dari rumah ini. Karena semuanya sudah sah menjadi milikku. Kau sendiri yang menyerahkannya padaku,” kata Aldi dengan santai.

“Omong kosong!” seru Sofia. “Memang aku pernah memberi kekuasaan padamu untuk mengelola perusahaanku. Tapi aku tak pernah menyerahkan kepemilikannya padamu!”

“Benarkah?” Aldi menarik setumpuk berkas dari meja, lalu menunjukkannya dengan penuh percaya diri. “Lihat ini.”

Sofia memeriksa dokumen itu dengan gemetar. Stempel notaris. Tanda tangan. Nama Aldi sebagai pemilik resmi.

“Ini... ini tidak mungkin!” Sofia mulai merobek berkas-berkas itu satu per satu, hingga kertas berserakan di lantai.

Namun Aldi hanya tertawa puas. “Tenang saja, itu cuma salinan. Dokumen aslinya aman di tanganku.”

“Tidak! Kau bohong!” Sofia berteriak, matanya nyaris berkaca-kaca.

Diana yang sedari tadi berdiri di balik Aldi, melenguh manja. “Sayang~”

Aldi menoleh. “Kamu mau lagi?” tanyanya dengan nada menggoda yang sangat menjijikkan.

“Mau, tapi usir dulu dia dari sini. Dia ganggu banget,” rengek Diana sambil memeluk Aldi dari belakang.

Aldi pun menoleh ke arah pintu dan berteriak, “Satpam! Usir dia dari rumah ini!”

Sofia mengerang kesal. “Ini rumahku!”

Namun dua satpam datang, mencengkeram kedua lengannya, lalu menyeret tubuhnya keluar rumah tanpa ampun. Sofia meronta, berteriak, namun tak ada yang peduli.

Tubuhnya dibuang begitu saja ke depan gerbang. Lalu terdengar suara klik—pintu gerbang dikunci dari dalam.

“Buka! Bukaaa!!” teriak Sofia, memukul-mukul besi gerbang dengan kepalan tangan. Tapi tak ada yang membuka.

Lelah, ia pun terduduk di tanah, tubuhnya menggigil, bukan karena dingin, tapi karena amarah dan luka batin yang mendalam.

Matanya menatap ke lantai dua. Rumah yang dulu miliknya.

Dari balik jendela yang tak tertutup tirai, ia melihat Aldi mencumbu mesra Diana, seolah dunia milik mereka berdua. Tanpa rasa malu, tanpa dosa.

Sofia mengepalkan tangannya. Matanya tak lagi berkaca-kaca. Kini yang terpancar hanyalah tekad dan dendam.

“Aku akan merebut semuanya kembali… bagaimanapun caranya.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ipak Munthe
ya Kak, salam rindu dari saya, love sekebon Kakak..
goodnovel comment avatar
Eka Vesa Longa
akhirnya bisa baca lagi cerita baru nya kk Thor heehehhh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   175

    * Sofia berdiri diambang pintu, matanya menatap ke dalam sana, pikiran pun seketika melayang jauh saat itu dia harus keluar dari rumah ini. Rumah yang pernah menjadi tempatnya pulang, dan tak menyangka akan kembali tinggal disana. Bima yang awalnya mengantarkannya pulang kini kembali pula membawanya pulang. Ini rumit, tak ada yang bisa memahami. Semuanya berjalan begitu cepat dan kehamilannya yang membawanya kembali. "Ayo, masuk," kata Bima yang berdiri disampingnya, "kamu nggak kuat jalan?" tanya Bima. Tapi belum juga menjawab Bima sudah mengangkatnya. "Mas!" pekik Sofia reflek karena keterkejutan. "Ehemm... ehem..." ejek Lala yang ternyata berdiri diujung anak tangga. Wajah Sofia seketika merona, "Mas, turunin," pinta Sofia. "Nggak papa, Kakak ipar lanjut aja. Aku baik-baik aja kok," kata Lala sambil tersenyum mengejek, tapi dia sangat bahagia melihat hubungan sahabatnya dan Kakaknya mulai membaik. "Mas, aku bisa jalan," kata Sofia. Tapi Bima tetap saja mengang

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   174

    Keesokan harinya... Dokter bersama dengan dua orang perawat masuk ke ruang rawat Sofia. Memeriksa keadaan Sofia. "Dok, saya udah bisa pulang nggak ya? Saya udah pengen pulang," kata Sofia. "Sebaiknya jangan dulu, Bu. Karena kami masih harus melihat perkembangan anda secara berkala," kata Dokter. "Dok, saya merasa udah lebih baik. Saya pengen pulang," pinta Sofia lagi terdengar memaksa. "Baiklah, tapi anda harus rutin melakukan pemeriksaan dan tolong untuk mengelola stess," kata Dokter. "Baik, Dok," jawab Sofia dengan perasaan bahagia. "Saya permisi," dokter keluar dan Bima pun bangkit dari duduknya. "Kenapa kamu mau pulang? Keadaan kamu belum pulih betul," ucap Bima. "Aku cape disini, aku pengen menghirup udara segar," jawab Sofia. "Perlu Mas berikan udara segar?" "Apasih?" kesal Sofia karena bingung kenapa Bima sekarang aneh. "Kalau gitu kamu pulang sama aku," kata Bima lagi. "Nggak, aku mau pulang ke rumah aku," tolak Sofia. "Kalau gitu, rumah aku buat

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   173

    Clek. Pintu terbuka dan mata Lala langsung melebar sempurna melihat pemandangan yang cukup mengerikan sekaligus mengejutkan. Sofia dan Bima juga ikut tersadar, segera mendorong dada Bima agar menjauh. "Astaga, jantungku," katanya sambil memegang dadanya, ia benar-benar tak menyangka akan melihat adegan yang cukup membuatnya tegang. Sedangkan wajah Sofia terlihat memerah menahan malu. "Maaf Kakak ipar, aku tidak bermaksud mengganggu kalian berdua. Itu," Lala pun mengedarkan pandangannya sampai akhirnya menemukan benda yang tertinggal di kamar rawat Sofia, "ponsel aku ketinggalan," ucapnya dan langsung mengambil di sofa. Kemudian dia pun segera pergi, tapi setelah pintu tertutup dia kembali masuk. "Kak Bima, Kakak ipar. Lanjutkan yang tadi ya, bye!!!" serunya. Kali ini Lala benar-benar pergi. Sofia mengusap wajahnya menahan rasa malu, entah kenapa dia bisa seperti ini. Bahkan untuk menatap wajah Bima saja sekarang dia sangat malu. "Mau dilanjut lagi?" celetuk Bima

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   172

    Setelah Oma dan Lala pergi, Bima kembali masuk ke ruangan Sofia. Ia melihat Sofia tengah duduk sambil memainkan ponselnya. Dia tersenyum saat Sofia meliriknya, dan terus berjalan lebih dekat. Meskipun Sofia tak membalas senyumannya sama sekali. "Kenapa perceraiannya dibatalkan?" tanya Sofia tiba-tiba, dia juga baru diberitahu oleh Rayhan bahwa Bima menarik semua berkas perceraian mereka. "Kita tidak mungkin bercerai kan?" tanya Bima. "Kenapa tidak?" "Sofia, ayolah. Kamu sedang hamil, aku mau anak itu punya kedua orang tua yang lengkap dan mendapatkan kasih sayang penuh," terang Bima. Kali ini Sofia hanya diam, entah apa yang kini ada dalam pikirannya. "Sofia, kita besarkan anak ini sama-sama ya," mohon Bima. Sofia hanya menatapnya dalam diam, membuat Bima bingung. "Kita kembali ke rumah ya, rumah kita," kata Bima lagi, kali ini tangannya menggenggam tangan Sofia perlahan. Berharap Sofia setuju dengan keinginannya. Tapi sesaat kemudian Sofia pun melepaskan tang

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   171

    "Sofia, aku hanya ingin minta maaf," ucap Bima lagi. Sofia masih berada di dunia lain setelah mendengar ucapan Bima. Entah itu benar atau tidak yang jelas kata-kata Bima terlalu mengejutkan. "Sofia, kamu jangan marah terus ya. Aku nggak kuat kalau jauhan terus sama kamu," katanya hati-hati sambil terus memperhatikan raut wajah Sofia, "Sofia, kita batalkan saja perceraian kita, ya," pinta Bima dengan memohon. Pintu kembali terbuka dan yang masuk adalah Oma dan Lala. "Hay," sapa Lala. Membuat Sofia pun segera tersadar lalu melihat Oma dan Lala yang masuk berjalan mendekatinya. "Kamu ngapain masih datang kesini?" sinis Oma. "Oma-" "Pergi sana!" usir Oma. "Tapi, Oma-" "Pergi!" Bima pun melirik Sofia, begitu juga sebaliknya. Sebenarnya Bima berharap Sofia menahannya, tapi Sofia hanya diam saja. Sebenarnya Sofia masih bingung setelah mendengar kata 'l love you' dari Bima yang tiba-tiba, ucapan itu tertuju padanya atau tidak? "Gimana keadaan kamu sekarang? Maaf

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   170

    "Oma," seru Sofia karena kesal Bima malah memeluknya. "Sini kamu!" Oma menarik telinga Bima hingga akhirnya perlahan melepaskan Sofia. "Oma, apasih, aku malu tau," katanya. "Kamu itu memang dasar ya! Berbuat sesuatu sesukamu saja. Lagian siapa yang minta kamu ada disini?" tanya Oma sambil bertolak pinggang. "Ya, Oma aku pergi," katanya sambil berjalan keluar demi bisa menghindari Oma. Tapi sekarang dia harus mencari keberadaan Aran, bagaimanapun pun Aran harus bertanggungjawab. Ia menuju kantor dan segera menuju ruangannya, sudah pasti Aran ada disana. Benar saja Aran tengah duduk didepan laptop, ia tampak sangat fokus. "Bos," sapa Aran setelah menyadari kedatangan Bima. Bima pun berjalan mendekatinya dan langsung menarik kerah kemejanya. "Kenapa kau membuatku sial hari ini?!" geramnya. "Santai dulu, Bos." Aran pun melepaskan tangan Bima dari kerah kemejanya, "kenapa anda marah-marah?" tanya Aran lagi. "Karena saranmu hampir saja Sofia celaka!" "Lalu, kenapa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status