Share

5

Penulis: Ipak Munthe
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-13 19:21:50

Keesokan harinya, Sofia menerima tamu yang ternyata adalah perias pengantin kiriman Oma ke kostnya. Bahkan, si perias juga membawakan kebaya putih sederhana.

“Anda sangat cantik, Nona,” ucapnya sambil menatap puas hasil riasan di wajah Sofia.

Memang, tanpa riasan pun, Sofia sudah cantik alami. Tapi hari ini, dia tidak baik-baik saja.

Perasaan tegang menyelimuti dirinya. Sebentar lagi ia akan menikah dengan pria asing … semata-mata demi bantuan.

Aldi!

Satu nama yang membakar emosinya. Sofia tersenyum miring, tak sabar membalas dendam. Dia bersumpah akan mengusir Aldi dari rumahnya, dengan cara yang sama seperti yang pernah Aldi lakukan padanya.

“Nona, supir sudah menjemput Anda.”

Suara perias menyadarkannya dari lamunan. Sofia mengangguk pelan, lalu melangkah masuk ke dalam mobil yang akan membawanya ke rumah keluarga Bima.

Rumah itu besar dan megah—bahkan lebih mewah dari rumah Sofia sendiri. Entah sekaya apa Bima, yang jelas mereka punya tujuan masing-masing dalam kerja sama ini.

Sofia disambut hangat oleh Oma. Ternyata, keluarga Bima sudah menanti kedatangannya.

Pernikahan itu hanya dihadiri keluarga inti, namun tetap terasa sakral.

Bukan maksudnya mempermainkan pernikahan, tapi inilah jalannya menuju dendam.

Dia duduk di samping Bima, berhadapan dengan penghulu.

Tiba-tiba, suara Bima terdengar jelas di telinganya: 

“Saya terima nikahnya dengan mahar uang satu miliar rupiah, dibayar tunai!”

Sah!

Sah!

Tapi tunggu … satu miliar?!

Sofia terbelalak. Dia bukan dari keluarga miskin, tapi ini tetap mengejutkan. Bukankah pernikahan ini hanya sandiwara?

Dia pun baru menyadari, ternyata ada uang yang diletakkan di atas meja, di hadapannya.

Apakah jumlah uang itu sebanyak yang disebutkan oleh Bima, satu miliar?

Lalu dia sadar, mungkin memang hanya formalitas agar terlihat meyakinkan.

“Sofia, berikan tanganmu pada Bima,” suara Oma membuyarkan pikirannya.

Sofia segera menetralkan diri dan mengulurkan tangan. 

Cincin yang disematkan di jarinya terlihat longgar. Tidak apa-apa, semuanya serba mendadak. Bahkan dia tidak menyangka akan ada cincin kawin.

Kini gilirannya menyematkan cincin di jari Bima, lalu mencium punggung tangannya.

Dia mulai menikmati peran yang harus ia mainkan.

“Bima, kenapa diam saja? Cium kening istrimu,” tegur Oma, kesal melihat cucunya hanya duduk pasif.

Bima menuruti tanpa banyak bicara.

Sofia menahan tawa. Bukan karena bahagia, tapi merasa seperti anak kecil yang sedang main kawin-kawinan. Anggap saja begitu.

Namun orang-orang di sekitarnya mengira senyumnya sedang benar-benar bahagia.

“Sofia, itu Papa suamimu, dan yang di sebelahnya ibu sambung Bima,” ucap Oma memperkenalkannya.

Sofia mengangguk, baru tahu tentang mereka.

Ia buru-buru mencium tangan Erlangga, lalu beralih ke Erin. Tapi Erin jelas tidak ingin bersentuhan dengannya, hanya menyodorkan ujung jari dan berbisik lirih:

“Cari istri kok asal-usulnya nggak jelas.”

Sofia mendengarnya. Ingin sekali ia meninju mulut wanita itu. Tapi bagaimana pun, Erin adalah bagian dari keluarga Bima.

Lagi pula ini hanya pernikahan sementara sehingga ia tak perlu terlalu ambil pusing dengan hal seperti ini.

“Selamat ya,” ucap Oma sambil memeluknya erat.

Sofia menyadari: dari semua anggota keluarga, hanya Oma yang benar-benar menerimanya dengan tulus.

Tapi itu tidak penting. Karena setelah enam bulan berlalu, kontrak pernikahan ini akan berakhir.

Kemudian Oma berbisik padanya, "Nanti minum jamunya lagi, ya. Iyem akan mengantarkannya ke kamarmu."

Refleks, mata Sofia membelalak. Ada rasa tak nyaman yang langsung menyergap begitu topik jamu disebut.

Ini harus dibicarakan dengan Bima. Ia tak bisa terus diam, semua ini jelas-jelas melanggar kesepakatan mereka di awal.

"Iyem, antarkan Sofia ke kamarnya. Kamar Bima, tentunya," perintah Oma pada salah satu pembantu.

Sofia pun diantar menuju kamar barunya, kamar Bima.

"Non, saya ke dapur dulu, mau bikin jamunya," ucap Iyem sambil tersenyum singkat sebelum berbalik.

Huuuft!

Sofia menghela napas panjang. Oma benar-benar sangat terobsesi pada jamu itu. 

Wanita itu lantas masuk ke dalam kamar Bima. 

Kamar itu luas dan terkesan dingin, nyaris seperti ruang kerja ketimbang ruang tidur.

Warna-warna gelap mendominasi, tanpa satu pun elemen lembut atau cerah yang memberi kehangatan.

Di salah satu sisi, sebuah rak buku menjulang tinggi berisi literatur hukum dan dokumen-dokumen berbingkai kulit. Sebuah meja kerja besar dari kayu mahoni terletak di dekat jendela.

Kamar ini milik pria yang terbiasa menang di ruang sidang, dan tak terbiasa menunjukkan perasaan.

Dingin, tertata, dan terlalu sepi. Seperti hidupnya.

Tiba-tiba, pintu kamar terbuka.

Bima masuk, wajahnya seperti biasa—datar dan dingin.

"Hey, kita harus bicara," kata Sofia langsung, tanpa basa-basi.

"Katanya tidak akan ada kontak fisik. Tapi kenapa sekarang Oma terus membahas soal anak? Bahkan… dia memaksa aku minum jamu," ucapnya dengan nada putus asa.

"Kau bisa membuangnya diam-diam," jawab Bima singkat.

Sofia tercenung. “Benar juga,” gumamnya. "Artinya… kita benar-benar tidak akan membuat anak, kan?" tanyanya lagi, memastikan.

Bima yang berdiri di depan lemari dan tengah melepas jasnya menatap Sofia, lekat dan lebih lama dari biasanya.

“Ke-kenapa?” tanya Sofia gugup.

Tangan Bima kini bergerak melepas kancing kemejanya satu per satu, sembari berjalan mendekati Sofia yang mematung di tengah ruangan.

“H-hey! Kenapa malah buka baju?!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nina Susanti
Baru di talak kok uda nikah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   175

    * Sofia berdiri diambang pintu, matanya menatap ke dalam sana, pikiran pun seketika melayang jauh saat itu dia harus keluar dari rumah ini. Rumah yang pernah menjadi tempatnya pulang, dan tak menyangka akan kembali tinggal disana. Bima yang awalnya mengantarkannya pulang kini kembali pula membawanya pulang. Ini rumit, tak ada yang bisa memahami. Semuanya berjalan begitu cepat dan kehamilannya yang membawanya kembali. "Ayo, masuk," kata Bima yang berdiri disampingnya, "kamu nggak kuat jalan?" tanya Bima. Tapi belum juga menjawab Bima sudah mengangkatnya. "Mas!" pekik Sofia reflek karena keterkejutan. "Ehemm... ehem..." ejek Lala yang ternyata berdiri diujung anak tangga. Wajah Sofia seketika merona, "Mas, turunin," pinta Sofia. "Nggak papa, Kakak ipar lanjut aja. Aku baik-baik aja kok," kata Lala sambil tersenyum mengejek, tapi dia sangat bahagia melihat hubungan sahabatnya dan Kakaknya mulai membaik. "Mas, aku bisa jalan," kata Sofia. Tapi Bima tetap saja mengang

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   174

    Keesokan harinya... Dokter bersama dengan dua orang perawat masuk ke ruang rawat Sofia. Memeriksa keadaan Sofia. "Dok, saya udah bisa pulang nggak ya? Saya udah pengen pulang," kata Sofia. "Sebaiknya jangan dulu, Bu. Karena kami masih harus melihat perkembangan anda secara berkala," kata Dokter. "Dok, saya merasa udah lebih baik. Saya pengen pulang," pinta Sofia lagi terdengar memaksa. "Baiklah, tapi anda harus rutin melakukan pemeriksaan dan tolong untuk mengelola stess," kata Dokter. "Baik, Dok," jawab Sofia dengan perasaan bahagia. "Saya permisi," dokter keluar dan Bima pun bangkit dari duduknya. "Kenapa kamu mau pulang? Keadaan kamu belum pulih betul," ucap Bima. "Aku cape disini, aku pengen menghirup udara segar," jawab Sofia. "Perlu Mas berikan udara segar?" "Apasih?" kesal Sofia karena bingung kenapa Bima sekarang aneh. "Kalau gitu kamu pulang sama aku," kata Bima lagi. "Nggak, aku mau pulang ke rumah aku," tolak Sofia. "Kalau gitu, rumah aku buat

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   173

    Clek. Pintu terbuka dan mata Lala langsung melebar sempurna melihat pemandangan yang cukup mengerikan sekaligus mengejutkan. Sofia dan Bima juga ikut tersadar, segera mendorong dada Bima agar menjauh. "Astaga, jantungku," katanya sambil memegang dadanya, ia benar-benar tak menyangka akan melihat adegan yang cukup membuatnya tegang. Sedangkan wajah Sofia terlihat memerah menahan malu. "Maaf Kakak ipar, aku tidak bermaksud mengganggu kalian berdua. Itu," Lala pun mengedarkan pandangannya sampai akhirnya menemukan benda yang tertinggal di kamar rawat Sofia, "ponsel aku ketinggalan," ucapnya dan langsung mengambil di sofa. Kemudian dia pun segera pergi, tapi setelah pintu tertutup dia kembali masuk. "Kak Bima, Kakak ipar. Lanjutkan yang tadi ya, bye!!!" serunya. Kali ini Lala benar-benar pergi. Sofia mengusap wajahnya menahan rasa malu, entah kenapa dia bisa seperti ini. Bahkan untuk menatap wajah Bima saja sekarang dia sangat malu. "Mau dilanjut lagi?" celetuk Bima

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   172

    Setelah Oma dan Lala pergi, Bima kembali masuk ke ruangan Sofia. Ia melihat Sofia tengah duduk sambil memainkan ponselnya. Dia tersenyum saat Sofia meliriknya, dan terus berjalan lebih dekat. Meskipun Sofia tak membalas senyumannya sama sekali. "Kenapa perceraiannya dibatalkan?" tanya Sofia tiba-tiba, dia juga baru diberitahu oleh Rayhan bahwa Bima menarik semua berkas perceraian mereka. "Kita tidak mungkin bercerai kan?" tanya Bima. "Kenapa tidak?" "Sofia, ayolah. Kamu sedang hamil, aku mau anak itu punya kedua orang tua yang lengkap dan mendapatkan kasih sayang penuh," terang Bima. Kali ini Sofia hanya diam, entah apa yang kini ada dalam pikirannya. "Sofia, kita besarkan anak ini sama-sama ya," mohon Bima. Sofia hanya menatapnya dalam diam, membuat Bima bingung. "Kita kembali ke rumah ya, rumah kita," kata Bima lagi, kali ini tangannya menggenggam tangan Sofia perlahan. Berharap Sofia setuju dengan keinginannya. Tapi sesaat kemudian Sofia pun melepaskan tang

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   171

    "Sofia, aku hanya ingin minta maaf," ucap Bima lagi. Sofia masih berada di dunia lain setelah mendengar ucapan Bima. Entah itu benar atau tidak yang jelas kata-kata Bima terlalu mengejutkan. "Sofia, kamu jangan marah terus ya. Aku nggak kuat kalau jauhan terus sama kamu," katanya hati-hati sambil terus memperhatikan raut wajah Sofia, "Sofia, kita batalkan saja perceraian kita, ya," pinta Bima dengan memohon. Pintu kembali terbuka dan yang masuk adalah Oma dan Lala. "Hay," sapa Lala. Membuat Sofia pun segera tersadar lalu melihat Oma dan Lala yang masuk berjalan mendekatinya. "Kamu ngapain masih datang kesini?" sinis Oma. "Oma-" "Pergi sana!" usir Oma. "Tapi, Oma-" "Pergi!" Bima pun melirik Sofia, begitu juga sebaliknya. Sebenarnya Bima berharap Sofia menahannya, tapi Sofia hanya diam saja. Sebenarnya Sofia masih bingung setelah mendengar kata 'l love you' dari Bima yang tiba-tiba, ucapan itu tertuju padanya atau tidak? "Gimana keadaan kamu sekarang? Maaf

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   170

    "Oma," seru Sofia karena kesal Bima malah memeluknya. "Sini kamu!" Oma menarik telinga Bima hingga akhirnya perlahan melepaskan Sofia. "Oma, apasih, aku malu tau," katanya. "Kamu itu memang dasar ya! Berbuat sesuatu sesukamu saja. Lagian siapa yang minta kamu ada disini?" tanya Oma sambil bertolak pinggang. "Ya, Oma aku pergi," katanya sambil berjalan keluar demi bisa menghindari Oma. Tapi sekarang dia harus mencari keberadaan Aran, bagaimanapun pun Aran harus bertanggungjawab. Ia menuju kantor dan segera menuju ruangannya, sudah pasti Aran ada disana. Benar saja Aran tengah duduk didepan laptop, ia tampak sangat fokus. "Bos," sapa Aran setelah menyadari kedatangan Bima. Bima pun berjalan mendekatinya dan langsung menarik kerah kemejanya. "Kenapa kau membuatku sial hari ini?!" geramnya. "Santai dulu, Bos." Aran pun melepaskan tangan Bima dari kerah kemejanya, "kenapa anda marah-marah?" tanya Aran lagi. "Karena saranmu hampir saja Sofia celaka!" "Lalu, kenapa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status