Share

4

Author: Ipak Munthe
last update Last Updated: 2025-07-13 15:53:30

Reaksi sang Oma sungguh di luar dugaan. Wajahnya langsung berbinar. Ia segera meraih tangan Sofia, lalu menariknya duduk di sisi ranjang.

"Kamu cantik sekali. Siapa namamu, Nak?" tanyanya lembut.

"Sofia, Oma," jawab Sofia gugup.

"Namanya cantik... secantik orangnya," ujar Oma, terus menatap Sofia penuh kekaguman.

Sofia hanya tersenyum. Semua ini terasa ganjil, tapi ia mencoba bermain peran sebaik mungkin.

"Kamu benar calon istri Bima?" tanya Oma memastikan.

Sofia mengangguk pelan. Dalam hatinya ingin sekali berkata "hanya sandiwara". Tapi tentu tidak mungkin.

"Kalau begitu, kalian harus segera menikah. Besok Oma akan datang ke rumahmu. Kita langsung gelar pernikahan. Tidak baik menunda-nunda niat baik."

"Be-besok?!" ujar Sofia terkejut, hampir tak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Iya dong," jawab Oma mantap, senyum bahagia terpancar dari wajahnya.

Sofia menunduk. Dengan suara pelan dan ragu, ia berkata, "Ta-tapi... Sofia janda, Oma."

Seketika, raut wajah Oma berubah datar. Wajah cerianya perlahan memudar.

Bima yang berdiri di dekat pintu ikut tegang, cemas menunggu reaksi sang nenek. Takut jika semua rencana gagal hanya karena masa lalu Sofia.

Namun sebelum pikirannya berlarut, Oma tiba-tiba berseru dengan nada santai, "Nggak papa, Oma juga janda."

Sofia pun masih menatap penuh tanya, kebingungan.

"Justru Oma bersyukur masih ada yang mau menikah dengan cucu Oma," lanjut Oma sambil tersenyum hangat.

Sofia mengernyit pelan, "Memangnya kenapa, Oma?" tanyanya penasaran.

"Selama ini nggak ada yang mau menikah dengannya, sampai akhirnya dia jadi bujang lapuk begini," kata Oma jujur, sembari menggenggam tangan Sofia penuh rasa terima kasih. "Terima kasih kamu sudah mau menerima cucu Oma."

Sofia hanya bisa menahan tawa, berusaha tetap sopan di depan calon neneknya. Apalagi saat matanya melirik ke arah Bima—pria itu hanya menunjukkan ekspresi datar, seolah tak terganggu sama sekali dengan ucapan sang Oma.

"Justru bagus kalau kamu janda," ucap Oma santai, seolah hal itu adalah kabar baik.

Sofia mengerutkan kening, "Kenapa begitu, Oma?" tanyanya.

"Janda itu biasanya lebih berpengalaman. Tentunya kamu lebih profesional, kan?" kata Oma sambil tersenyum menggoda.

Wajah Sofia langsung memerah mendengar ucapan itu. Ia tak bisa menyembunyikan rasa malunya.

Melihat reaksi Sofia, Oma tertawa kecil dan menambahkan, "Maksud Oma, pengalaman seperti mengurus rumah, suami, dan segala urusan rumah tangga."

"E-eh, iya, Oma..." Sofia buru-buru mengangguk, sambil mencoba menenangkan pikirannya yang sempat melayang ke arah lain.

‘Astaga, Sofia... ada apa sih dengan otakmu?!’ gerutunya dalam hati. 

"Pokoknya Oma minta kalian menikah secepatnya. Oma takut kamu berubah pikiran, dan cucu Oma benar-benar tidak mendapatkan istri," ucap Oma penuh harap, tatapannya bergantian pada Sofia dan Bima.

Refleks, Sofia menoleh ke arah Bima. Ia berusaha menahan tawa melihat ekspresi Bima yang masih datar, seolah sudah terbiasa dengan sindiran neneknya.

"Oma bisa aja..." kata Sofia sambil terkekeh pelan.

"Oma serius."

Sofia kembali melirik ke arah Bima, dan kali ini tawanya pecah juga. Ekspresi datar Bima justru membuat semuanya terasa semakin lucu di mata Sofia.

"Iyem, tolong buatkan jamu tradisional andalan kita," perintah Oma pada seorang pembantu yang kebetulan melintas di depan pintu kamar.

"Sekarang, Nyonya Oma?" sahut Iyem, memastikan.

"Iya, buat calon pengantin baru ini!" jawab Oma penuh semangat. Oma kemudian kembali menatap Sofia. "Kamu minum jamunya dari sekarang. Nanti setelah sah, kamu minum terus jamunya. Biar sekali ehem, langsung jadi. Sekalian kecebongnya nggak kebuang percuma. Mubazir," ucap Oma polos dengan wajah serius, seolah membicarakan resep masakan.

Deg!

Mata Sofia membelalak mendengarnya. Jantungnya berdegup kencang—bukan karena rasa cinta yang menggebu, tapi karena panik luar biasa.

Astaga... bukankah dalam perjanjian mereka tidak ada adegan ranjang selama pernikahan kontrak ini berlangsung?

Sofia nyaris pingsan di tempat. Wajahnya memucat, dan ia hanya bisa membeku di tempat.

Lanjut atau masuk penjara?!

OH, NO!

"Ini Nyonya." Iyem memberikan segelas jamu permintaan majikannya.

Sofia benar-benar tidak bisa tenang, tapi sekarang dia tak bisa menolak.

"Minum ya, dijamin ampuh," kata Oma penuh semangat.

Dengan terpaksa Sofia harus meneguk, meskipun tidak sampai habis karena rasanya membuatnya mual.

"Sekarang, pulanglah dan katakan pada orang tuamu besok pagi Oma akan datang untuk melamarmu," kata Oma dengan senyuman hangat.

"Tapi Ayah Sofia baru aja meninggal Oma. Dan, ibu Sofia sekarang koma di rumah sakit," katanya dengan suara pelan.

"Oh…" Oma merasa iba mendengarnya, "gadis malang." 

Oma pun memeluknya dengan hangat, seakan ikut merasakan kesedihan yang dirasakan Sofia.

"Sekarang jangan merasa sendiri, ada Oma dan Bima kan? Besok kalian akan menikah."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   178

    "Mas, apa sih? Kamu kok marah terus?" tanya Sofia. "Enggak kok," jawab Bima kembali tersenyum. "Hay," sapa Lala yang muncul dari arah dapur. "Kayaknya lagi seneng?" tebak Sofia melihat wajah ceria Lala. "Iya, soalnya aku mulai besok bakalan diajarin masak sama, Kak Aran," jelas Lala. "Bagus, dong." "Iya, dong. Tapi, kalian mau kemana?" tanya Lala karena Sofia baru saja tiba dirumah tapi sudah keluar kamar lagi. "Aku lihat dari balkon ada pohon jeruk di belakang, terus ada buahnya, aku pengen petik langsung," jelas Sofia. "Iya, bener banget. Lagi berbuah lebat." "Aku kesana dulu ya." "Ya." Sofia pun kembali melanjutkan langkah kakinya bersama Bima di sampingnya menuju taman belakang. Mata Sofia seketika berbinar melihat sepohon jeruk yang tengah berbuah lebat. "Ya ampun, Mas. Sofia kok pengen makan buahnya di atas pohonnya ya," ucap Sofia. "Jangan, bahaya, mending di atas Mas aja. Dijamin aman dan pastinya enak," ujar Bima santai. "Mas, apa sih?" protes So

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   177

    *** Lala terus melanjutkan langkah kakinya menuju dapur, dia kesal pada dirinya sendiri karena belum bisa memasak sama sekali. Dia juga penasaran dengan rasa sosis buatannya yang sebenarnya belum dia cicipi sama sekali. Perlahan dia pun memasukkan ke dalam mulutnya. Matanya melebar karena rasa yang aneh, dia pun segera memuntahkannya kembali. Kemudian melihat sekitarnya. "Ya ampun, rasanya aneh banget. Pantesan Kak Bima kesal." Lala pun segera melanjutkan langkah kakinya menuju dapur, dia akan menemui Bik Iyem yang tak lain kepala asisten rumah tangga yang akan dia minta mengajarkannya memasak. Setelah sebelumnya hanya melihat tutorial online dan hasilnya buruk. Tapi ketika sampai di dapur dia justru melihat Aran, bibir manyunnya berubah tersenyum. Dia mendapat ide baru, lebih baik Aran saja yang mengajarkan dirinya memasak. Dengan langkah kaki cepat dia pun langsung mendekati Aran. "Kak Aran," katanya sambil memeluk Aran dari belakang tanpa ragu. "Nona Lala," Ar

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   176

    Tok tok tok... Terdengar suara ketukan pintu. Sofia pun ingin segera membukanya, tapi Bima menahannya. Sofia pun menatap penuh tanya. "Paling Oma, biarkan saja," kata Bima kemudian segera menarik Sofia dalam pelukannya. "Mas, lepasin dulu. Mungkin ada hal penting," Sofia perlahan melepaskan diri. "Apa yang penting dari berita yang akan dibawa Oma?" "Mas, kamu kalau ngomong suka asal. Gimana kalau itu adalah Mami?" "Mas, masih kangen banget sama kamu." Entah kenapa Bima harus seperti ini membuat Sofia terus menahan malu, tapi ia berusia untuk menenangkan diri dan perlahan turun dari ranjang. Pintu terbuka dan ternyata bukan Oma ataupun Mami Naya, melainkan Lala di depan pintu dengan piring berisi makanan ditangannya. "Kakak Ipar, Lala udah masakin buat kamu," serunya dengan bahagia. "Apasih, La?!" protes Sofia karena Lala terus memanggilnya Kakak Ipar, rasanya ada yang aneh sebab mereka sudah lama berteman, jauh sebelum Sofia menjadi istri Bima. "Hehe..." Lal

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   175

    * Sofia berdiri diambang pintu, matanya menatap ke dalam sana, pikiran pun seketika melayang jauh saat itu dia harus keluar dari rumah ini. Rumah yang pernah menjadi tempatnya pulang, dan tak menyangka akan kembali tinggal disana. Bima yang awalnya mengantarkannya pulang kini kembali pula membawanya pulang. Ini rumit, tak ada yang bisa memahami. Semuanya berjalan begitu cepat dan kehamilannya yang membawanya kembali. "Ayo, masuk," kata Bima yang berdiri disampingnya, "kamu nggak kuat jalan?" tanya Bima. Tapi belum juga menjawab Bima sudah mengangkatnya. "Mas!" pekik Sofia reflek karena keterkejutan. "Ehemm... ehem..." ejek Lala yang ternyata berdiri diujung anak tangga. Wajah Sofia seketika merona, "Mas, turunin," pinta Sofia. "Nggak papa, Kakak ipar lanjut aja. Aku baik-baik aja kok," kata Lala sambil tersenyum mengejek, tapi dia sangat bahagia melihat hubungan sahabatnya dan Kakaknya mulai membaik. "Mas, aku bisa jalan," kata Sofia. Tapi Bima tetap saja mengang

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   174

    Keesokan harinya... Dokter bersama dengan dua orang perawat masuk ke ruang rawat Sofia. Memeriksa keadaan Sofia. "Dok, saya udah bisa pulang nggak ya? Saya udah pengen pulang," kata Sofia. "Sebaiknya jangan dulu, Bu. Karena kami masih harus melihat perkembangan anda secara berkala," kata Dokter. "Dok, saya merasa udah lebih baik. Saya pengen pulang," pinta Sofia lagi terdengar memaksa. "Baiklah, tapi anda harus rutin melakukan pemeriksaan dan tolong untuk mengelola stess," kata Dokter. "Baik, Dok," jawab Sofia dengan perasaan bahagia. "Saya permisi," dokter keluar dan Bima pun bangkit dari duduknya. "Kenapa kamu mau pulang? Keadaan kamu belum pulih betul," ucap Bima. "Aku cape disini, aku pengen menghirup udara segar," jawab Sofia. "Perlu Mas berikan udara segar?" "Apasih?" kesal Sofia karena bingung kenapa Bima sekarang aneh. "Kalau gitu kamu pulang sama aku," kata Bima lagi. "Nggak, aku mau pulang ke rumah aku," tolak Sofia. "Kalau gitu, rumah aku buat

  • Janda Ceroboh dan Pengacara Dingin   173

    Clek. Pintu terbuka dan mata Lala langsung melebar sempurna melihat pemandangan yang cukup mengerikan sekaligus mengejutkan. Sofia dan Bima juga ikut tersadar, segera mendorong dada Bima agar menjauh. "Astaga, jantungku," katanya sambil memegang dadanya, ia benar-benar tak menyangka akan melihat adegan yang cukup membuatnya tegang. Sedangkan wajah Sofia terlihat memerah menahan malu. "Maaf Kakak ipar, aku tidak bermaksud mengganggu kalian berdua. Itu," Lala pun mengedarkan pandangannya sampai akhirnya menemukan benda yang tertinggal di kamar rawat Sofia, "ponsel aku ketinggalan," ucapnya dan langsung mengambil di sofa. Kemudian dia pun segera pergi, tapi setelah pintu tertutup dia kembali masuk. "Kak Bima, Kakak ipar. Lanjutkan yang tadi ya, bye!!!" serunya. Kali ini Lala benar-benar pergi. Sofia mengusap wajahnya menahan rasa malu, entah kenapa dia bisa seperti ini. Bahkan untuk menatap wajah Bima saja sekarang dia sangat malu. "Mau dilanjut lagi?" celetuk Bima

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status